Akademisi Soroti Kejanggalan Hukum Kasus Mardani Maming

Menurutnya, bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pidana korupsi.

oleh Tim News diperbarui 26 Okt 2024, 16:15 WIB
Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018, Mardani H. Maming (rompi oranye) dibawa petugas KPK untuk mengikuti rilis penahanan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022)(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Hendry Julian Noor menyoroti kasus mantan Bupati Tanah Bumbu yang terseret korupsi, Mardani Maming.

Menurut Hendry, bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pidana korupsi. Salah satu poin penting yang dikritisinya adalah penerapan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Ia berpendapat bahwa tindakan Mardani Maming masih berada dalam koridor kewenangannya sebagai kepala daerah dan tidak melanggar prosedur yang berlaku.

"Putusan ini mengkhawatirkan karena mengaburkan batas antara tindakan yang bersifat administratif dengan tindak pidana korupsi," ujarnya.

"Terdapat kecenderungan untuk menjerat setiap pejabat publik dengan tuduhan korupsi, tanpa memperhatikan secara cermat unsur-unsur pidananya," sambungnya.

Sementara akademisi lainnya dari FH UGM, Karina Dwi Nugrahati Putri, menyoroti potensi pelanggaran terhadap prinsip hukum yang berlaku, seperti asas praduga tidak bersalah, dalam penjatuhan pidana terhadap MM.

"Beban pembuktian seolah-olah dibalik, di mana terdakwa harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah," kata Karina.

Menurut dia, kondisi demikian merupakan dampak negatif dari upaya pemerintah dalam memberantas korupsi secara agresif, tanpa didukung sistem pengawasan yang memadai. Kebijakan politik yang terlalu fokus pada penindakan tanpa memperhatikan aspek hukum dan keadilan, lanjut Karina, dapat berujung pada kesalahan penuntutan. 

 


Ajukan PK

Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menjatuhkan vonis 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp110,6 miliar. Mardani dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mardani, yang sebelumnya Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, didakwa menerima hadiah atau gratifikasi dengan total tidak kurang dari Rp118 miliar saat menjabat Bupati Tanah Bumbu.

Gratifikasi tersebut terkait SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan IUP OP dari PT BKPL kepada PT PCN. Tak terima dengan putusan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardani Maming mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin.

Majelis hakim PT Banjarmasin justru menambah hukuman penjara Mardani menjadi 12 tahun. Masih tak terima, Mardani Maming mengajukan kasasi ke MA. Hakim Agung Suhadi didampingi Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Suharto, tegas menolak kasasi tersebut.

Selain itu, majelis hakim MA menghukum Mardani Maming harus membayar uang pengganti Rp110.604.371.752 (Rp110,6 miliar) subsider 4 tahun penjara.

Pada 6 Juni 2024, Mardani Maming kemudian mengajukan PK ke MA. PK itu bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2024. Saat ini PK Mardani Maming berstatus proses pemeriksaan Majelis Hakim Mahkamah Agung atau MA.

 

Infografis Daftar 20 Calon Pimpinan KPK 2024-2029 Serta Jadwal Tes Wawancara dan Kesehatan (Liputan6.com/Abdillah)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya