Selain Industri Tekstil, Ini Lini Bisnis yang Dijalankan Pemilik Sritex

Selain dikenal sebagai raksasa dalam industri garmen, pemilik Sritex telah melakukan diversifikasi bisnis ke sejumlah sektor.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Okt 2024, 16:36 WIB
Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Sritex) 

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Niaga Kota Semarang memutuskan pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Keputusan pailit usai mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil itu yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.

Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Rabu, membenarkan putusan yang mengakibatkan PT Sritex pailit.

Menurut dia, putusan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex. "Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022," ujar dia.

Dalam putusan tersebut, kata dia, ditunjuk kurator dan hakim pengawas. "Selanjutnya kurator yang akan mengatur rapat dengan para debitur," ia menambahkan.

Pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada 17 Maret 2023, Sritex melakukan perombakan manajemen. Iwan Setiawan Lukminto, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama, kini diangkat sebagai Komisaris Utama. Sementara, posisi Direktur Utama kini dipegang oleh Iwan Kurniawan Lukminto, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Direktur Utama.

Selain itu, Megawati tetap menduduki posisi Komisaris, sementara Karunakaran Ramamoorthy diangkat sebagai Direktur Bisnis Benang dan Mira Christina Setiady menjadi Direktur Operasional.

Sejarah Singkat Sritex

Sritex didirikan pada 1966 oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo.

Perusahaan tersebut terus berkembang dan Membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solopada 1968. Kemudian terdaftar dalam Kementrian Perdagangan sebagai perseroan terbatas pada 1978.

Terus melakukan ekspansi bisnis, perusahaan mendirikan pabrik tenun pertama di 1982 dan memperluas pabrik dengan 4 lini produksi yaitu pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana dalam satu atap. Masa kejayaan Sritex mulai di 1994 saat menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan Tentara Jerman.

Kejayaan perusahaan garmen tersebut tak berhenti. Bahkan Sritex selamat dari krisis moneter pada 1998 dan berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai 8 kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada 1992. Di tengah putusan pailit, menarik untuk diketahui bisnis lainnya yang dijalankan keluarga Lukminto.

 


Lini Bisnis

Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Sritex)

Selain dikenal sebagai perusahaan tekstil, keluarga Lukminto mempunyai lini bisnis lain. Salah satunya Gedung Olahraga (GOR) Sritex yang berada di Solo.

Mengutip Antara, GOR Sritex menjadi salah satu tujuan utama arena atau venue bola voli dan basket. Lokasi ini juga dijadikan sebagai penyelenggaraan acara yang melibatkan massa. Hingga kini, GOR tersebut masih aktif digunakan untuk menyelenggarakan turnamen olahraga. Terbaru, GOR Sritex menjadi salah satu lokasi yang ditunjuk untuk pertandingan para basket Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII Solo 2024.

Operasikan Museum Tumurun

keluarga Lukminto juga diketahui masih mengoperasikan Museum Tumurun. Di museum ini memiliki berbagai seni instalasi. Ada juga seni kontemporer, lukisan, dan koleksi mobil antik. Awalnya, museum ini merupakan museum pribadi milik keluarga, tetapi saat ini sudah dibuka untuk umum dengan sistem berbayar.

Selain itu, di bawah anak perusahaan PT Wisma Utama Binaloka, Sritex Group juga mengoperasikan sejumlah hotel dan restoran yang tersebar di sejumlah kota, termasuk Restoran Diamond, Grand Orchid, dan @Hom, serta satu Hotel Grand Quality di Yogyakarta. Dua Hotel Holiday Inn Express di Yogyakarta dan Bali, serta ada Holiday Inn, Holiday Inn Express, Horison, dan Solo Mansion.

 

 


Produksi Masih Berjalan

Munculnya zona industri. | via: sritex.co.id

General Manager Human Resource Development (GM HRD) Sritex Group Haryo Ngadiyono menuturkan, ada empat perusahaan yang tergabung dalam grup Sritex, yakni Sritex yang berlokasi di Sukoharjo, PT Sinar Pantja Djaja di Semarang, PT Bitratex Industries di Semarang, dan PT Primayudha Mandirijaya di Boyolali.

Meski sudah dinyatakan pailit, empat perusahaan ini masih beroperasi secara normal. Menyikapi putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, manajemen perusahaan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang saat ini juga masih berproses. Soal nasib karyawan, manajemen sudah mengumpulkan dan memberikan penjelasan mengenai kondisi perusahaan.

"Kami minta karyawan bekerja seperti biasa, normal saja. Proses hukum biar jalan, itu sudah ada yang menangani," ujar dia seperti dikutip dari Antara.

Soal efisiensi karyawan, perusahaan masih akan melihat situasi ke depan. Jika produksi masih berjalan baik, pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak akan dilakukan. Namun demikian, jika ada efisiensi karyawan maka akan dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundangan. Perusahaan memastikan hak-hak karyawan akan tetap dipenuhi sesuai dengan aturan.


Sikap Serikat dan Partai Buruh Terkait Putusan Pailit Sritex

Ilustrasi PT Sri Rejeki Isman Tbk/Sritex (SRIL) (Dok: PT Sri Rejeki Isman Tbk)

Sebelumya, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih dikenal dengan nama Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang.

Keputusan pailit diambil oleh pengadilan setelah PT Indo Bharat Rayon, salah satu kreditur Sritex, mengajukan pembatalan perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang sebelumnya telah disepakati.

Terkait hal ini, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan sikap KSPI dan Partai Buruh meminta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sukoharjo menolak PHK buruh Sritex. 

“Kami sudah melayangkan surat ke Disnaker Sukoharjo dari KSPI dan Posko Oren Partai Buruh untuk menolak PHK buruh Sritex dan anak perusahaanya, karena ini bukan salah buruh melainkan adanya miss manajemen dalam perkara homologasi yang diingkari Sritex ke Indo Bharat,” kata Said dalam konferensi pers, Minggu (27/10/2024). 

Adapun sikap kedua, Said menuturkan KSPI dan Partai Buruh meminta pihak Sritex tetap membayarkan gaji karyawan sampai adanya kasasi. Selanjutnya, apabila selama menunggu kasasi tidak ada pekerjaan untuk pegawai Sritex, maka karyawan harus dirumahkan dengan gaji penuh. 

“Itu ada peraturannya, jika tidak ada pekerjaan, dirumahkan sampai putusan kasasi upah dibayar penuh itu aturannya,” jelas Said. 

 


Penyebab Hancurnya Industri Garmen

 

Sikap terakhir adalah terkait perintah Presiden Prabowo Subianto yang menugaskan 4 menteri untuk selamatkan Sritex. Menurut Said, yang perlu dilakukan keempat menteri tersebut adalah melakukan intervensi hukum. 

“Pemerintah ikut gugatan intervensi ke MA, masuk menjadi kuasa hukum untuk gugat kasasi. Yakinkan ke MA perusahaan bisa bangkrut kalau dipailitkan. Setelah menang di MA atau sebelum keluar MA bayarin dulu utang Sritex ke Indo Bharat,” jelas Said. 

Penyebab Hancurnya Industri Garmen dan Tekstil di Indonesia

Pada kesempatan yang sama, Said menjelaskan penyebab runtuhnya industri Garmen dan Tekstil di Indonesia adalah menurunnya daya beli karena deflasi yang disebabkan upah buruh dalam 3 tahun terakhir tidak naik dan 2 tahun terakhir naik di bawah nilai inflasi. Hal ini diperparah dengan adanya Permendag No 8 tahun 2024.

“Aturan ini tidak dicabut-cabut, sudah daya beli turun, ditambah banjir barang impor yang harganya lebih murah,” pungkasnya.

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya