Liputan6.com, Jakarta - KH Muhammad Kholil bin Abdul Lathif atau Mbah Kholil adalah ulama besar Indonesia yang berasal dari Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Karenanya, di belakang namanya, ada nama Bangkalan.
Tak sekadar ulama, Mbah Kholil Bangkalan juga dikenal sebagai wali Allah. Lazimnya wali, maka Mbah Kholil dianugerahi berbagai karomah.
Mbah Kholil juga dikenal dengan sebutan Syaikhona Kholil Bangkalan. Penyebutan syaikhona di depan namanya merupakan bentuk penghormatan karena beliau adalah guru dari para syekh atau ulama tanah air.
Baca Juga
Advertisement
Pada zaman dahulu, kapal laut merupakan satu-satunya moda transportasi bagi jamaah haji yang ingin berangkat ke Tanah Suci.
Semua calon haji menaiki kapal yang telah siap berlayar, dan persiapan perjalanan pun dilakukan dengan saksama.
Seperti dikutip dari kanal YouTube @karomahislam, sebuah kejadian menegangkan menimpa seorang jamaah yang tertinggal kapal setelah memenuhi permintaan istrinya yang mendadak.
Saat hampir semua jamaah haji telah menaiki kapal, seorang wanita yang berada di atas kapal meminta kepada suaminya untuk membeli anggur.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Tiga Kali Datangi Mbah Kholil Baru Dibantu
"Pak, tolong belikan anggur, saya ingin sekali," ucapnya. Meski sadar waktu sudah terbatas, sang suami segera bergegas menuju pasar untuk mencari anggur yang diinginkan istrinya.
Sayangnya, pencarian anggur memakan waktu cukup lama. Ketika ia akhirnya menemukan anggur tersebut, ia langsung berlari kembali ke pelabuhan.
Namun, setibanya di dermaga, kapal yang seharusnya mereka tumpangi sudah mulai berlayar meninggalkan pelabuhan. Pria itu terduduk lesu, memikirkan nasibnya yang tertinggal dan kehilangan kesempatan berangkat haji.
Di tengah kesedihannya, seorang pria tak dikenal menghampirinya dan memberikan saran tak terduga, "Datanglah kepada Mbah Kholil Bangkalan. Utarakan musibah yang menimpa dirimu," ucapnya.
Tanpa berpikir panjang, pria tersebut langsung berangkat menuju kediaman Mbah Kholil di Bangkalan.
Sesampainya di kediaman Mbah Kholil, pria itu segera menceritakan peristiwa yang dialaminya. Namun jawaban yang diberikan Mbah Kholil mengejutkannya.
"Ini bukan urusan saya, ini urusan pegawai pelabuhan," jawab Mbah Kholil singkat.
Meski merasa bingung, pria itu tidak menyerah. Ia kembali ke pelabuhan dengan harapan ada bantuan lain, tetapi lagi-lagi orang di sana menyarankannya untuk menemui Mbah Kholil.
Hingga tiga kali ia bolak-balik antara pelabuhan dan Bangkalan dalam usahanya mencari jalan keluar dari masalahnya.
Advertisement
Akhirnya Ditolong Juga, dan Bisa Sampai Kapal dengan Ajaib
Pada akhirnya, saat pertemuan ketiganya dengan Mbah Kholil, kiai tersebut akhirnya menyatakan kesanggupan untuk membantu. Mbah Kholil memberikan satu syarat yang harus ia tepati.
"Saya akan bantu sampean, tapi syaratnya jangan ceritakan hal ini kepada orang lain kecuali setelah saya wafat," ujar Mbah Kholil. Pria tersebut pun mengiyakan syarat itu tanpa ragu.
Mbah Kholil lalu memberikan instruksi tak biasa, memintanya untuk memegang erat anggur yang dibawanya sambil menutup mata rapat-rapat.
Dengan penuh keyakinan, pria itu mengikuti perintah tersebut. Beberapa saat kemudian, ketika ia membuka matanya, ia terkejut bukan main karena mendapati dirinya sudah berada di atas kapal yang sedang berlayar, tepat di samping para jamaah lainnya.
Pria itu menyimpan rapat rahasia ini, seperti yang dijanjikan. Kisah ini baru tersebar luas setelah wafatnya Mbah Kholil, dan menjadi salah satu bukti nyata dari karomah yang dimiliki kiai besar dari Bangkalan tersebut.
Kisah karomah Mbah Kholil ini menginspirasi banyak orang dan menunjukkan kedekatan seorang ulama dengan Allah. Bagi para murid dan pengikutnya, peristiwa ini adalah salah satu dari sekian banyak karomah yang dimiliki oleh Mbah Kholil.
Sosoknya terus dikenang sebagai seorang kiai besar yang penuh berkah, mampu memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan.
Warisan spiritual ini terus diceritakan dari generasi ke generasi, memperkuat keimanan dan menegaskan bahwa bantuan dari Allah bisa hadir melalui jalan yang tidak disangka-sangka.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul