Rupiah Melemah Tertekan Ketegangan Israel dan Iran

Analis mata uang Lukman Leong memprediksi rupiah berada di rentang 15.600 per dolar AS sampai dengan 15.700 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 28 Okt 2024, 10:18 WIB
Pada Senin (28/10/2024), nilai tukar rupiah tergelincir 72 poin atau 0,46 persen menjadi 15.719 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.647 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan Senin pagi. Pelemahan rupiah ini lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal terutama masalah di Timur Tengah. 

Pada Senin (28/10/2024), nilai tukar rupiah tergelincir 72 poin atau 0,46 persen menjadi 15.719 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.647 per dolar AS.

Analis mata uang Lukman Leong menjelaskan, rupiah dibuka melemah dipengaruhi ketegangan Israel dan Iran yang berpotensi meningkatkan tensi di Timur Tengah.

“Rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar AS yang menguat, menyusul serangan balasan Israel ke Iran memicu kekuatiran eskalasi situasi di Timur Tengah,” kata Lukman Leong dikutip dari Antara.

Lukman memprediksi rupiah berada di rentang 15.600 per dolar AS sampai dengan 15.700 per dolar AS.

"Tidak ada data ekonomi dari domestik, namun Bank Indonesia diperkirakan akan melakukan intervensi," ujarnya.

Untuk mendukung penguatan rupiah ke depan, Bank Indonesia (BI) diproyeksikan akan melakukan triple intervensi, yakni intervensi di pasar surat berharga sekuritas valas, rupiah, dan sukuk.


Marak Warung hingga Merchant Tolak Uang Tunai, Bank Indonesia Beri Pesan Ini

Pegawai menunjukkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.616 per dolar AS pada Kamis (5/1) sore ini. Mata uang Garuda melemah 34 poin atau minus 0,22 persen dari perdagangan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia menyatakan setiap orang dilarang menolak menerima rupiah sebagai alat pembayaran di Indonesia. Respons ini seiring maraknya pemanfaatan sistem pembayaran nontunai dengan cara transfer dan QRIS.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni P Joewono menegaskan warung maupun merchant dilarang untuk menolak pembayaran konsumen dengan uang tunai. Ketentuan ini sebagaimana diatur Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.

"Kita kembali mengulang bahwa sesuai dengan pasal 21 Undang-Undang Mata Uang Nomor 7 Tahun 2011, itu jelas- jelas dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai pembayaran di wilayah NKRI, itu poinnya," ujar Doni dalam konferensi pers di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Doni menuturkan, penggunaan uang tunai dan digital Rupiah hanya sebagai alternatif metode pembayaran. Dengan ini, uang tunai Rupiah tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.

"Sehingga pada prinsipnya sebenarnya itu kan uang tunai dan non tunai itu cara bayar, tetapi tetap dalam bentuk Rupiah," ujar dia.

 


Alat Pembayaran yang Sah

Petugas menghitung uang pecahan 100 Yuan, Jakarta, Kamis (13/8/2015). Biang kerok keterpurukan kurs rupiah dan sejumlah mata uang negara lain adalah kebijakan China yang sengaja melemahkan (devaluasi) mata uang Yuan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Bahkan, Bank Indonesia tetap mencetak uang kartal yang diperuntukkan sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan ini, Bank Indonesia melarang warung maupun merchant untuk menolak pembayaran dengan uang tunai.

"Ini sekali lagi  saya tegaskan memang berkali-kali pertanyaaan yang sama,  jadi kita mengharapkan semua merchant tetap menerima uang tunai," tegas Doni.

Bank Indonesia mencatat, transaksi QRIS terus tumbuh pesat sebesar 209,61 persen secara year on year (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan jumlah merchant 34,23 juta. 

Sementara dari pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 9,96 persen (yoy) menjadi Rp 1.057,4 triliun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya