Liputan6.com, Jakarta Departemen Perdagangan Amerika Serikat (United States Departement of Commerce/USDOC) menetapkan sementara rate antidumping bagi mandatory respondent (MR) PT First Marine Seafood (FMS) menjadi 3,9 persen, semula 6,3 persen.
Kemudian berdasarkan keputusan ini, seluruh eksportir udang Indonesia lainnya (all others) turut dikenakan tarif antidumping sebesar 3,9 persen. Sementara untuk responden pelaku usaha eksportir udang PT Bahari Makmur Sejati (BMS) tetap tidak dikenakan tarif antidumping.
Advertisement
Direktur Pemasaran PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Erwin Dwiyana, mengatakan pengumuman keputusan final akan diterbitkan pada 5 Desember 2024.
Erwin berharap, pada hasil final nanti USDOC bisa menetapkan CVD terhadap ekspor produk udang dari Indonesia ke Amerika Serikat sebesar de minimis atau nol persen untuk kedua mandatory responden dan seluruh pelaku usaha eksportir udang di tanah air.
"Mudah-mudahan posisi kita yang hasil final dari USDOC ini CVD tetap de minimis dan terkait dumping bisa di drop artinya dibatalkan, ini keinginan kita. Final akan disampaikan USETC pasa 5 Desember dan pengenaan untuk dumping atau CVD akan dikenakan di tanggal 12 Desember (2024)," kata Erwin dalam konferensi pers perkembangan penanganan kasus tuduhan CVD dan Anti Dumping udang Beku Indonesia di AS, Senin (28/10/2024).
Merasa Dirugikan
Adapun dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Produsen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Harry Lukmito, menilai dengan adanya perbedaan rate tersebut, pelaku usaha APSI yang terkena tarif 3,9 persen merasakan adanya persaingan usaha yang tidak sehat dalam perhitungan harga bahan baku dan harga penjualan produk udang ke Amerika Serikat.
"Sehingga perjuangan untuk membantah tuduhan dari Petitioner masih perlu dilanjutkan di hadapan USITC (International Trade Commission)," pungkasnya.
Ekspor Udang Indonesia Jadi Turun
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, pada periode Januari-September 2024, nilai ekspor udang Indonesia di pasar global menurun 8,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Nilai total ekspor tersebut sebesar USD 1,19 miliar.
"Khusus untuk Januari sampai bulan September 2024, pada periode Januari ini sampai September nilai ekspor Indonesia di pasar global tetap mengalami penurunan 8,1 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2023," kata Direktur Pemasaran KKP Erwin Dwiyana, dalam konferensi pers perkembangan penanganan kasus tuduhan CVD dan Anti Dumping udang Beku Indonesia di AS, Senin (28/10/2024).
Penurunan ekspor tersebut utamanya terjadi di pasar Amerika Serikat, yakni 9,1 persen. Lantaran, Amerika Serikat merupakan tujuan utama pasar udang Indonesia dengan pangsa 63 persen dari total ekspor udang Indonesia.
"Tentunya, penurunan ekspor utama apapun ekspor ini disebabkan terjadi utamanya di pasar Amerika Serikat. Tadi sudah kami jelaskan di awal sekitar 9,1 persen penurunannya kemudian tentunya pangsa udang Indonesia pun menurun tadi 64 persen sekarang 63 persen," ujarnya.
Sementara, berdasarkan data ekspor udang Indonesia selama tahun 2023 mengalami penurunan signifikan sebesar 19,8 persen, dibandingkan tahun 2022.
Penurunan tersebut disebabkan adanya tuduhan Countervailing Duties (CVD) dan Anti Dumping terhadap udang Beku Indonesia. Apalagi Amerika Serikat merupakan pangsa pasar terbesar ekspor udang RI.
"Kasus CVD dan anti-dumping ini sangat berpengaruh bagi perudangan nasional, karena tujuan ekspor udang utama Indonesia masih tinggi di pasar Amerika Serikat. Tentunya ekspor ini khususnya udang masih didominasi udang beku," ujarnya.
Advertisement