Liputan6.com, Jakarta - Nama Dama Kara semakin naik daun. Satu per satu panggung fashion show dijajal, baik lokal maupun internasional, termasuk Jakarta Modest Fashion Week (JMFW) dan IN2MF Goes to Paris. Mereka juga sempat tampil di COEX Korea Selatan didukung Kementerian Perdagangan pada Agustus 2024 untuk membawakan koleksi hasil kolaborasi dengan seorang tuli bernama Salma.
Founder Dama Kara, Nurdini Prihastiti mengungkapkan bahwa bisnis batik yang dirintis sejak Januari 2020, masa pandemi Covid-19,itu berawal dari hasil kontemplasi. Bisnis yang dimilikinya dan suami, Bheben Oscar, sebelumnya mengalami musibah karena barang terbakar di tengah laut saat pengiriman.
Advertisement
"Kita pikir mungkin kurang amal kali ya. Akhirnya terpikir, yuk bikin sebuah bisnis yang bermanfaat untuk orang lain lebih banyak," ujar perempuan yang akrab disapa Dini dalam jumpa pers daring Hari Sumpah Pemuda: Tokopedia dan ShopTokopedia Dukung Kemajuan Pelaku Usaha dan Kreator Muda, Senin, 28 Oktober 2024.
Tercetuslah ide untuk menggandeng anak-anak disabilitas yang ada di Kota Bandung sebagai basis Dama Kara. Ia meyakini bahwa setiap orang istimewa dan punya kelebihan masing-masing, termasuk mereka yang dilabeli 'kekurangan'. "Kita berharap teman-teman yang dilabeli 'kekurangan' bisa diterima dengan karya-karya yang dihasilkan," ucapnya.
Ia dan suami awalnya bekerja sama dengan dua organisasi, Our Dreams Indonesia dan Art Therapy Center Widyatama, dengan pendekatan berbeda. Untuk Our Dreams Indonesia, kemitraan dijalin dengan membuka kelas menggambar untuk para siswa disabilitas, termasuk autis. Hasil gambar yang digunakan akan dihargai dengan pemberian royalti setiap bulan.
"Semakin banyak produk yang menggunakan gambar mereka, semakin banyak royalti yang diterima anak tersebut," seraya menyebut karya mereka dipakai untuk produk non-batik.
Merintis Pasar Internasional
Sementara, kemitraan yang dijalin dengan Art Therapy Widyatama adalah dengan memfasilitasi anak-anak disabilitas untuk magang. Kesempatan itu membantu mengasah keterampilan anak-anak disabilitas agar bisa lebih mandiri kemudian hari.
"Dan tahun ini, kita proses mendirikan Dama Kara Foundation agar semakin banyak teman-teman berkebutuhan khusus yang dirangkul Dama Kara," ucap Dini. Yayasan itu menyediakan ruang terapi menggambar khusus autis. Hasil karya mereka direalisasikan dalam bentuk koleksi batik Dama Kara, seperti Jalin dan Rona Bian.
Pemberdayaan tidak hanya menyasar kalangan disabilitas, tetapi juga ibu-ibu penjahit setempat. Mereka dirangkul untuk membuat jelujur untuk koleksi khas Dama Kara yang dirancang bersama teman tuli bernama Salma. Koleksi itu pula yang diboyong ke Korea Selatan dan berhasil menarik minat warga setempat.
"Karena mereka suka motif-motif yang simpel dan sesuatu yang handmade. Akhirnya dapat buyer yang kemudian follow up dan membeli dengan quantity cukup banyak untuk dikirim ke Korea. Selama ini, penjualan (ke luar negeri) satuan, ke Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Australia. Quantity-nya paling 2--3 pieces," celotehnya.
Advertisement
Produksi yang Lebih Bertanggung Jawab Lingkungan
Sejak awal merintis bisnis batik, Dini dan suami ingin busana batik dipakai untuk kegiatan sehari-hari. Tidak ada lagi pertanyaan 'mau ke kondangan?' terlontar kepada pemakainya. Karena itu, motif yang disajikan simpel tetapi tetap bermakna dengan desain yang versatile.
"Batik bisa dipakai kapanpun, mau nongkrong bareng teman atau anter anak sekolah. Disiasatinya dengan motif-motif yang simpel, tapi di lewat motif itu kita bercerita bagaimana mencintai diri sendiri. Kita bercerita dari motif-motif tersebut," sahutnya.
Batik Dama Kara dihasilkan dengan teknik cap. Pihaknya menangani seluruh rangkaian produksi hingga penjualan sendiri untuk menyiasati harga agar bisa terjangkau lebih banyak orang. "Dari mulai proses pembuatan kain batik, desain, hingga penjualan, kita handle semuanya," ujar Dini.
Pihaknya juga mulai lebih bertanggung jawab atas limbah yang dihasilkan, khususnya limbah kain sisa. Jika sebelumnya hanya diolah kembali menjadi ikat rambut, kini mereka berkolaborasi dengan brand lokal lain dan kampus-kampus yang memiliki jurusan fashion design untuk membuat produk yang lebih bernilai tinggi.
"Kita manfaatkan limbah-limbah, terutama potongan kain, untuk produk fesyen lainnya, seperti sepatu, sandal, dan aksesori lainnya," katanya.
Buka Toko Online
Masa pandemi menjadi masa paling menantang bagi Dama Kara. Mereka tak bisa membuka toko sehingga proses penjualan serba online. Setelah beberapa waktu digarap manual, mereka mulai kewalahan.
"Pakai sosmed, WA, balesin satu-satu, mulai chaos. Konsumen mulai komplain, chat sejam lalu belum dibalas-balas, padahal kami sedang proses membalas. Awal-awal, bisa 300 PO dalam satu order, 800 PO dalam satu order kan," celoteh Dini.
Akhirnya, mereka memutuskan membuka toko online di Tokopedia. "Kita coba pakai Tokopedia. pakai fitur PO, mulai growth. Kita sampai 220 persen pertumbuhan setelah gunakan Tokopedia," sambungnya.
Seiring waktu, pihaknya mulai rajin membuat konten TikTok untuk live shopping yang ternyata mampu menarik pelanggan, terutama kalangan muda. "Kita pakai fitur live shopping agak telat, tapi setelah lakukan secara konsisten, hasilnya luar biasa juga. Ada tim khusus, tapi aku sesekali ikutan live," imbuhnya.
Sementara, Head of Communications Tokopedia and TikTok E-commerce, Aditia Grasio Nelwan menyatakan bahwa pihaknya meluncurkan Creators Lab untuk mendorong sebanyak-banyaknya kreator muda profesional. Mereka diharapkan bisa membantu UMKM memperluas pasar dan memasarkan produk dengan cara yang lebih menarik dan relevan dengan menjadi affiliate creator Tokopedia dan ShopTokopedia.
Aditia menjelaskan, "Di era digital, affiliate creator bisa menjadi sebuah profesi berpenghasilan sekaligus menambah lapangan pekerjaan... Kolaborasi UMKM dan affiliate creator akan menguntungkan semua pihak. UMKM bisa meningkatkan penjualan sedangkan affiliate creator dapat memperoleh penghasilan. Oleh karena itu, kami menghadirkan inisiatif Creators Lab."
Advertisement