Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha santri kinasih dari KH Maimoen Zubair, mengisahkan sebuah cerita tentang Imam Syafi'i yang memberikan doa bagi mayit dengan cara yang tidak lazim.
Doa tersebut, meskipun menenangkan bagi keluarga yang mendengar, diimbau oleh Gus Baha agar tidak ditiru sembarangan. "Imam Syafi'i itu kalau doain mayit ,ini sekaligus ijazah tapi haram ditiru ya," ujar Gus Baha dalam tayangan di kanal YouTube @nadiadwi2907.
Dalam kisahnya, Gus Baha menceritakan bahwa suatu ketika Imam Syafi’i didatangi oleh keluarga yang meminta kehadirannya untuk mendoakan seorang anggota keluarga yang telah meninggal dunia.
Sang Imam, yang saat itu sangat dihormati sebagai ulama besar, memberikan doa singkat dengan makna yang mendalam.
"Doanya gini tok, ‘Ya Allah, Engkau itu tetap menjadi Tuhan meskipun tidak menyiksa orang ini. Jadi, menyiksa orang ini tidak kebutuhan Engkau. Kalau bukan kebutuhan, ya nggak usah dilakukan’,” ucap Gus Baha, mengulang kata-kata Imam Syafi'i dalam doa tersebut.
Doa yang singkat itu membuat keluarga almarhum merasa sedikit kecewa karena berbeda dari doa yang biasanya panjang dan penuh permohonan ampun.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Doanya Pendek, Sampai Keluarga Negatif Thinking, Tapi Ternyata...
Namun, di balik kesederhanaan doa tersebut, terdapat kebijaksanaan yang luar biasa, menurut Gus Baha. Meskipun singkat, doa itu seakan mengingatkan akan sifat pengampunan Allah yang tidak tergantung pada hukuman terhadap hamba-Nya.
Lebih lanjut, Gus Baha menyebutkan bahwa keluarga almarhum bahkan sampai bergunjing setelah mendengar doa Imam Syafi'i yang sangat singkat. Mereka merasa bahwa doa tersebut kurang menunjukkan penghormatan.
“Pulang-pulang keluargane nggremeng, ‘Piye donga ngono tok’,” tambah Gus Baha.
Namun, hal yang tak terduga terjadi setelah peristiwa tersebut. Keluarga almarhum mendapatkan mimpi yang mengabarkan bahwa sang mayit telah diampuni oleh Allah. Hal ini terjadi karena doa dari Imam Syafi’i yang penuh kepasrahan.
“Satu keluarga itu diimpeni (dapat mimpi), mayat itu diampuni gara-gara doanya Imam Syafi'i,” tutur Gus Baha.
Gus Baha melanjutkan bahwa doa tersebut merupakan cerminan dari keyakinan mendalam Imam Syafi'i terhadap sifat Maha Pengampun Allah.
"Ya Allah, engkau tidak perlu menyiksa orang ini, Engkau tetap Tuhan tanpa menyiksa orang ini. Jika itu tidak kebutuhan engkau, ya sudah gak usah dilakukan," ujar Gus Baha mengulang doa tersebut.
Menurut Gus Baha, kisah ini menunjukkan betapa tingginya tawakkal dan kepasrahan Imam Syafi’i dalam berdoa. Ia meyakini bahwa Allah tidak membutuhkan hukuman untuk meneguhkan ke-Tuhan-an-Nya.
Dengan mengampuni, Allah tetap menjadi Tuhan yang Maha Esa, tanpa perlu menunjukkan kekuasaan-Nya melalui azab atau siksaan.
Di sisi lain, Gus Baha menegaskan bahwa meskipun kisah ini memberikan pelajaran yang mendalam, cara doa seperti ini sebaiknya tidak diikuti sembarangan.
Menurutnya, tidak semua orang memiliki tingkatan spiritual seperti Imam Syafi’i yang mampu berdoa dengan kepasrahan mendalam. “Kalau doa ini ditiru sembarangan, malah bisa salah paham, karena level keimanan orang berbeda-beda,” jelasnya.
Advertisement
Kepasrahan Pada Allah SWT adalah Hal Tertinggi
Ia juga menambahkan bahwa doa-doa yang diucapkan oleh Imam Syafi'i adalah wujud kedekatan dengan Allah yang tidak mudah dicapai oleh semua orang.
Di balik doa yang singkat itu, terdapat keyakinan kuat bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Bagi Imam Syafi'i, kepasrahan kepada Allah adalah bentuk tertinggi dari doa itu sendiri.
Gus Baha mengingatkan bahwa doa seperti ini bisa saja menjadi teladan dalam arti tertentu, tetapi tidak untuk ditiru secara harfiah oleh orang-orang yang belum mencapai pemahaman serupa.
Doa tersebut lebih menunjukkan bagaimana seorang hamba seharusnya berbaik sangka dan memohon ampun dengan penuh kesadaran bahwa Allah tidak membutuhkan hukuman untuk menunjukkan kebesaran-Nya.
Lebih lanjut, Gus Baha menekankan bahwa tujuan dari doa adalah bentuk kepasrahan dan ketulusan hati, bukan untuk sekadar meminta sesuatu. Menurutnya, kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi umat Islam untuk lebih mengenal sifat Allah yang Maha Pengampun dan Maha Pemurah. "Doa itu bukan masalah panjang atau pendeknya, tapi niat tulus dari dalam hati yang disampaikan kepada Allah," ungkapnya.
Ia juga mengajak umat untuk berdoa dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi hambanya, baik dengan mengampuni maupun dengan menguji.
Bagi Gus Baha, kisah ini adalah contoh nyata tentang bagaimana doa dapat memberikan dampak yang luar biasa, bahkan ketika diucapkan dengan sangat singkat.
Di akhir ceritanya, Gus Baha menyebutkan bahwa kepasrahan dan rasa yakin yang mendalam adalah kunci dari doa yang dikabulkan. Menurutnya, seseorang yang berdoa dengan keyakinan penuh akan lebih mudah menerima segala ketetapan yang diberikan oleh Allah.
Gus Baha juga mengingatkan bahwa doa-doa yang diucapkan oleh para ulama salaf, seperti Imam Syafi’i, sering kali memiliki makna yang dalam dan sulit dipahami jika hanya dilihat dari segi kalimatnya saja. Oleh karena itu, ia menyarankan agar umat Islam lebih memahami makna di balik doa-doa tersebut, bukan hanya menirukan kata-katanya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul