Pengusaha Pede Udang Indonesia Terbebas Tuduhan Tarif Anti-Dumping AS

Keputusan final United States Department of Commerce (USDOC) pada 22 Oktober 2024, memutuskan untuk menerapkan rate anti-dumping sementara untuk produk udang beku PT Bahari Makmur Sejati (BMS) ditetapkan sebesar 0 persen atau tidak kenakan bea masuk anti-dumping.

oleh Tira Santia diperbarui 29 Okt 2024, 09:30 WIB
Ilustrasi panen udang vaname di tambak. (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pengawas yang sekaligus juga Penasehat Tim Satgas Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Harry Lukmito mengaku optimis Departemen Perdagangan Amerika Serikat yakni US Department of Commerce (USDOC) bisa membebaskan tarif anti-dumping udang beku Indonesia.

Pasalnya, Amerika Serikat merupakan tujuan utama pasar udang Indonesia dengan pangsa 63 persen dari total ekspor udang Indonesia. Angka tersebut mengalami penurunan dari sebelumnya 64 persen.

"Sejak kita bisa penetrasi ke Amerika pangsa pasarnya besar, dan paling besar itu retailer. Retailer di Amerika Serikat itu memerlukan produk udang (beku) karena Indonesia memenuhinya, kita berhasil penetrasi market di Amerika Serikat," kata Harry saat ditemui di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, ditulis Selasa (29/10/2024).

Adapun berdasarkan keputusan final United States Department of Commerce (USDOC) pada 22 Oktober 2024, memutuskan untuk menerapkan rate anti-dumping sementara untuk PT Bahari Makmur Sejati (BMS) ditetapkan sebesar 0 persen atau tidak kenakan bea masuk anti-dumping.

Sementara, untuk responden PT First Marine Seafood (FMS) dan pelaku usaha eksportir udang beku lainnya masih dikenakan tarif bea masuk anti-dumping sebesar 3,9 persen, sebelumnya 6,3 persen.

Sejalan dengan hal itu, dengan adanya perbedaan rate tersebut membuat pelaku usaha APSI yang terdampak rate 3,9 persen, merasakan adanya persaingan usaha yang tidak sehat dalam perhitungan harga bahan baku dan harga penjualan produk udang ke Amerika Serikat.

Menurutnya, perjuangan untuk membantah tuduhan dari petitioner masih perlu dilanjutkan di hadapan US International Trade Cpmmission (USITC), agar pelaku usaha udang di Indonesia bisa terbebas dari tarif anti-dumping udang beku AS.

"Pada tanggal 22 Oktober yang lalu, telah diadakan hearing di hadapan USITC secara hybrid, baik daring maupun luring, yang dihadiri baik dari perwakilan pihak Petitioner dan dari perwakilan tertuduh. Saat hearing tersebut, perwakilan dari Pemerintah Indonesia telah menyampaikan hal-hal yang menjadi concern. Dilanjutkan adanya testimoni dari buyer retailer besar di Amerika Serikat, yaitu Costco, yang telah diminta kesediaannya untuk ikut mendukung tim satgas AP5I," pungkasnya.


Kabar Teranyar Perkembangan Tuduhan Dumping-Subsidi Udang Indonesia oleh AS

Ilustrasi panen udang vaname di tambak. (Tira/Liputan6.com)

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan perkembangan terbaru mengenai penanganan kasus tuduhan Countervailing Duties (CVD) dan Anti-Dumping Udang Beku Indonesia di Amerika Serikat (AS).

Direktur Pemasaran KKP, Erwin Dwiyana menjelaskan, sebelumnya pada 25 Oktober 2023 Indonesia mendapatkan petisi dari American Shrimp Processors Association (ASPA) yang menuduh Indonesia melakukan Contervailing Duties atau dugaan memberikan subsidi kepada industri udang nasional. Serta, menduga melakukan anti-dumping terhadap eksportir udang di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan U.S Departemen of Commerce (USDOC) menerbitkan plemineraly rate pada Maret 2024. Hasilnya, USDOC menetapkan CVD terhadap ekspor produk udang dari Indonesia ke Amerika Serikat sebesar deminimis atau nol persen untuk kedua mandatory responden dan seluruh pelaku usaha eksportir udang di tanah air.

"Kita mendapatkan untuk CVD, kita de minimis artinya kita tidak dikenai tuduhan melakukan subsidi atau pemerintah tidak melakukan subsidi. Kedua, dari hasil premineraly bulan Maret kita mendapatkan perhitungan kepada dua mandatory responden dua perusahaan eksportir udang, yang pertama hasilnya 0 persen dan yang kedua 6,3 persen," kata Erwin dalam konferensi pers perkembangan penanganan kasus tuduhan CVD dan Anti Dumping udang Beku Indonesia di AS, Senin (28/10/2024).

Kemudian, pada 23 Mei 2024, USDOC menetapkan preliminary rate Anti-dumping Duties (AD) sebesar nol persen untuk responden PT Bahari Makmur Sejati (BMS) dan 6,3 persen untuk responden PT First Marine Seafood (FMS) serta 6,3 persen untuk pelaku usaha lainnya.

"Secara keseluruhan selain pelaku usaha atau eksportir yang nol persen itu dikenai margin dumping atau tarif sementara untuk masuk ke Amerika Serikat 6,3 persen," ujarnya. 


Ajukan Keberatan

Ilustrasi tambak udang vaname. (Tira/Liputan6.com)

Namun, Pemerintah Indonesia telah mengajukan keberatan terhadap penggunaan laporan keuangan perusahaan yang bisnisnya berbeda dengan kedua mandatory respondents sebagai dasar perhitungan dumping margin. Hal ini disampaikan pula dalam brief yang dimasukkan oleh Legal Counsel yang telah ditunjuk, yaitu Fox Rotshchild, kepada USDOC pada 16 September 2024.

Dalam laporan USDOC pada 21 Oktober, keberatan ini berhasil diterima dan disetujui, sehingga PT Central Proteina Prima tidak lagi digunakan sebagai data pembanding.

Kemudian, pada 22 Oktober, USDOC membuat keputusan finalnya dan menetapkan rate Antidumping untuk responden BMS tetap sebesar 0 persen, sedangkan untuk FMS dan pelaku usaha lainnya turun dari 6,3 persen menjadi 3,9 persen.

Namun demikian, dengan adanya perbedaan rate antara respondent pertama sebesar 0 persen dengan anggota APSI lainnya sebesar 3,9 persen, pelaku usaha APSI yang terdampak rate 3,9 persen, merasakan adanya persaingan usaha yang tidak sehat dalam perhitungan harga bahan baku dan harga penjualan produk udang ke Amerika Serikat, sehingga perjuangan untuk membantah tuduhan dari Petitioner masih perlu dilanjutkan di hadapan USITC (International Trade Commission).

Alhasil pada 22 Oktober 2024, telah diadakan hearing di hadapan USITC secara hybrid, baik daring maupun luring, yang dihadiri baik dari perwakilan pihak Petitioner dan dari perwakilan negara tertuduh. Saat hearing tersebut, perwakilan dari Pemerintah Indonesia telah menyampaikan hal-hal yang menjadi concern. 

"Pada tanggal 22 Oktober USDOC sudah menerbitkan kembali final determination terhadap investigasi USDOC terhadap CDC dan anti dumping. Hasilnya kita tetap devinimis artinya kita tidak dituduh melakukan subsidi terhadap industri udang nasional sehingga kita tidak dikenai tarif untuk CVD nya nol persen," ujarnya.

"Sementara untuk anti dumping kita turun dari 6,3 persen menjadi 3,9 persen ini merupakan hasil capaian dari sinergi asosiasi dan kementerian perdagangan, KBRI Washington DC yang juga ikut di dalam proses hearing bersama dengan USDOC dan USITC," ia menambahkan.


Testimoni dari Buyer

Lalu dilanjutkan adanya testimony dari buyer retailer besar di Amerika Serikat, yaitu Costco, yang telah diminta kesediaannya untuk ikut mendukung oleh tim satgas APSI. Kemudian, mewakili Tim Satgas, Aris Utama juga turut menyampaikan testimoni.

Testimoni-testimoni tersebut diperkuat dengan analisa dari Jim Dougan selaku Economist di Amerika Serikat yang ditunjuk oleh Tim Satgas.

"Proses masih ada lagi, terkait hearing dengan USITC yang bertugas melaksanakan atau mengkaji dampak ekonomi di domestik Amerika Serikat masih berlangsung," ujar dia.

Erwin pun berharap, untuk hasil finalnya dari USDOC terkait CVD Indonesia tetap de minimis dan untuk anti-dumpingnya bisa dibatalkan.

"Mudah-mudahan posisi kita yang hasil finanl dari USDOC ini CVD tetap depinimis dan terkait dumping bisa di drop artinya dibatalkan, ini keinginan kita. Final akan disampaikan USITC pada 5 Desember dan pengenaan untuk dumping atau CVD akan dikenakan di tanggal 12 Desember (2024)," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya