Gunung Fuji Jepang Pecahkan Rekor Belum Bersalju hingga Akhir Oktober 2024

Untuk pertama kalinya dalam 130 tahun, salju belum turun di Gunung Fuji hingga akhir Oktober 2024. Fenomena ini diduga terkait dengan perubahan iklim, menyusul musim panas terpanas yang pernah tercatat di Jepang.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 29 Okt 2024, 15:08 WIB
Gunung Fuji, gunung tertinggi di Jepang, terlihat dari Fujikawaguchiko, Prefektur Yamanashi (1/11). Sekitar 200.000 orang mendaki Gunung Fuji setiap tahunnya, 30% di antaranya orang asing. (AFP Photo/Behrouz Mehri)

Liputan6.com, Jakarta - Gunung Fuji, simbol megah Jepang, memecahkan rekor belum bersalju hingga akhir Oktober 2024. Padahal, gunung yang disakralkan itu biasanya sudah berselimut salju pada awal Oktober.

Gunung yang terakhir kali meletus sekitar 300 tahun yang lalu, telah menjadi inspirasi dalam banyak karya seni, termasuk Gelombang Besar karya Hokusai. Kini, gunung ini menghadapi tantangan baru di tengah perubahan iklim yang terus berlangsung.

Menurut Kantor Meteorologi Lokal Kofu, ini adalah pertama kalinya dalam 130 tahun pencatatan bahwa lereng gunung setinggi 3.776 meter tersebut masih gundul hingga detik ini.

Mengutip laman Japan Today, Selasa (29/10/2024), Yutaka Katsuta, seorang peramal cuaca, menyatakan bahwa cuaca hangat yang berkepanjangan menjadi penyebab utama keterlambatan salju. Suhu tinggi musim panas ini, dan suhu tinggi ini berlanjut hingga September, menghalangi udara dingin yang biasanya membawa salju, katanya kepada AFP.

Katsuta juga mengindikasikan bahwa perubahan iklim mungkin berkontribusi terhadap fenomena ini. Musim panas tahun ini menjadi salah satu yang terpanas dalam sejarah Jepang, menyamai rekor 2023, dengan gelombang panas ekstrem yang melanda banyak bagian dunia. 

Selain memecahkan rekor, tak bersalju, Gunung Fuji juga mengalami penurunan jumlah pendaki tahun ini. Jumlah pendaki Gunung Fuji Jepang merosot signifikan hingga 14 persen, pada musim pendakian tahun ini.

Tren penurunan itu tampak sejak awal Juli hingga awal September. Meskipun demikian, lebih dari 220.000 pengunjung masih mendaki gunung ini selama musim pendakian Juli hingga September 2024.

 

 


Pengendalian Overtourism di Gunung Fuji

Seorang pria berjalan di bawah tori di kuil Arakura Fuji Sengen saat Gunung Fuji terlihat dari kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, Jepang, pada Kamis (22/4/2021). Gunung Fuji merupakan gunung tertinggi di Jepang dengan tinggi sekitar 3.776 meter dari atas permukaan laut. (Behrouz MEHRI / AFP)

Hal ini terjadi usai pemerintah Jepang menerapkan kebijakan baru untuk menangani mengatasi masalah overtourism. Di antara kebijakannya yaitu penerapan biaya masuk sebesar 2.000 yen (Rp218.490,06) dan sumbangan sukarela pada Jalur Yoshida.

Pemerintah juga menerapkan kuota dengan maksimal 4.000 pendaki per hari. Penerapan sistem reservasi daring pun dilakukan untuk meningkatkan keselamatan dan mengurangi dampak lingkungan. 

Mengutip laman AFP, Jumat, 13 September 2024, penurunan jumlah pendaki terjadi meski jumlah turis asing yang datang ke Jepang meningkat, mencapai hampir 18 juta tepatnya paruh pertama 2024. Langkah-langkah pengetatan dirancang agar menjaga kelestarian dan kualitas pengalaman pendakian di Gunung Fuji yang dikenal sebagai destinasi ziarah dan simbol budaya Jepang.

Kebijakan baru ini ikut berdampak positif terhadap pemeliharaan dan pengelolaan jalur pendakian. Dengan jumlah pendaki yang terbatas, pihak berwenang bisa lebih efektif dalam mengawasi dan mengatur penggunaan fasilitas serta menjaga kondisi jalur tetap optimal. 


Kebijakan Baru yang Berhasil Menanggulangi Overtourism

Orang-orang sedang berfoto di depan Gunung Fuji Jepang di kota Gotemba, prefektur Shizuoka. (Dok: Yuichi YAMAZAKI / AFP)

Di samping itu, pengurangan jumlah pendaki tersebut membantu meminimalkan dampak lingkungan yang disebabkan oleh kerumunan yang besar, contohnya kerusakan vegetasi dan pencemaran. Upaya ini termasuk bagian dari strategi berkelanjutan untuk memastikan bahwa Gunung Fuji tetap bisa dinikmati oleh generasi masa depan tanpa mengorbankan keindahan alam maupun nilai-nilai budaya yang ada.   

Menurut Kementerian Lingkungan Jepang, data jumlah pendaki dikumpulkan menggunakan perangkat inframerah yang dipasang di empat jalur utama pendakian Gunung. Musim panas ini, kementerian mencatat sekitar 178.000 pendaki, turun cukup banyak dari 200.000 pada tahun sebelumnya maupun masa pandemi.

Data bakal terus diperbarui untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai efektivitas kebijakan baru. Evaluasi mendalam akan dilakukan untuk menilai dampak terhadap kebijakan ini. Pihak berwenang berharap informasi ini dapat membantu untuk perencanaan kebijakan selanjutnya, serta untuk menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan pengelolaan jumlah pendaki ke Gunung Fuji.


Mencegah Jalur Pendakian Padat

Gunung Fuji dari Oshino, prefektur Yamanashi. (Dok: Behrouz MEHRI / AFP)

Sementara itu, gerbang menuju jalur pendakian Gunung Fuji ditutup kembali pada Selasa, 10 September 2024. Itu menandai akhir musim pendakian tahun ini. Gunung tersebut tertutup salju hampir sepanjang tahun, tapi selama musim panas banyak orang yang berjalan dengan susah payah sepanjang malam untuk melihat matahari terbit dari puncak setinggi 3.776 meter. 

Sebelumnya, mengutip laman CNN, Gubernur Prefektur Yamanashi Koutaro Nagasaki mengungkapkan bahwa sejumlah aturan baru diterapkan untuk memastikan bahwa Gunung Fuji bisa diwariskan kepada generasi mendatang. Menurut data prefektur, lima juta orang mendaki Gunung Fuji pada 2019, naik sebanyak tiga juta orang dari 2012. Peningkatan jumlah pendaki itu menimbulkan masalah baru untuk gunung yang disakralkan oleh masyarakat Jepang.

Jalur pendakian yang padat, kemacetan lalu lintas, kaki bukit yang dipenuhi sampai, sampai pakaian pendaki yang tidak pantas, merupakan sederet kasus yang ditemukan akibat jumlah pendaki tak terkendali. Karena  itu, otoritas baru akan menempatkan pemandu yang mengatur keselamatan di dalam dan sekitar jalan setapak.

Infografis Riwayat Letusan Gunung Semeru. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya