Liputan6.com, Jakarta - Stroke tak lagi identik dengan usia lanjut. Semakin banyak kasus stroke yang terjadi pada usia produktif, bahkan pada mereka yang masih sangat muda. Jika dulu penyakit ini sering terjadi pada mereka di atas 60 tahun, kini kasus stroke pada umur di bawah 45 tahun semakin sering ditemui.
Kelompok Usia Berapa yang Paling Banyak Terkena Stroke?
Dokter spesialis saraf Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Prof. Dr. Mahar Mardjono, Jakarta, dr Nandini Phalita Laksmi, Sp.S mengungkapkan bahwa dulu kasus stroke yang terkait dengan diabetes, hipertensi, atau kolesterol tinggi umum ditemukan pada usia 40 ke atas.
Advertisement
Namun, kini gejalanya mulai dirasakan oleh mereka yang berusia lebih muda, bahkan seawal usia 26 tahun. Perubahan ini tentu menimbulkan kekhawatiran karena di usia produktif sekitar 40 tahun, semakin banyak orang yang harus menghadapi kondisi yang biasanya ditemui di usia lanjut.
"Di rumah sakit kami, dari sekitar 750 pasien yang berobat setiap harinya, 70 persen di antaranya adalah pasien stroke," kata Direktur Utama RSPON, dr. Adin Nulkhasanah, Sp.S, MARS di Hari Stroke Sedunia 2024 pada Rabu, 29 Oktober 2024.
Fakta ini menunjukkan betapa seriusnya tren stroke di Indonesia. Banyak dari pasien tersebut masih terlihat bugar, gagah, dan aktif, tapi kini harus menggunakan tongkat atau kursi roda akibat dampak stroke yang mereka alami.
Seperti Apa Gejala Awal Stroke?
Sayangnya, masyarakat masih sering kali tak mengenali gejala stroke dengan baik. Adin menjelaskan bahwa jika seseorang merasakan nyeri dada, dia sering kali langsung mengira itu adalah gejala serangan jantung dan segera menuju IGD.
Sebaliknya, jika merasa kesemutan di separuh tubuh, sering kali dianggap sebagai masalah sepele dan dibiarkan. Padahal, stroke memiliki window time penanganan yang sangat singkat.
Penanganan yang terlambat bisa berujung pada kecacatan permanen, bahkan kematian. Dalam waktu kurang dari 4,5 jam sejak gejala awal, tindakan medis seperti trombolisis dapat mencegah dampak serius stroke.
"Jika terjadi faktor risiko seperti aneurisma, perdarahan bisa diantisipasi. Namun, tanpa penanganan cepat, pasien bisa kehilangan nyawanya dalam beberapa jam atau hari," tambah Adin.
Advertisement
Apa yang Harus Dihindari agar Tidak Terkena Stroke?
Menurut Direktur Medik dan Keperawatan RS PON, dr. Reza Aditya Arpandi, Sp.S, dulu stroke usia muda didefinisikan untuk mereka di bawah usia 45 tahun.
Namun, kini batas usia ini mulai bergeser seiring makin banyaknya pasien di usia lebih muda yang mengalami stroke. Salah satu pasien termuda yang pernah dirawat di RSPON bahkan berumur 17 tahun, yang mengalami stroke akibat kelainan darah yang menyebabkan darahnya terlalu kental.
Reza menekankan bahwa faktor gaya hidup modern turut memengaruhi peningkatan risiko stroke pada usia muda. Di masa lalu, orang memiliki pola makan lebih sehat dan aktivitas fisik lebih tinggi, sementara kini pola hidup lebih didominasi oleh gaya hidup yang minim aktivitas dan pola makan yang tidak sehat.
Aktivitas fisik sederhana, seperti berjalan kaki selama 30 menit minimal lima kali seminggu, sangat dianjurkan. Namun, berapa banyak dari kita yang benar-benar melakukan anjuran ini secara rutin?
"Gaya hidup kita saat ini sudah bergeser dari yang aktif menjadi lebih banyak duduk, dan ini semua berkontribusi pada peningkatan risiko stroke," tambahnya.
Penanganan Stroke yang Masih Perlu Dioptimalkan
Di Indonesia, layanan kesehatan untuk penanganan stroke masih tertinggal dibandingkan layanan untuk penyakit jantung. RSPON sebagai pusat rujukan nasional terus berupaya meningkatkan pelayanan agar kualitas hidup pasien stroke bisa lebih baik.
"Kami tidak ingin menjadi rumah sakit dengan jumlah pasien stroke terbanyak. Kami berupaya agar jumlah kasus ini dapat ditekan serendah mungkin," ujar Adin.
Peluncuran Layanan Terbaru: Comprehensive Carotid Center
Hari ini, Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) resmi meluncurkan layanan terbaru mereka, Comprehensive Carotid Center. Peluncuran ini dilakukan melalui workshop dan seminar gratis yang dihadiri oleh berbagai rumah sakit jejaring stroke nasional, serta melibatkan pakar stroke terkemuka dari dalam dan luar negeri.
Adin menegaskan bahwa masih terdapat keterbatasan sarana untuk penanganan stroke, terutama di daerah. Kecepatan tindakan sangatlah krusial untuk meminimalkan kerusakan otak dan mencegah kecacatan. Namun, upaya pencegahan stroke juga tidak kalah penting.
"Layanan Comprehensive Carotid Center ini menjadi kunci dalam upaya pencegahan stroke dan diharapkan mampu menurunkan angka kecacatan dan kematian yang disebabkan oleh stroke," katanya.
Dengan fokus pada deteksi dini dan penanganan masalah pada arteri karotis, layanan ini merupakan langkah penting dalam memitigasi risiko stroke bagi pasien di Indonesia.
Advertisement
Kolaborasi Inovatif dengan ITB
Sebagai bagian dari upaya peningkatan layanan ini, RS PON menjalin kerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam mengembangkan carotid artery model.
"Model ini merupakan yang pertama di Indonesia yang mampu mensimulasikan arteri karotis dengan kondisi mendekati yang ada pada tubuh manusia. Inovasi ini dirancang untuk membantu para ahli dalam mempersiapkan tindakan operasi pada arteri karotis secara lebih efektif dan presisi," kata Pakar Teknik Biomedia dan Neuroscience dari ITB, Muhammad Shiddiq Sayyid Hashuro, S.T, M.Eng., Ph.D.