Pengamat: Hukuman Mati bagi Pelaku Korupsi Tak Bisa Ditawar

Korupsi justru lebih berbahaya dan punya dampak besar dibanding hukuman mati kepada satu oknum.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 29 Okt 2024, 14:40 WIB
Ilustrasi Korupsi (sumber: pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menekankan upaya mitigasi tindak korupsi di kabinet pemerintahannya. Hal itu digaungkan sejumlah menteri usai mengikuti Retreat Kabinet Merah Putih di Magelang, Jawa Tengah beberapa waktu lalu. 

Merespons hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio meminta keseriusan pemerintah baru dalam mengantisipasi aksi korupsi. Tak tanggung-tanggung, ia meminta hukuman mati diadakan bagi para oknum yang sudah sangat merugikan negara. 

"Ya yang ketauan korupsi pecat dan tembak mati karena menyusahkan bangsa ini," kata Agus Pambagio kepada Liputan6.com, Selasa (29/10/2024).

Adapun penerapan pidana mati memang jadi salah satu hukuman yang sah secara regulasi. Tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. 

Kendati begitu, Ketua Komnas HAM periode 2017-2022 Ahmad Taufan Damanik sempat menilai bahwa hukuman mati bukan solusi pemberantasan korupsi. Lantaran dianggap tidak cukup efektif mengatasi korupsi, juga bertentangan dengan norma hak asasi manusia. 

Namun, Agus menyebut korupsi justru lebih berbahaya dan punya dampak besar dibanding hukuman mati kepada satu oknum. Tanpa hukuman berat, ia menegaskan korupsi di Indonesia akan semakin parah. 

"Hidup itu pilihan. Kasus korupsi kita lebih mencelakakan HAM publik. Bela HAM 1 atau 2 orang apa bela publik yang menderita karena dana publik dikorupsi? Silakan pilih," tegas dia. 


MA Kecewa 3 Hakim Terjaring OTT Kasus Suap Ronald Tannur, Singgung Kenaikan Gaji

Sebelumnya Kejaksaan Agung resmi menetapkan tiga hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul sebagai tersangka penerima suap dalam kasus vonis bebas pembunuhan Gregorius Ronald Tannur. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menyatakan kecewa atas perilaku hakim nakal yang belakangan diamankan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam operasi tangkap tangan (OTT), terkait dugaan suap atas vonis bebas Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti. Hal itu terjadi belum lama dari ditekennya kenaikan gaji dan tunjangan hakim.

“Terhadap peristiwa tersebut MA merasa kecewa dan prihatin, karena peristiwa ini telah mencederai kebahagiaan dan rasa syukur terhadap rekan-rekan hakim seluruh Indonesia atas perhatian pemerintah yang telah menaikkan tunjangan dan gaji hakim,” tutur Juru Bicara MA Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).

 Kenaikan gaji dan tunjangan hakim itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2024, tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 94 Tahun 2012 mengenai hak keuangan dan fasilitas hakim di bawah Mahkamah Agung (MA).

“Terhadap tiga orang hakim pengadilan di Surabaya tersebut setelah mendapatkan kepastian dilakukan penahanan oleh Kejaksanaan Agung, maka secara administrasi hakim tersebut akan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh presiden atas usul MA,” jelas dia.

Yanto menegaskan MA menghormati segala proses hukum yang tengah berlangsung di Kejagung terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diduga terlibat suap atas vonis bebas terdakwa Ronald Tannur.

“Dan apabila di kemudian hari dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka ketiga hakim tersebut akan diusulkan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Presiden,” Yanto menandaskan.


MA Berhentikan Sementara 3 Hakim PN Surabaya

Mahkamah Agung (MA) menghormati langkah hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait kasus dugaan suap atas putusan bebas Ronald Tannur. Ketiganya pun resmi diberhentikan sementara dari jabatannya.

“Terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya tersebut, setelah mendapatkan kepastian dilakukan penahanan oleh Kejaksaan Agung, maka secara administrasi, hakim tersebut akan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh presiden atas usul Mahkamah Agung,” tutur Juru Bicara MA Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).

Yanto menegaskan, ketiganya terancam dipecat tidak hormat apabila nantinya divonis bersalah lewat putusan yang berkekuatan hukum tetap.

"Terhadap hal tersebut Mahkamah Agung menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap 3 oknum hakim Pengadilan Negeri Surabaya," jelas dia.

Tentunya, penegakan hukum terhadap ketiga hakim tersebut pastinya tetap mengutamakan asas praduga tak bersalah. Dia yakin penyidik Kejagung akan bekerja secara profesional.

"Tetap menjunjung asas praduga tak bersalah. Jadi Mahkamah Agung menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung," Yanto menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya