Kasus Kanker Payudara di Negara Maju Lebih Tinggi tapi Kematiannya Lebih Rendah dari Negara Berkembang

Jumlah kasus kanker di negara maju, termasuk kanker payudara, umumnya lebih tinggi dibanding negara berkembang. Namun sebaliknya, angka kematian justru lebih rendah.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 29 Okt 2024, 20:00 WIB
Kasus Kanker Payudara di Negara Maju Lebih Tinggi tapi Kematiannya Lebih Rendah Ketimbang Negara Berkembang, Kok Bisa? Foto: Dok. Pribadi.

Liputan6.com, Jakarta - Tingginya angka kematian akibat kanker payudara salah satunya dipicu oleh rendahnya kesadaran untuk melakukan deteksi dini.

Riset Penyakit Tidak Menular (PTM) pada 2016 menunjukkan 53,7 persen masyarakat Indonesia tidak pernah melakukan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri). Padahal, ini adalah salah satu metode paling sederhana untuk mendeteksi benjolan dan ketidaknormalan yang mengindikasikan gejala awal kanker payudara.

Di seluruh dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan 2,3 juta perempuan didiagnosis kanker payudara pada 2022 dengan angka kematian 670.000 kasus. Sementara itu, GLOBOCAN 2022 mencatat kanker payudara sebagai kanker terbanyak pada perempuan Indonesia dengan 66.271 kasus atau 30,1 persen dengan jumlah kematian sebanyak 22.598 atau 9,3 persen. Angka ini menempatkan kanker payudara sebagai jenis kanker paling mematikan di Indonesia.

“Orang Indonesia itu nggak mau tahu, takut kalau cek jadi tahu,” kata dokter ahli kanker dari RS Kanker Dharmais, Prof. dr. Noorwati Sutandyo, SpPD-KHOM, dalam keterangan pers dikutip Selasa (29/10/2024).

Profesor yang akrab disapa Noor menambahkan, kondisi ini menjelaskan tingginya angka kematian akibat kanker secara umum di negara-negara miskin dan berkembang dibanding di negara maju.

Jumlah kasus kanker di negara maju, termasuk kanker payudara, umumnya lebih tinggi dibanding negara berkembang. Namun sebaliknya, angka kematian justru lebih rendah karena biasanya ditemukan pada stadium awal sehingga keberhasilan terapinya lebih tinggi. Di negara maju, kebiasaan deteksi dini sudah sangat dipahami dan diminati orang.

“Kalau di tempat kita, pasien sudah besar (kankernya) dan luka dulu, sudah stadium 4, masih berobat ke paranormal dulu baru ke medis,” ujar Noor.


Kapan Waktu Tepat Lakukan SADARI?

Staf pengajar di Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu menambahkan, edukasi masif tentang pentingnya melakukan SADARI masih perlu dilakukan.

Dibanding metode deteksi dini kanker payudara yang lain, SADARI paling sederhana dan bisa dilakukan sendiri sejak usia remaja, sekurang-kurangnya sebulan sekali setelah haid, antara hari ke-7 hingga hari ke-10 dalam siklus menstruasi.

Bagaimana Cara Melakukan SADARI?

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan SADARI yakni:

  • Lakukan sebulan sekali, setelah haid, pada hari ke-7 hingga ke-10 dihitung dari hari pertama haid.
  • Lakukan dengan posisi berdiri tegak terlebih dahulu, lalu condongkan bahu ke depan sehingga payudara menggantung.
  • Gunakan 3 ujung jari yang dirapatkan, bukan dengan telapak tangan.
  • Raba dan pijat area payudara hingga ketiak, lalu pencet/cubit puting untuk melihat apakah ada cairan
  • Lakukan kembali dengan posisi berbaring, dengan bantal di bawah pundak.

5 Gejala Kanker Payudara yang Bisa Terdeteksi dengan SADARI

Beberapa gejala awal kanker payudara yang dapat teramati melalui SADARI menurut Noor adalah:

Kemunculan Benjolan

Salah satu gejala awal kanker payudara yang bisa terdeteksi melalui SADARI adalah benjolan atau tumor. Menurut Noor, sekitar 80 persen benjolan dapat terdeteksi lewat SADARI.

Benjolan yang merupakan gejala kanker payudara bisa terasa nyeri, bisa juga tidak. Sekecil apapun, benjolan yang tidak seharusnya ada di payudara harus diwaspadai.

“Teraba benjolan kecil seukuran 1cm itu jumlah sel kankernya sudah 10 pangkat 9, sudah 1 miliar sel. Jadi jangan terlambat,” pesan Prof Noor.

Puting Tertarik ke Dalam

Gejala kanker payudara lain yang dapat terdeteksi dengan SADARI adalah puting yang tertarik ke dalam atau inverted nipple.

Sekalipun tidak disertai benjolan, puting yang tertarik ke dalam harus diwaspadai, utamanya jika perubahan tersebut muncul tiba-tiba. Puting yang tiba-tiba tertarik ke dalam dapat menandakan adanya sel-sel kanker pada jaringan di belakang puting susu, yang menyebabkan kulit tertarik ke dalam.


Keluar Cairan dari Puting Susu

Gejala awal kanker payudara juga dapat ditandai dengan keluarnya cairan dari puting susu ketika seorang perempuan tidak sedang menyusui. Cairan yang dimaksud dapat berupa cairan bening ataupun bercak darah.

“Segala sesuatu yang keluar dari puting pada ibu yang tidak atau belum menyusui, adalah tidak normal,” imbuh Noor.

Perubahan pada Kulit Payudara

Perubahan apapun yang terjadi pada permukaan payudara dapat menjadi tanda awal kanker payudara. Salah satu yang kerap terabaikan adalah tekstur berkerut seperti kulit jeruk, yang bisa muncul tanpa disertai tumor atau benjolan.

Meski lebih jarang, kulit yang melekuk ke dalam juga perlu dicurigai sebagai gejala awal kanker payudara.

Payudara yang mengeras pada ibu hamil dan menyusui juga terkadang menyamarkan gejala kanker, sehingga kerap terabaikan. Jika disertai perubahan warna kulit menjadi kemerahan, maka sebaiknya diperiksakan.

“Sering dikira karena air susu, padahal ini adalah kanker,” jelas Noor.

Perubahan Bentuk

Bentuk payudara yang tidak simetris antara kiri dan kanan umumnya tidak berbahaya, banyak perempuan mengalaminya. Namun apabila mengalami perubahan bentuk dan ukuran yang tidak sewajarnya, maka sebaiknya melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

(Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya