Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyoroti beberapa regulasi yang menghambat usaha penangkapan ikan di Indonesia.
Ketua Bidang Perikanan dan Peternakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hendra Sugandhi mengatakan, regulasi yang menghambat tersebut di antaranya, yang pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Advertisement
Ada PP tersebut membuat kapal penangkapan ikan banyak yang berhenti beroperasi, akibat tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terlalu tinggi yang sangat memberatkan nelayan.
"Intinya, kalau bicara mengenai penangkapan ikan kalau 10 persen untuk (kapal perikanan) 60 GT, itu siapa yang menjamin usaha perikanan itu untung? sehingga kebijakan ini berawal dari kekeliruan, tarif sebetulnya tidak dinaikkan," kata Hendra dalam Diskusi Publik KNTI 'Arah Kebijakan Baru Pemerintah Indonesia pada Tata Kelola Perikanan', Selasa (29/10/2024).
Oleh karena itu, APINDO mengusulkan agar tarif PNBP untuk kapal perikanan 5-59 GT dari 5 persen menjadi 2 persen, dan untuk kapal perikanan 60 GT juga diturunkan menjadi 2 persen dari semula 10 persen.
"Saya usulkan jadi tarif tunggal, untuk mencegah penyimpangan. Kalau ada dua tarif ini akan berbahaya, karena bedanya hampir setengahnya. Kapal yang beroperasi kemungkinan bisa melakukan penyimpangan," ujar Ketua Bidang Perikanan dan Peternakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hendra Sugandhi.
Regulasi kedua, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) Nomor 5 Tahun 2022 adalah peraturan yang mencabut Permen KKP Nomor 36/Permen-KP/2015. Permen KKP Nomor 36/Permen-KP/2015 mengatur tentang kriteria dan pengelompokan skala kecil, skala menengah, dan skala besar dalam pungutan hasil perikanan.
Melalui Permen KKP tarif denda pelanggaran wilayah penangkapan ikan 1.000 persen tidak proporsional dan memberatkan nelayan. Besarnya denda nilainya hampir setara harga kapal nelayan. Sangat kontraprodukif sehingga mematikan keberlangsungan usaha penangkapan ikan.
"Ternyata yang saya keritisi 1.000 persen mematikan usaha penangkapan ikan ini akhirnya sebentar lagi akan direvisi," ujarnya,
Peraturan Pemerintah
Ketiga, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 adalah peraturan yang mengatur tentang penangkapan ikan terukur. Ia menilai kuota jumlah tangkapan ikan mengabaikan status tingkat pemanfaatan.
Selain itu, JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan) hanya estimasi bukan angka pasti jika over estimasi membahayakan keberlanjutan sumber daya ikan. Kemudian, ia menyebut sistem kuota penangkapan ikan terukur (PIT) juga berpotensi melahirkan rent seeker.
Rent seeker adalah pelaku yang mencari keuntungan ekonomi dengan cara memanipulasi atau merekayasa aturan, kebijakan, tarif, regulasi, politik, dan alokasi anggaran negara.
Alhasil, menurut Hendra, jika kuota PIT dijual ke pihak asing akan membahayakan keberlangsungan usaha penangkapa ikan nelayan lokal. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar mencabut PP tersebut.
Advertisement
APINDO: Kontribusi Perikanan ke PDB Nasional Era Jokowi Melonjak
Sebelumnya, Ketua Bidang Perikanan dan Peternakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hendra Sugandhi, menyampaikan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kontribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional selama 10 tahun periode 2014-2023 mengalami tren kenaikan.
"Kalau kita lihat selama satu dekade, itu berkisar antara 2,3% sampai 2,66%. Ini kalau kita lihat, ada kenaikan tertinggi pada saat 2020. Kontribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional. Kemudian mulai menurun lagi. Tetapi overall trend-nya menaik," kata Hendra dalam Diskusi Publik KNTI 'Arah Kebijakan Baru Pemerintah Indonesia pada Tata Kelola Perikanan', Selasa (29/10/2024).
Kendati demikian, walaupun tren kontribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional selama satu dekade mengalami kenaikan, banyak pihak yang mengeluhkan hal tersebut. Lantaran, sektor perikanan dianggap masih kecil konribusinya terhadap PDB nasional.
"Tetapi ini juga dikeluhkan oleh banyak pihak, termasuk Menteri Keuangan, bahwa kontribusi sektor perikanan ini is almost nothing. Karena waktu 2020 aja dianggap is almost nothing 2,8%, 2,799 persen di bulatkan," ujarnya.
Kontribusi terhadap PDB
Meskipun begitu, Hendra menilai jika dilihat dari peringkat berdasarkan kontribusi terhadap PDB, sektor perikanan berada di posisi ke-11. Artinya, masih mumpuni kontribusinya.
Adapun sektor yang kontribusinya terbesar terhadap PDB nasional, di antaranya industri pengolahan; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; pertambangan dan penggalian; kontruksi; pertanian dan kehutanan; transportasi dan pergudangan; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; baru sektor perikanan.
"Nah, tetapi sebetulnya kalau kita lihat peringkat berdasarkan kontribusi PDB, tidak jelek-jelek amat. Kontribusi sektor perikanan itu berada di peringkat ke-11. Ya, diantara sektor-sektor yang dikategorikan berkontribusi ke PDB nasional," pungkasnya.
Advertisement