Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyoroti total investasi di sektor perikanan di Indonesia sangat kecil, yakni selama 10 tahun periode 2014-2023 hanya mencapai Rp11,7 triliun.
Hal itu disampaikan Ketua Bidang Perikanan dan Peternakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hendra Sugandhi, dalam Diskusi Publik KNTI 'Arah Kebijakan Baru Pemerintah Indonesia pada Tata Kelola Perikanan', Selasa (29/10/2024).
Advertisement
"Ini investasi kita. Kalau kita lihat kan dari 2023 hanya Rp2,9 triliun. Dan yang ironisnya, dalam satu dekade itu, investasi sektor perikanan hanya sekitar Rp 11,7 triliun. Ini sangat minim sekali," kata Hendra.
Menurutnya, jika ingin sektor perikanan di Indonesia maju maka investasi di sektor ini harus besar. Pasalnya, Indonesia merupakan negara maritim, wilayah Indonesia mayoritas 70 persen lautan dan 30 persen daratan, sehingga potensi untuk mengembangkan sektor kelautan dan perikanan dalam negeri sangat besar.
"Bagaimana mau menggerakkan berkontribusi lebih besar kalau dari nilai investasi ini, karena komponen yang paling penting menurut saya justru investasi. Karena dia akan create job," ujarnya.
Bahkan selama satu dekade, peringkat realisasi penanaman modal asing dan dalam negeri berdasarkan sektor, sektor perikanan paling terbawah dari 23 peringkat.
"Nah, dari 23 sektor, sektor perikanan ini terbawah dalam 10 tahun ini. Sangat kecil. Jadi ini sebetulnya ironis," ujarnya.
Disisi lain, di era kepemimpinan Pemerintahan baru, jumlah komoditas yang akan dihilirisasi ditingkatkan, dari semula 21 komoditas menjadi 28 komoditas termasuk sektor perikanan. APINDO pun menyambut baik hal tersebut, dan berharap penyaluran investasi di sektor perikanan bisa ditingkatkan di era Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Ini salah satu dari 28 komoditas, sektor yang akan dilirisasi, tadinya 21 ya, berdasarkan BKPM. Sekarang katanya 28 komoditas. Empat diantaranya adalah komoditas perikanan. Jadi, cukup signifikan, sektor perikanan ini termasuk program hilirisasi," pungkasnya.
Pendapatan Sektor Perikanan di Era Prabowo Bisa Tembus Rp 41,62 Triliun
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI periode 2024-2029 Rokhmin Dahuri, memproyeksikan pendapatan Indonesia di sektor perikanan bisa mencapai Rp41,62 triliun jika Pemerintah mampu mengembangkan 2.000 kapal ikan modern di perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
"Kami pernah menghitung, kalau kita mengembangkan 2.000 kapal modern saja di perairan Indonesia maka pendapatan bersihnya sekitar Rp41,62 triliun," kata Rokhmin dalam Diskusi Publik KNTI 'Arah Kebijakan Baru Pemerintah Indonesia pada Tata Kelola Perikanan', Selasa (29/10/2024).
Bahkan, kata Rokhmin, jika Indonesia mampu mengembangkan hingga 5.000 kapal ikan modern maka bisa memperoleh pendapatan di sektor perikanan sebesar Rp104 triliun.
"Nah, kalau usulan saya 5.000 kapal, kita bisa dapat Rp104 triliun. Kalau dilakukan kemarin-kemarin pak Prabowo makin demen sama maritim," ujarnya.
Namun untuk mewujudkan hal itu, Pemerintah melalui KKP terlebih dahulu harus bisa melakukan revitalisasi seluruh pelabuhan perikanan supaya tidak hanya sebagai tambat-labuh kapal ikan, tetapi juga sebagai kawasan Industri Perikanan Terpadu yakni, tersedia industri hulu hingga hilirnya, dan tersedia jasa penunjang, dan memenuhi persyaratan sanitasi, higienis serta kualutas dan keamanan pangan bagi hasil tangkap ikan nelayan.
"Mimpi saya maunya pelabuhan Indonesia macam di Islandia yang terintegrasi," ujarnya.
Kemudian, BUMN maupun BUMD, koperasi dan swasta menyediakan sarana produksi perbekalan melaut seperti kapal ikan, alat tangkap, mesin kapal, BBM, energi terbarukan, beras dan lainnya yang berkualitas tinggi, dengan harga relatif murah, dan kuantitas mencukupi untuk nelayan di Indonesia.
Advertisement
Ikan Hasil Tangkapan Nelayan
Selain itu, yang tak kalah penting, Pemerintah harus menjamin seluruh ikan hasil tangkapan nelayan di seluruh wilayah NKRI dapat dijual dengan harga sesuai nilai keekonomian yakni menguntungkan nelayan, dan tidak memberatkan konsumen dalam negeri.
Selanjutnya, ia mengusulkan agar pemerintah menyediakan mata pencaharian alternatif bagi nelayan. Dimana pada saat nelayan tidak bisa melaut karena paceklik ikan maupun cuaca buruk biasanya berlangsung 3-4 bulan dalam setahun, Pemerintah wajib menyediakan mata pencaharian alternatif seperti menyediakan perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, pariwisata bahari, agroindustri, dan potensi ekonomi lokal lainnya.
"Supaya nelayan tidak terjerat rentenis, seperti selama ini," pungkasnya.