Indonesia Gabung BRICS, Ini Analisis Profesor Saint Petersburg

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mendaftarkan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab (UEA).

oleh Aries Setiawan diperbarui 29 Okt 2024, 21:45 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden China Xi Jinping, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Sugiono dan sejumlah pemimpin negara/utusan khusus berpose saat menghadiri KTT BRICS di Kazan, Rusia, Kamis, (24/10/2024). (Alexander Nemenov, Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mendaftarkan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Pendaftaran itu dilakukan melalui penyampaian surat ketertarikan atau expression of interest oleh Menteri Luar Negeri Sugiono dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia 24 Oktober 2024.

Selain mendaftar BRICS, Indonesia juga kini menjadi mitra resmi blok tersebut. Bukan hanya Indonesia, ada 12 negara lain yang bergabung yakni, Malaysia, Thailand, Vietnam, Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Nigeria, Turki, Uganda, dan Uzbekistan.

Guru Besar Hubungan Internasional Universitas St.Petersburg, Connie Rahakundini Bakrie, menyatakan langkah Indonesia yang menunjukkan minat untuk berpartisipasi dalam KTT BRICS di Kazan dianggap sebagai simbol dari kepercayaan bahwa BRICS bisa jadi alternatif terhadap sistem Barat, termasuk hegemoni dolar.

"Saya kira dengan mengirimkan menteri luar negeri baru ke Kazan, Presiden Prabowo telah menunjukkan kepada beberapa pemimpin terkemuka BRICS, terutama Putin dan Xi, bahwa mereka 'percaya' terhadap BRICS untuk menyeimbangkan perekonomian dunia, karena BRICS memberikan alternatif bagi perekonomian dunia. Sistem keuangan yang didominasi Barat," kata Connie Rahakundini Bakrie dalam keterangannya, Selasa (29/10/2024).

Profesor asal Indonesia yang kini dipercaya mengajar di universitas tertua di Rusia itu menilai, BRICS dapat memberikan kemandirian yang jauh lebih besar dari dolar AS. Sebab, menurutnya, organisasi tersebut menyatukan perekonomian, sumber daya, dan populasi yang besar dan beragam,

"Yang tidak diragukan lagi menawarkan penyeimbang baru dalam perdagangan, keuangan, mata uang, dan kebijakan ekonomi global," kata Connie Bakrie.

Pakar bidang militer dan pertahanan keamanan itu bertanya-tanya apakah Presiden Prabowo Subianto akan berupaya menjadikan BRICS sebagai aliansi keamanan baru jika Indonesia bergabung setelah pertemuan Kazan.

"Menurut saya, BRICS jika menjadi aliansi keamanan berpotensi mengimbangi aliansi Barat seperti NATO dengan memberikan pengaruh lebih besar kepada Indonesia dalam masalah keamanan regional dan mengurangi terlalu banyak kekuatan militer Barat di kawasan Asia Tenggara," jelas Connie Bakrie.

Sebelumnya, pada KTT BRICS ke-16, Indonesia diakui sebagai salah satu dari 13 negara mitra BRICS. Negara-negara Asia Tenggara lainnya yang diakui sebagai negara mitra yakni Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Baca juga Apa Keuntungan Indonesia Gabung BRICS dan OECD?


Rusia Sambut Baik Indonesia Gabung BRICS

Duta Besar Rusia untuk Indonesia Sergei Gennadievich Tolchenov dalam pernyataan pers kepada media di kediamannya di Jakarta, Selasa (20/8/2024). (Liputan6/Benedikta Miranti)

Rusia menyambut baik keinginan Indonesia untuk bergabung sebagai anggota BRICS. Hal itu disampaikan oleh Duta Besar Rusia untuk RI Sergey Tolchenov. Menurutnya, ini merupakan langkah penting.

"Keinginan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS merupakan langkah penting. Saya sangat senang Indonesia akan bergabung dalam kelompok ini. Saya harap ini juga akan membantu hubungan bilateral kita," kata Dubes Tolchenov dalam press briefing bersama awak media di kediamannya yang terletak di Jakarta Selatan pada Senin (28/10/2024).

"Saya yakin hal-hal terpenting yang dapat kita lakukan secara bilateral. Tetapi, BRICS akan menjadi pilihan lain untuk membahas beberapa isu multilateral mengenai politik, ekonomi, pertukaran budaya, sosial-ekonomi," ujar Tolchenov.

Dubes Tolchenov mengatakan, beberapa negara telah menyatakan keinginannya untuk menjadi negara mitra BRICS. Jumlahnya ada 13 negara. Seperti yang telah disebutkan oleh Presiden Vladimir Putin, akan ada proses pembentukan hubungan antara BRICS dan para mitra ini.

Berdasarkan skenario ini, para mitra akan mengirimkan surat resmi untuk mengajukan kemitraan dengan BRICS. Kemudian, BRICS akan mengundang mereka untuk berpartisipasi dalam semua acara besar BRICS.

"Kita semua memahami bahwa Indonesia adalah salah satu negara tersebut dan kami sangat senang bahwa presiden baru Indonesia yaitu Prabowo Subianto mengambil keputusan seperti itu," kata Dubes Tolchenov.

"Sejak awal kami menyebutkan bahwa kami percaya bahwa Indonesia adalah negara yang sangat solid, negara yang sangat besar, negara yang sangat penting, dan kami benar-benar percaya bahwa Indonesia dapat menjalin kontak dan hubungan dengan BRICS dan menjadi mitranya."

Dubes Tolchenov mengatakan, selama pertemuan puncak di Kazan ini, banyak topik telah dibahas, semuanya telah tercermin dalam Deklarasi Kazan.

"Dalam deklarasi tersebut menyebutkan banyak kerja sama di berbagai bidang. Tentu saja tidak hanya politik, tetapi juga investasi ekonomi, perdagangan, cara menetapkan pembayaran dan penyelesaian dalam keuangan antara negara-negara anggota BRICS," kata Dubes Tolchenov.

Baca juga Negara BRICS Rilis Pernyataan Bersama Soal Lingkungan, Ini Isinya

Infografis 17 Prioritas dan 8 Program Percepatan Kabinet Prabowo-Gibran. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya