Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menegaskan pengurangan jumlah petani bukan karena banyak yang beralih bermain TikTok atau jadi Tiktokers. Namun, ada banyak faktor lainnya yang mempengaruhi.
Diketahui, sejumlah kontek TikTok yang dibuat kelompok petani sempat ramai di media sosial. Bahkan, dikabarkan para petani itu beralih dari kegiatan bertaninya untuk membuat konten joget-joget di platform media sosial TikTok.
Advertisement
Sudaryono bilang, pengurangan jumlah petani bukan karena banyak yang beralih menjadi TikTokers. Menurutnya, banyak aspek yang harus dikaji soal jumlah petani tadi.
"Ya kan bukan karena TikTok juga, ya kan? Ini gini, ini perlu kita kaji, tapi contohnya gini, satu petani punya tanah 1 hektare, anaknya 4, anaknya 3, oke dia bagi, masih cukup, tiga-tiganya jadi petani bisa," ujar Sudaryono di Kantor Kementan, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
"Tapi kalau tanahnya itu mungkin 1/4 hektare atau setengah hektare aja, dia bisa hidup pas-pasan dari tanah itu, terus anaknya 3, kan terus yang bertani kan pasti satu di antara tiga, nggak mungkin dibelah tiga-tiganya terus semua bertani," sambungnya.
Pertumbuhan Penduduk
Dia mengatakan, pertumbuhan penduduk dan penambahan jumlah lahan pertanian yang tak seimbang jadi salah satu faktor kurangnya petani. Di sisi lain, banyak anak petani yang tak lagi bertani karena alasan ekonomi atau penghasilan yang didapatkan.
"Begitu anaknya udah gede-gede udah sekolah udah sarjana, bapaknya kan masih bertani, bukan berarti nggak mau, nggak mau ikut bertani, tapi kan keuntungan bertani kan nggak cukup untuk dibagi-bagi itu loh," jelas Wamentan.
Pertanian Modern
Sudaryono tak patah arang. Dia meramu sejumlah program untuk anak muda ikut terlibat untuk bertani. Misalnya, melalui konsep pertanian moderen yang memanfaatkan teknologi mutakhir, mulai dari drone hingga internet of things (IoT).
"Jadi semua itu udah ada beberapa, nah kita ada program namanya YES, YES itu program youth gitu lho, jadi kayak pertani millenial gitu, sudah jalan beberapa tahun dan hasilnya baik, walaupun tidak semasif yang kita inginkan, tapi sebagai awalan saya kira juga hal yang baik," ucapnya.
Dia menjelaskan, di sisi lain, banyak juga petani muda yang berhasil untuk mengekspor hasil panennya. Mulai dari buah melon, mangga, hingga jahe.
"Jadi di luar banyak orang mengatakan pertanian itu, wah ini tua dan lain-lain, banyak kok, petani-petani muda kita yang ekspor melon, di ekspor manga, di ekspor jahe, di ekspor," ungkap Sudaryono.
Advertisement
Tanggapi Petani Viral Main TikTok
Diberitakan sebelumnya, viral sebuah kampung di Sukabumi, Jawa Barat menampilkan banyak petani yang membuat konten TikTok atau menjadi TikTokers. Wakil Menteri Pertanian Sudaryono ikut buka suara.
Sudaryono mengatakan, fenomena petani tersebut bermain TikTok bukan merupakan alih profesi. Dia tak ambil pusing soal banyak petani yang menjadi kreator konten.
"Terus apa salahnya? Kalau alih sih enggak lah, dia tetap bertani. Tapi dia dapat lumayan jadi content creator. Saya kira selama dia tidak melanggar hukum ya kita hargai," ujar Sudaryono, di Kantor Kementan, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Dia mengakui, banyak petani yang membuat konten dari kesehariannya. Bahkan, ada yang melakukan live streaming saat menjalani kegiatan pertaniannya.
"Dan banyak juga aku lihat ya, content creator itu dia sambil ngarit, sambil live kan. Banyak orang yang barangkali orang kota yang nggak pernah lihat ngarit itu ngapain sih, ngarit itu ngapain, dia bisa lihat," bebernya.
Sudaryono bilang, selama konten yang disajikan berdampak positif, itu bukan menjadi masalah. Namun, dia menyoroti konten yang memuat adegan mandi lumpur dan semacamnya yang sepatutnya tidak dilakukan. "Saya kira yang tidak positif kan kayak konten-konten yang ngarang-ngarang lah, saya kira juga perlu juga kayak orang mandi lumpur dan lain-lain, itu mungkin perlu dikaji," ucapnya.
"Tapi bukan ranah saya untuk mengomentar itu, tapi yang jelas terkait petani yang konten, di sawah dia kontenin, dia tanam singkong dia kontenin, saya kira nggak ada masalah," imbuh dia.