Studi: Perubahan Iklim Mengganggu Tidur Manusia Lantaran Malam Hari Semakin Panas

2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat. Dimana masa tidur manusia hilang sebanyak enam persen.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 30 Okt 2024, 20:17 WIB
Ilustrasi Faktor Stres dan Kurang Tidur Credit: pexels.com/Ana

Liputan6.com, New York - Akibat perubahan iklim, suhu meningkat termasuk di malam hari. Suhu malam yang tinggi ini dilaporkan menyebabkan hilangnya lima persen jam tidur masyarakat di seluruh dunia.

Hal ini terjadi selama lima tahun terakhir dibandingkan dengan periode antara 1986 dan 2005, menurut edisi terbaru dari Lancet’s study of climate and health.

Dikutip dari laman SCMP, Rabu (30/10/2024) ini menandai pertama kalinya jurnal medis bergengsi tersebut meneliti metrik soal masalah tersebut.

Hilangnya masa tidur mencapai puncaknya pada tahun 2023, tahun terpanas yang pernah tercatat, ketika terjadi peningkatan sebesar enam persen.

Laporan Lancet Countdown tahunan kedelapan tentang kesehatan dan perubahan iklim yang ditulis oleh 122 pakar global, menemukan bahwa suhu tinggi, kekeringan, dan curah hujan yang tinggi semakin memengaruhi kesehatan manusia.

Pada tahun 2023, rekor 512 miliar jam kerja potensial hilang secara global karena suhu tinggi. Kematian akibat panas pada orang yang berusia di atas 65 tahun mencapai tingkat tertinggi yang pernah tercatat, 167 persen lebih tinggi pada tahun 1990-an.

"Ini bukan hanya tentang peristiwa cuaca ekstrem", kata Jeremy Farrar, kepala ilmuwan di Organisasi Kesehatan Dunia.

"Ini terjadi setiap minggu, setiap bulan dalam setahun, dan berdampak pada kesehatan kita semua."

Di banyak tempat, suhu malam hari meningkat lebih cepat daripada suhu siang hari.

Selain memengaruhi tidur, kepanasan di malam hari juga mengurangi kemampuan tubuh untuk mendinginkan diri dan memulihkan diri dari panasnya siang hari.

Sehingga memperburuk kondisi tubuh akibat gelombang panas, terutama di antara orang-orang dengan masalah jantung dan pernapasan yang sudah ada sebelumnya.


Data Pelacakan Tidur

Studi: Menambah Jam Tidur Selama Setengah Jam Bantu Tingkatkan Kualitas Kinerja Tenaga Medis (dok. Pexels/ Ketut Subiyanto)

Penelitian ini menggunakan data pelacakan tidur dan suhu historis untuk memperkirakan dampak suhu malam hari yang tinggi pada tidur selama beberapa tahun. Peningkatan terbesar dalam kehilangan tidur terjadi di Timur Tengah dan Afrika sub-Sahara.

Bahkan di daerah beriklim sedang, kepanasan di malam hari dapat diperburuk oleh desain bangunan yang buruk yang membuat suhu dalam ruangan lebih hangat daripada suhu luar ruangan.

Bangunan dapat diberi ventilasi atau naungan yang lebih baik untuk mengurangi seberapa banyak panas yang dihasilkannya di siang hari dan seberapa banyak panas yang ditahannya. Permintaan daya dari penggunaan AC diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050.

Kurang tidur berdampak negatif pada rentang perhatian dan kualitas hidup, serta dapat berdampak buruk pada kondisi kesehatan lainnya.

Kevin Lomas, seorang profesor simulasi bangunan di Universitas Loughborough yang mempelajari hubungan antara panas dan tidur, telah menemukan di Inggris bahwa suhu kamar tidur yang lebih tinggi dari sekitar 27 Celcius adalah ambang batas saat orang kesulitan untuk mendinginkan diri.

"Begitu Anda mulai mengubah seberapa banyak orang tidur, konsekuensinya bukan hanya hal-hal yang relatif sepele," kata Lomas.

"Konsekuensinya bisa bersifat jangka panjang."

Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya