Mahfud Md Minta MA dan Kejagung Buat Tim, Bongkar Mafia Peradilan

Mantan Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, munculnya kasus penangkapan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar terkait dugaan suap atas putusan Ronald Tannur menjadi momentum untuk pemerintah membenahi masalah hukum di area peradilan.

oleh Tim News diperbarui 30 Okt 2024, 14:50 WIB
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut tiga Mahfud MD. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra).

Liputan6.com, Jakarta Mantan Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, munculnya kasus penangkapan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar terkait dugaan suap atas putusan Ronald Tannur menjadi momentum untuk pemerintah membenahi masalah hukum di area peradilan.

Dia menyarankan, agar MA dan Kejaksaan Agung membentuk tim gabungan untuk mengembangkan kasus Zarof sebagai pintu masuk membongkar mafia peradilan.

"Sekarang coba berbuat untuk republik ini, dibentuk tim, dibuka itu semua. Suruh Jaksa Agung, kalua perlu bentuk tim gabungan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung untuk membuka, membongkar kasus ini. Nanti pro justicia-nya biar Jaksa Agung," kata Mahfud Md dalam keterangannya, Selasa (29/10/2024).

Mahfud Md juga menyinggung soal peran Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan MA yang dipandangnya selama ini masih tidak efektif.

Mahfud Md meyakini, di MA masih banyak mafia-mafia peradilan karena sempat menjadi sarang terjadinya permainan untuk mengatur-atur perkara.

"Di sana sarangnya sudah banyak, sudah ada, dulu namanya ada, saya tidak tahu sekarang. Dulu ada namanya lift Komisi A (khusus mafia), orangnya sudah sekarang sudah dipenjara, yang namanya lift Komisi A, mungkin sudah tidak ada lift yang khusus itu, khusus mafia itu," cerita dia.

 


Merasa Heran

Mahfud Md mengaku heran, masih ada orang yang menganggap kalau hakim-hakim yang korupsi itu dilakukan karena gaji yang kecil. Dia menilai, mereka yang gajinya kecil tidak korupsi dan yang korupsi justru yang gajinya sudah relatif besar.

Mahfud Md mengungkapkan, di daerah-daerah kecil memang masih banyak hakim yang hidupnya sengsara, bahkan harus melakukan pekerjaan sampingan seperti berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Seharusnya, kata dia, hakim-hakim seperti itu memang seharusnya mendapat perhatian kesejahteraannya.

"Sementara, polresnya mobilnya bagus-bagus, jaksanya mobilnya bagus-bagus, hakimnya kalau sore jualan apa coba. Nah, ini tidak ada yang memperhatikan, nah ini hakim yang perlu ditolong dengan kenaikan kesejahteraan dan gaji itu, tapi yang greedy itu supaya ditangkap kalau perlu dipancunglah," pungkasnya.


Korupsi Bukan Hanya soal Kerugian Negara

 Advokat senior Maqdir Ismail mengatakan, urusan korupsi tak hanya menyangkut kerugian negara, tapi perlu melihat masalah yang lainnya.

Adapun ini disampaikan dalam acara seminar nasional di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Pusat, yang mengangkat 'Tema: Tak ada Suap, tak ada Korupsi', Selasa (29/10/2024).

Maqdir melihat, korupsi juga menyangkut soal penyuapan dan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum.

"Sebenarnya korupsi itu bukan hanya menyangkut kerugian negara, tetapi yang pokok adalah suap-menyuap, penyalah gunaan kewenangan dan sebagainya ini diatur dalam undang-undang kita," kata dia.

Maqdir mengungkapkan, salah satu penyebab terjadinya masalah korupsi ini karena keserakahan orang.

"Salah satu penyebab terjadinya kekacauan masalah korupsi adalah karena keserakahan orang. Orang serakah ini lah yang harusnya menjadi titik tolak dalam peberantasan korupsi," jelas dia.

Karena itu, Guru Besar Hukum Tata Negara, John Pieris berharap Presiden Prabowo Subianto membenahi masalah pemberantasan korupsi ini. Dan bisa diberantas sampai ke akarnya.

"Pesan saya kepada Presiden Prabowo Subianto beri kesempatan dia untuk mebenahi, berantas korupsi sampai ke akar akarnya saya setuju, bapak jalan terus kita di belakangnya, dia nasionalis sejati," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya