Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pakar hukum menyoroti sejumlah kejanggalan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming.
Pendapat hukum yang ditandatangani oleh sejumlah pakar hukum dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa (LKBH-PPS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) yakni Aristo Pangaribuan, Abdul Toni, Ludwig Kriekhoff, Puspa Pasaribu, dan Maria Dianita Prosperiani, menggarisbawahi beberapa poin penting.
Advertisement
Antara lain ketidakjelasan pertimbangan hakim terkait unsur menerima hadiah, penggunaan bukti yang tidak sah, serta penerapan standar pembuktian yang dinilai terlalu rendah.
“Hakim seakan-akan terlalu mengandalkan kesimpulan jaksa penuntut umum tanpa melakukan analisis yang mendalam terhadap seluruh bukti yang ada,” ujar Aristo selaku pimpinan LKBH-PPS FH UI.
Para pakar mencatat, bahwa hakim mengabaikan fakta-fakta hukum yang menguntungkan terdakwa dan lebih mempertimbangkan hal-hal yang menguntungkan Penuntut Umum. Para ahli hukum ini juga menyoroti adanya fakta-fakta yang menguntungkan Mardani Maming yang diabaikan oleh majelis hakim, sehingga mengindikasikan adanya ketidakadilan dalam proses peradilan.
Dengan adanya temuan-temuan tersebut, para pakar hukum ini mendukung upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Mardani Maming. Tujuan utama dari PK ini adalah untuk mendapatkan keadilan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan hukum yang terjadi dalam putusan sebelumnya.
“Kami berharap MA dapat mengabulkan permohonan PK ini dan melakukan pemeriksaan ulang terhadap perkara ini secara menyeluruh,” kata Abdul Toni.
Ajukan PK
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menjatuhkan vonis 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp110,6 miliar. Mardani dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mardani, yang sebelumnya Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, didakwa menerima hadiah atau gratifikasi dengan total tidak kurang dari Rp118 miliar saat menjabat Bupati Tanah Bumbu.
Gratifikasi tersebut terkait SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan IUP OP dari PT BKPL kepada PT PCN. Tak terima dengan putusan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardani Maming mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin.
Majelis hakim PT Banjarmasin justru menambah hukuman penjara Mardani menjadi 12 tahun. Masih tak terima, Mardani Maming mengajukan kasasi ke MA. Hakim Agung Suhadi didampingi Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Suharto, menolak kasasi tersebut.
Selain itu, majelis hakim MA menghukum Mardani Maming harus membayar uang pengganti Rp110.604.371.752 (Rp110,6 miliar) subsider 4 tahun penjara.
Pada 6 Juni 2024, Mardani Maming kemudian mengajukan PK ke MA. PK itu bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2024. Saat ini PK Mardani Maming berstatus proses pemeriksaan Majelis Hakim Mahkamah Agung atau MA.
Advertisement