Badan Karantina Indonesia Lengkapi Pengawasan Komoditas Anggur Shine Muscat dengan Prior Notice

Dalam sistem Prior Notice, seluruh pelaku usaha di negara asal wajib mengirimkan dokumen pendukung sebagai langkah antisipasi sebelum komoditas seperti anggur shine muscat sampai di Indonesia.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 30 Okt 2024, 15:55 WIB
Kepala Badan Karantina Indonesia, Sahat M. Panggabean, melakukan sidak ke tempat pemeriksaan karantina (TPK) di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya (29/10/2024). Foto: Badan Karantina Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Anggur shine muscat tengah jadi perbincangan lantaran otoritas Thailand menyebut produk anggur hijau besar dari China mengandung residu pestisida di atas ambang batas alias berbahaya.

Merespons isu ini, dalam rangka memperkuat pengawasan karantina, Kepala Badan Karantina Indonesia, Sahat M. Panggabean, melakukan sidak ke tempat pemeriksaan karantina (TPK) di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Hal ini bertujuan memastikan seluruh komoditas tumbuhan yang masuk ke Indonesia telah memenuhi prosedur karantina sesuai regulasi keamanan pangan.

“Kami memastikan bahwa setiap komoditas yang masuk melalui pintu-pintu pemasukan sudah melalui pengawasan yang ketat. Serta memenuhi persyaratan karantina tumbuhan termasuk standar keamanan pangan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan,” ujar Sahat M. Panggabean dalam kunjungannya pada Selasa, 29 Oktober 2024 mengutip laman resmi Badan Karantina Indonesia.

Pada kesempatan tersebut, Sahat juga menekankan bahwa fungsi pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dan pengawasan keamanan pangan segar telah dilakukan melalui sistem karantina yang sudah terintegrasi.

“Sistem pengawasan kami dilengkapi dengan layanan digitalisasi, yaitu Prior Notice. Melalui sistem ini, dokumen terkait komoditas telah kami peroleh sebelum barangnya sampai di pelabuhan. Ini merupakan bagian dari sistem pre-border yang terus kami tingkatkan,” jelas Sahat.


Mengenal Sistem Prior Notice

Kepala Badan Karantina Indonesia, Sahat M. Panggabean, melakukan sidak ke tempat pemeriksaan karantina (TPK) di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya (29/10/2024). Foto: Badan Karantina Indonesia.

Dalam sistem Prior Notice, seluruh pelaku usaha di negara asal wajib mengirimkan dokumen pendukung sebagai langkah antisipasi sebelum komoditas tersebut sampai di Indonesia.

Dengan begitu, prosedur pemasukan komoditas ke Indonesia tidak hanya lebih cepat, tetapi juga lebih aman dan memenuhi aspek biosecurity protection.

Selain sistem Prior Notice, Sahat menegaskan bahwa setiap prosedur pemasukan komoditas di pelabuhan harus sesuai dengan regulasi karantina yang berlaku. Termasuk tahap verifikasi dokumen dan inspeksi fisik terhadap komoditas.

Setiap komoditas yang masuk akan melalui pengecekan ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap standar karantina dan keamanan pangan.

“Prosedur ini tidak hanya memastikan keamanan pangan, tetapi juga meminimalisir risiko masuknya OTPK yang bisa berdampak pada kelestarian tanaman lokal dan keseimbangan ekosistem," tambah Sahat.


Komoditas yang Masuk Indonesia Sudah Lalui Proses AROPT

Ilustrasi Anggur Shine Muscat. Foto: rorozoa/Freepik.

Sahat melanjutkan bahwa komoditas tumbuhan yang masuk sudah melalui proses Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT) untuk menentukan manajemen risiko yang tepat dalam mencegah masuknya OPTK yang mungkin terbawa pada komoditas.

Selain itu, penilaian risiko aspek keamanan pangan juga dilakukan dan hasilnya telah diterapkan dalam bentuk pengawasan keamanan pangan segar asal tumbuhan. Baik melalui mekanisme rekognisi/pengakuan sistem keamanan pangan negara asal maupun registrasi laboratorium penguji keamanan pangan di negara asal.

Dengan pengawasan ketat ini, Sahat berharap dapat memastikan bahwa setiap komoditas yang masuk ke Indonesia aman dikonsumsi dan tidak membawa risiko bagi kesehatan manusia serta ekosistem hayati di dalam negeri.


Bahaya Residu Pestisida bagi Kesehatan

Ilustrasi Anggur Shine Muscat. Foto: Freepik.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) juga sudah memberi perhatian soal isu anggur shine muscat.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Kemenkes Aji Muhawarman mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Karantina Indonesia dan Kementerian Pertanian sebagai pengawas komoditi pangan segar dari dalam dan luar negeri. Aji juga menjelaskan terkait bahaya residu pestisida bagi kesehatan.

“Bahaya residu pestisida untuk kesehatan manusia bahwa tiap jenis pestisida memiliki risiko kesehatan yang berbeda terhadap manusia, tergantung pada senyawa kimia dalam pestisida tersebut, jumlah asupan (residu yang ada dalam bahan makanan) dan lama paparan,” kata Aji dalam keterangan tertulis, Selasa (29/10/2024).

Pestisida sendiri dibagi beberapa jenis, ada yang sistemik dan non sistemik. Pestisida dengan efek sistemik bersifat diserap oleh tanaman dan beredar melalui jaringan tanaman. Sehingga, residunya dapat bertahan di dalam buah atau bagian tanaman lainnya, bahkan setelah dicuci.

Paparan jangka panjang dengan asupan yang cukup (jumlah pestisida yang masuk ke tubuh) dapat menimbulkan gangguan kesehatan di antaranya gangguan kinerja endokrin dan gangguan fungsi hati dan ginjal

Sementara, pestisida non sistemik bekerja di permukaan tanaman, sehingga residunya cenderung menempel di luar dan lebih mudah dihilangkan melalui pencucian.

Paparan jangka panjang dengan asupan yang cukup (jumlah pestisida yang masuk ke tubuh) dapat menimbulkan gangguan kesehatan di antaranya gangguan neurologis dan gangguan hormon.

Infografis Tanaman Sayuran yang Cocok Ditanam di Lahan Sempit. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya