Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menghadirkan saksi Ahli Hukum Pertambangan dan Lingkungan, Ahmad Redi, dalam sidang kasus korupsi komoditas timah pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Hakim meminta pendapat Ahmad Redi terkait status bijih timah yang menjadi transaksi antara PT Timah dan penambang rakyat.
Advertisement
Awalnya, hakim bertanya apakah timah bisa diakui sebagai milik PT Timah Tbk sejak masih di dalam tanah, atau setelah ditambang dan dibeli PT Timah.
"Bisa dinyatakan bahwa itu (timah) punya PT Timah pada saat masih jadi kandungan atau setelah mau diekspor dengan catatan sudah membayar royalti?" tanya hakim dalam persidangan.
Redi menjawab, berdasarkan adanya anggapan bahwa PT Timah membeli bijih timah miliknya sendiri, lantaran dikeruk oleh penambang rakyat dari area yang masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
"Di Undang-Undang Minerba pada Pasal 92 diatur peralihan kepemilikan mineral logam, sebut saja timah itu (kepemilikannya) sejak membayar royalti," jelas Redi.
Dari situ, Redi menyimpulkan bijih timah yang masih dalam bentuk kandungan mineral tanah belumlah menjadi milik PT Timah, meski secara lokasi masuk dalam wilayah IUP PT Timah. Agar dapat diakui sebagai milik PT Timah, maka bijih timah itu harus ditambang terlebih dulu.
Namun tetap, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa lahan yang menjadi area penambangan tidak tumpang tindih perihal kepemilikan lahannya dan tidak dalam penguasaan pihak lain, serta tidak dalam sengketa.
"Setelah Kepmen 2015, IUP yang tidak tumpang tindih yang dapat diakui oleh negara. Di mana, tidak boleh menambang selama di atasnya belum CnC (clear and clear) sesuai Pasal 135," terang dia.
"Berdasarkan Permen ESDM nomor 43 tahun 2015 itu diatur bahwa perusahaan dapat dinyatakan memenuhi dokumen CnC apabila terdapat empat hal. Pertama, tertib administratif. Kedua, tertib finansial. Ketiga, tertib lingkungan, dan terakhir tertib teknis kewilayahan," kata Redi.
Adapun syarat administratif yang dimaksud dalam persyaratan tersebut mencakup antara lain, pemenuhan izin-izin sudah lengkap, juga izin eksplorasi.
"Suatu pemegang IUP sebagaimana diatur Permen ESDM, jika sudah memenuhi syarat itu berarti sudah CNC," sambungnya.
Redi mengulas, pola kemitraan tersebut dibolehkan selama ada perizinan. PT Timah dibolehkan melakukan pembayaran kepada penambang rakyat dalam naungan badan hukum atau CV, sebagai imbal jasa kegiatan pertambangan yang mereka lakukan di wilayah IUP PT Timah tersebut.
"Mengenai imbal jasa penambangan di mana pemegang IUP diperbolehkan untuk bekerja sama dengan pemegang IUP lainnya atau IUP OP lainnya, termasuk BUMN. Sehingga BUMN diperbolehkan untuk bekerja sama dengan swasta asal ada perizinannya," ujar Redi.
"Pemegang IUP diperbolehkan secara undang-undang untuk melakukan kerja sama atau kemitraan dengan pihak lain untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan penambangan," lanjut Redi.
Lebih jauh, Redi menyatakan soal kerusakan lingkungan yang mungkin timbul, bahwa secara undang-undang merupakan tanggung jawab pemegang IUP. Atas dasar itu, maka tanggung jawab pemulihan wilayah tambang lewat reklamasi disebutnya merupakan tanggung jawab PT Timah selaku pemegang IUP.
"Kewajiban untuk melakukan restorasi tersebut merupakan kewajiban dari (pemegang) IUP," Redi menandaskan.
Tiga Terdakwa Didakwa Memperkaya Diri dalam Kasus Korupsi Timah
Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan surat dakwaan dalam sidang perdana untuk tiga terdakwa kasus korupsi timah, yakni Suranto Wibowo (SW), Rusbani (BN), dan Amir Syahbana (AS), pada Rabu, 31 Juli 2024.
Di dalamnya tertulis hasil dari memperkaya diri untuk sejumlah sosok, seperti petinggi Sriwijaya Air Hendry Lie, pengusaha Helena Lim, dan suami artis Sandra Dewi yakni Harvey Moeis.
"Telah melakukan pembiaran atas kegiatan penambangan illegal di Wilayah IUP PT Timah Tbk yang dilakukan oleh Suparta, Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis melalui PT Refined Bangka Tin; Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa; Tamron alias AON, Achmad Albani, Kwan Yung alias Buyung dan Hasan Tjhie alias Asin melalui CV Venus Inti Perkasa; Suwito Gunawan alias AWI dan M.B. Gunawan melalui PT Stanindo Inti Perkasa; Hendrie Lie, Fandy Lingga, dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa; yang tidak tertuang dalam RKAB PT Timah Tbk maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya," tutur jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
"Yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan baik di dalam kawasan hutan maupun di luar Kawasan Kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan," sambung jaksa.
Aksi korup para terdakwa pun dianggap sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi. Berdasarkan dakwaan, sosok seperti Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa memperoleh setidaknya Rp1 triliun lebih. Sementara Helena Lim dan Harvey Moeis menerima hingga Rp420 miliar.
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia," kata jaksa.
Advertisement
Rincian Perbuatan Memperkaya Diri Para Terdakwa
Adapun rincian hasil perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi yang dilakukan tiga terdakwa mantan Kepala Dinas Provinsi Bangka Belitung adalah sebagai berikut:
1. Memperkaya Amir Syahbana sebesar Rp325.999.998
2. Memperkaya Suparta melalui PT Refined Bangka Tin setidak-tidaknya sebesar Rp4.571.438.592.561,56
3. Memperkaya Tamron alias AON melalui CV Venus Inti Perkasa setidak-tidaknya Rp3.660.991.640.663,67
4. Memperkaya Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa setidak tidaknya Rp1.920.273.791.788,36
5. Memperkaya Suwito Gunawan alias AWI melalui PT Stanindo Inti Perkasa setidak tidaknya Rp2.200.704.628.766,06
6. Memperkaya Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak tidaknya Rp1.059.577.589.599,19
7. Memperkaya 375 Mitra Jasa Usaha Pertambangan (pemilik IUJP) di antaranya CV Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, PT Agung Dinamika Teknik Utama setidak-tidaknya Rp10.387.091.224.913
8. Memperkaya di antaranya CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) setidak-tidaknya Rp4.146.699.042.396
9. Memperkaya Emil Ermindra melalui CV Salsabila setidak-tidaknya Rp986.799.408.690
10. Memperkaya Harvey Moeis dan Helena Lim Rp420.000.000.000.