Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Deddy Yevri Sitorus mengkritik keras Kementerian ATR/BPN terkait persoalan agaria. Menurut Deddy, ATR/BPN masih mengedepankan penyelesaian secara hilir yang kurang berurusan dengan rakyat.
"Kalau melihat dari 100 program kerja Menteri (Nusron Wahid) tadi, jelas terlihat poin paling penting dua terutama itu urusannya dengan swasta, bukan urusannya dengan rakyat. Itu programatik, hilir," kata Deddy di ruang rapat Komisi II DPR, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Advertisement
Deddy menilai insan agraria pasti terlibat dalam persoalan tanah. Politikus PDIP ini meminta negara maupun Kementerian ATR/BPN segera taubat berjemaah.
"Karena saya punya premis, semua kekacauan ini pasti terjadi karena melibatkan insan agraria, atau pasti tidak terjadi jika tidak melibatkan insan agraria, kan di sana persoalannya," ujar Deddy Sitorus.
"Jadi kembali ke dalan dulu, sebelum kita membuang-buang umur bicara kasus-kasus, tidak hanya Kementerian Agraria, negara ini harus bertaubat menurut saya untuk urusan agraria ini, Pak. Harus bertaubat kita ini, taubat berjemaah," sambungnya.
Deddy menyatakan keadilan soal agraria sudah sulit didapatkan. Dia menyinggung segelintir kelompok yang bisa menguasai ratusan ribu hektare tanah, sedangkan rakyat kesulitan.
"Karena apa? Rasa-rasanya di seluruh penjuru negeri ini keadilan agraria ini mustahil didapatkan, Pak, mustahil. Bagaimana sebuah kelompok usaha atatu individu bisa menguasai ratusan ribu hektare, jutaan hektare, tapi tanah rakyat yang 20×15 mungkin mereka harus berdarah-darah. Kan problem kita di sana, Pak," pungkasnya.
Program 100 Hari Kerja Kementerian ATR/BPN
Berikut program 100 Hari Kerja Kementerian ATR/BPN:
Pertama, menata ulang sistem dan tata cara pemberian perpanjangan dan pembaharuan Hak Guna Usaha (HGU) yang lebih berkeadilan, mengarusutamakan pemerataan, tetapi tetap menjaga kesinambungan perekonomian.
Kedua, menyelesaikan pendaftaran dan penerbitan sertifikat HGU untuk 537 badan hukum yang sudah mempunyai izin usaha perkebunan (IUP) kelapa sawit, namun belum mempunyai HGU.
Ketiga, menyelesaikan pendaftaran tanah ulayat masyarakat hukum adat untuk menghindari konflik dengan badan hukum di kemudian hari.
Keempat, inovasi pengelolaan dan pemanfaatan tanah wakaf produktif sehingga berguna bagi kemaslahatan umat.
Kelima, menyelesaikan pendaftaran 1,5 juta bidang tanah untuk mencapai target 120 juta bidang tanah pada tahun 2024.
Keenam, pemenuhan target 104 Kantor Pertanahan sebagai kabupaten/kota lengkap pada tahun 2024. Ketujuh, koordinasi secara vertikal maupun horisontal terkait penyiapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan terintegrasi dengan online single submission.
Kedelapan, penyiapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045.
Terakhir, pelaksanaan program Integrated Line Administration and Spatial Planning (ILASP) bekerja sama dengan World Bank bertemakan penguatan rencana tata ruang, administrasi pertanahan, dan batas administrasi desa di Indonesia yang memperhatikan perubahan iklim.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement