Pengusaha Tegaskan Kenaikan UMP 2025 Bakal Ikuti PP 51/2023

Mengacu pada PP 51/2023, formula perhitungan upah minimum provinsi (UMP) 2025 memperhitungkan beberapa variabel di tingkat provinsi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Okt 2024, 20:50 WIB
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani merespons tuntutan  serikat buruh yang meminta kenaikan UMP 2025. (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menegaskan bahwa penetapan upah minimum akan tetap mengikuti formula yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51/2023 tentang Pengupahan.

Hal itu menanggapi Serikat buruh di Indonesia yang menuntut kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 naik sebesar 8 - 10 persen.

“Ya, kami sudah menyampaikan bahwa kami prinsipnya mengikuti sesuai dengan aturan pemerintah yaitu PP 51. Jadi PP 51 tahun 2023 itu yang akan diikuti karena di situ sudah jelas ada formulanya,” kata Shinta saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (30/10/2024).

Shinta menjelaskan, mengacu pada PP 51 maka formula perhitungan upah minimum provinsi (UMP) 2025 memperhitungkan beberapa variabel di tingkat provinsi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

“Berdasarkan juga kondisi perekonomian daerah maupun inflasi, pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dan ada koefisiannya. Jadi itu yang sebenarnya diikuti. Jadi, tidak bisa disamaratakan semua daerah di Indonesia. Masuk provinsi, kabupaten, kota. Itu semua sudah ada formulanya,” ujarnya.

Menurut Shinta, jika pengusaha harus menyamaratakan variabel Indeks Tertentu di suatu daerah, maka pengusaha akan kesulitan dalam menetapkan upah minimum.

“Karena kalau kita setiap kali harus mengubah rata kan jadi susah. Ini kan yang penting buat masanya, itu kan kepastian. Kenapa ada formulanya itu kan untuk kita ikuti. Jadi, kami harapkan kami bawa kita bertambah pada konsisten kepada formulanya yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” pungkasnya.


Wajar Buruh Minta UMP 2025 Naik 10%, Ini Alasannya

Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Serikat Pekerja Nasional (SPN) demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Aksi tersebut untuk memperingati May Day serta menolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan meminta klaster ketenagakerjaan kembali ke substansi UU Nomor 13 Tahun 2003. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti, menilai sangat wajar buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 naik sebesar 8 - 10 persen.

"Kalo menurut saya wajar. Kalo menurut saya permintaan kenaikan 8-10% itu make sense, karena tiap tahun memang harus ada kenaikan upah sesuai dengan kenaikan inflasi," kata Esther kepada Liputan6.com, Kamis (24/10/2024).

Menurutnya, apalagi kondisi perekonomian Indonesia saat ini mengalami deflasi 5 bulan berturut turut. Hal itu menandakan bahwa ekonomi dalam negeri sedang lesu.

"Artinya, ada penurunan real income sehingga daya beli masyarakat melemah," ujarnya.

Hal ini juga ditandai dengan pengeluaran untuk konsumsi makanan dan minuman lebih banyak sekitar 50-60 persen dari total pendapatan. Sedangkan untuk pendidikan dan kesehatan dan lainnya sangat kecil.

Namun di sisi lain, hal tersebut mendorong terjadinya kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan naiknya harga barang yang diproduksi. Oleh karena itu, perlu kontrol pemerintah untuk stabilisasi harga barang terutama bahan kebutuhan pokok.

Adapun kata Esther, formula upah minimum seharusnya mempertimbangkan besarnya inflasi ⁠produktivitas (omset dan lain-lain), serta biaya hidup di suatu daerah dengan memberikan tunjangan kemahalan di suatu kota, karena transportasi dan logistik dan lainnya.


5 Juta Buruh Bakal Mogok Kerja Nasional November 2024, Ini Tuntutannya

Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, kelompok buruh dari berbagai sektor industri di Indonesia akan menggelar mogok kerja nasional pada November 2024. Aksi buruh ini dilakukan untuk menuntut kenaikan upah minimum dan pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan bahwa rencana mogok nasional ini telah disepakati oleh sejumlah konfederasi serikat buruh, termasuk 60 serikat pekerja di tingkat nasional. Diperkirakan, aksi ini akan melibatkan sekitar 5 juta buruh.

"Mogok nasional akan dilaksanakan pada 11-12 November atau 25-26 November 2024, dengan melibatkan lebih dari 15.000 pabrik di seluruh Indonesia. Selama periode tersebut, pabrik-pabrik akan berhenti berproduksi," ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat (18/10/2024).

Sektor-Sektor yang Terlibat dalam Mogok NasionalSaid Iqbal menjelaskan bahwa sektor-sektor yang akan ikut serta dalam mogok kerja nasional meliputi industri transportasi, semen, pariwisata, rokok, makanan, minuman, serta pekerja pelabuhan di berbagai wilayah, termasuk Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, dan sejumlah pelabuhan lain di Indonesia. Buruh pelabuhan dari Medan hingga pekerja angkutan di TKBM juga akan berpartisipasi.

"Mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum, bukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang mogok kerja di tempat kerja," tegas Said Iqbal.

Dia menambahkan bahwa aksi ini merupakan unjuk rasa nasional yang akan dilakukan di luar pabrik, bukan di dalam tempat kerja. "Kami tidak sedang berunding dengan perusahaan terkait upah minimum. Ini adalah perjuangan melawan Omnibus Law (UU Cipta Kerja) yang mempengaruhi seluruh pekerja di Indonesia," jelasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya