Liputan6.com, Washington D.C - Calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Kamala Harris menyatakan pada Rabu (30/10/2024) bahwa ia akan melayani seluruh warganya jika terpilih menjadi presiden.
"Ketika terpilih sebagai presiden, saya akan mewakili semua warga Amerika, termasuk mereka yang tidak memilih saya," katanya kepada wartawan sebelum menuju kampanye di North Carolina, salah satu dari tujuh negara bagian medan pertempuran yang akan menentukan hasil pemilu pada tanggal 5 November.
Advertisement
Rivalnya, Donald Trump, juga mengadakan kampanye di sana pada Rabu.
Di waktu-waktu terakhirnya melakukan kampanye, Harris menekankan kepada para pemilih bahwa ia akan menghormati kelompok-kelompok yang tidak setuju dengannya.
Hal ini diungkapkannya ketika Presiden AS Joe Biden justru membuat komentar anti-persatuan dengan menyebut para pendukung Trump sebagai "sampah".
"Satu-satunya sampah yang saya lihat beredar di luar sana adalah pendukungnya - dia (Trump) - penghujatannya terhadap orang Latin tidak dapat diterima," tutur Biden, seperti dilansir CNA, Kamis (31/10/2024).
Harris juga menggambarkan Trump sebagai ancaman bagi demokrasi.
Dukungan bagi Trump dan Harris
Jajak pendapat Reuters/Ipsos pada hari Selasa menunjukkan Harris mengungguli Trump dengan 44 persen berbanding 43 persen di antara pemilih yang terdaftar secara nasional, dalam batas kesalahan.
Jajak pendapat lainnya menunjukkan margin yang ketat di tujuh negara bagian medan pertempuran pemilihan.
Kerusakan akibat badai bulan lalu telah membuat hasil North Carolina sangat sulit diprediksi.
Trump memenangkan North Carolina dengan selisih kurang dari 1,5 poin persentase pada tahun 2020. Kandidat Demokrat terakhir yang memenangkan negara bagian itu adalah Barack Obama pada tahun 2008.
Menurut rata-rata jajak pendapat oleh FiveThirtyEight, Trump saat ini hanya unggul satu poin persentase atas Harris di negara bagian itu.
Advertisement
Beda Pandangan
Trump dan sekutunya telah berusaha menggambarkan pemungutan suara oleh orang-orang yang bukan warga negara merupakan risiko potensial bagi pemilu. Meskipun, tinjauan pribadi dan negara telah berulang kali menunjukkan bahwa praktik ilegal itu sangat jarang terjadi.
Hasil pemilu pada 5 November nanti akan menentukan siapa yang akan memimpin negara terkaya dan terkuat di dunia.
Harris dan Trump berbeda pendapat tentang dukungan untuk Ukraina dan NATO, hak aborsi, pajak, prinsip-prinsip dasar demokrasi, dan tarif yang dapat memicu perang dagang.