Liputan6.com, Jakarta - Seperti bintang pada umumnya, matahari akan kehabisan energi dan mencapai akhir hayatnya. Para ilmuwan memperkirakan proses kematian matahari akan berlangsung dalam beberapa tahan dramatis.
Dikutip dari laman Science Alert pada Kamis (31/10/2024), para ahli saat ini menyebut usia matahari sekitar 4,6 miliar tahun. Matahari diprediksi akan mati dalam waktu sekitar 10 miliar tahun lagi.
Para ilmuwan yang dipimpin oleh fisikawan Amornrat Aungwerojwit dari Universitas Naresuan di Thailand, menganalisis perubahan kecerahan jangka panjang pada tiga katai putih untuk memperkirakan dampaknya terhadap sistem planet di sekitar mereka.
Baca Juga
Advertisement
Menurut analisis tersebut kematian matahari akan melahap beberapa planet. Merkurius dan Venus akan terkoyak dan dihisap oleh matahari, sama seperti planet lain di lingkaran terdalam tata surya.
Sementara bertahan atau tidaknya bumi bergantung pada perubahan orbitnya sehubungan dengan penyusutan massa matahari dan pergeseran interaksi antar planet. Walaupun berhasil lolos, bumi akan terlihat sangat berbeda dari bumi layak huni seperti sekarang ini.
Menurut para peneliti ketika ajal Matahari sudah dekat, manusia sudah tidak ada di Bumi. Sebab, umat manusia hanya memiliki sisa sekitar 1 miliar tahun untuk hidup di Bumi.
Bumi jadi tempat yang makin tak nyaman dihuni imbas peningkatan kecerahan Matahari sekitar 10 persen setiap 1 miliar tahun. Peningkatan kecerahan berkala ini akan mengakhiri banyak kehidupan di Bumi.
Lautan akan menguap dan permukaan Bumi akan menjadi terlalu panas untuk membentuk air. Para tim astronom juga menduga bahwa Matahari di masa depan dapat merusak pelindung medan magnet planet-planet yang di sekitarnya.
Dikutip dari laman Live Science pada Kamis (31/10/2024), angin Matahari mengikir atmosfer Mars setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena planet Mars tidak memiliki lapisan atmosfer seperti Bumi.
Namun, ada kemungkinan angin Matahari akan mengikis atmosfer Bumi jika ukurannya bertambah besar menjelang kematiannya.
Matahari Akan Menjadi Bintang Katai
Studi pada 2018 menggunakan pemodelan komputer menyebut 90 persen bintang setelah membengkak jadi raksasa merah lantas menyusut jadi katai putih dan berakhir sebagai nebula planet. Menurut astrofisikawan Albert Zijlstra dari University of Manchester di Inggris, ketika sebuah bintang mati, ia mengeluarkan massa gas dan debu.
Kemudian akan muncul sebagai selubung ke luar angkasa. Selubung itu bisa mencapai setengah massa bintang. Hal ini terjadi karena inti bintang kehabisan bahan bakar, kehilangan cahaya dan mati.
Selanjutnya, matahari akan berubah menjadi bintang katai. Sebab, matahari tidak memiliki cukup massa untuk menjelma menjadi lubang hitam atau bintang neutron.
Bintang katai putih adalah bintang kecil, redup, dan sangat padat. Bintang katai putih merupakan tahap akhir evolusi bintang bermassa rendah dan menengah.
Katai putih adalah benda langit dengan materi terpadat ketiga di alam semesta, setelah lubang hitam. Proses evolusi untuk menjadi bintang katai putih membutuhkan waktu sangat lama.
Bintang katai putih dianggap sebagai bintang purba karena telah berusia antara 12 hingga 13 miliar tahun. Para astronom dapat memperkirakan usia alam semesta setelah menemukan bintang katai putih.
Seperti di gugus bintang globular Messier 4 yang dihuni oleh lebih dari 100.000 bintang, diperkirakan sekitar 40.000 di antaranya adalah bintang katai putih. Sebab, bintang-bintang penghuni gugus ini adalah yang tertua di jagat raya, berusia hingga 13 miliar tahun.
Para astronom dapat menggunakannya untuk mengonfirmasi perhitungan usia alam semesta yang diperkirakan berusia sekitar 13,5 miliar tahun.
(Tifani)
Advertisement