10 Mitos Soal Halloween dan Fakta di Baliknya

Banyak orang masih mempercayai mitos-mitos tentang Halloween, seperti adanya permen-permen isi narkoba yang diberi ke anak-anak. Tapi, apakah mitos-mitos tersebut dapat dipercaya?

oleh Siti Syafania Kose diperbarui 31 Okt 2024, 20:16 WIB
Ilustrasi halloween. (Unsplash/seungju lee)

Liputan6.com, Jakarta - Tanggal 31 Oktober menandakan perayaan Halloween, yang identik dengan segala hal berbau horror. Perayaan ini paling sering dilakukan negara-negara Barat, terutama di Amerika Utara. 

Dalam perayaan Halloween, biasanya orang-orang akan menghias rumah mereka dengan dekorasi tengkorak, labu, imitasi sarang laba-laba dan banyak lagi. Anak-anak biasanya memakai kostum dan pergi ke rumah-rumah sekitar untuk meminta permen ke tetangga sambil menyebut “trick or treat”.

Karena tidak ada budaya merayakan Halloween, orang Indonesia hanya memiliki gambaran tentang perayaan tersebut dari orang-orang luar. Ternyata, beberapa hal yang biasa orang ketahui tentang Halloween hanya lah mitos atau miskonsepsi saja, bukan fakta.

Melansir dari Listverse pada Kamis, 31 Oktober 2024, berikut adalah 10 mitos tentang Halloween yang dipercaya orang:

1. Halloween Adalah Hari Raya Amerika

Halloween sering dianggap sebagai perayaan Amerika, karena perayaan ini diperingati secara luas di Amerika Serikat. Banyaknya film Hollywood yang berfokus pada perayaan ini juga melanggengkan mitos tersebut. 

Namun kenyataannya, sejarah Halloween dapat ditelusuri kembali ke akar budaya Celtic dan Gaelic, yaitu tempat-tempat seperti Irlandia, Skotlandia, dan Pulau Man. Sebenarnya, Halloween adalah malam perayaan Hari Raya All Hallows bagi umat Kristiani Barat.

Kata Halloween sendiri merupakan kependekan dari istilah “All Hallows' evening” atau malam All Hallows. Istilah itu berasal dari adat istiadat bangsa-bangsa Celtic yang memiliki pengaruh besar dalam agama Kristen.

Festival Samhain dari Bangsa Celtic , yang menandai akhir musim panen dan awal musim dingin dan dirayakan pada bulan Oktober, melibatkan adat istiadat yang serupa dengan Halloween. Tradisi seperti menyalakan api unggun, menyamar atau mengenakan kostum, dan orang-orang pergi dari rumah ke rumah untuk mendapatkan makanan dapat ditemukan di Festival Samhain. 

Halloween telah berkembang pesat, namun asal-usulnya sama sekali bukan dari Amerika. Hanya ada sedikit penyebutan Halloween dalam sejarah Amerika sampai abad ke-19, yang bertepatan dengan imigrasi massal orang Irlandia dan Skotlandia ke Amerika Serikat.


2. Halloween Tidak Aman bagi Anak-Anak

Ilustrasi anak-anak pada musim gugur. (Freepik)

Ada banyak cerita negatif yang muncul di media tentang Halloween yang berkaitan dengan keselamatan anak-anak. Beberapa kebiasaan dalam perayaan ini, seperti anak-anak berkeliaran di jalanan pada malam hari dan mempercayai orang asing untuk memberi mereka makanan, terlihat memiliki risiko yang dapat mengancam keamanan anak.

Permen yang mengandung ganja atau silet yang disisipkan di dalam permen apel adalah beberapa cerita horor yang muncul. Selain itu, ada juga kekhawatiran tentang anak-anak yang menjadi mangsa dan diculik saat Halloween.

Namun, statistik menunjukkan bahwa anak-anak tidak memiliki risiko yang lebih besar untuk diculik pada hari Halloween dibandingkan hari lainnya dalam setahun. Demikian juga, menurut NBC Chicago, hanya ada dua kematian yang dikonfirmasi akibat permen Halloween yang tercemar, dan pada kedua insiden tersebut, yang bersalah adalah keluarga, bukan orang asing. 

Satu-satunya risiko adalah mobil. Dengan meningkatnya jumlah pejalan kaki, berarti semakin besar kemungkinan terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan, dan hal ini didukung oleh data statistik.

3. Jack-O'-Lantern Selalu Berupa Labu

Jika dipikir-pikir, tradisi mengukir lubang pada labu dan menyinari labu tersebut dengan lilin cukup aneh. Namun, tradisi ini berasal dari legenda seorang pemabuk Irlandia, Stingy Jack, yang dikenal sebagai penipu. 

Karena sifatnya yang seperti itu, Stingy Jack menipu setan beberapa kali ketika dia tampaknya akan menemui ajalnya. Akhirnya, Setan berhasil menyusul Stingy Jack saat dia meninggal dunia. Namun, dia tidak diizinkan masuk surga karena gaya hidupnya yang penuh dengan dosa. 

Dia mencoba memasuki gerbang neraka, tetapi ditolak oleh Setan yang mengutuknya untuk berkeliaran di dunia antara alam kebaikan dan kejahatan dalam kegelapan hingga akhir keabadian. Yang dimiliki Stingy Jack hanyalah bara api di dalam umbi-umbian yang dilubangi, yang berupa rutabaga atau lobak, bukan labu. 

Seperti versi modernnya, Stingy Jack memiliki banyak julukan yang berbeda, seperti Jack the Smith, Drunk Jack, Flaky Jack, dan Jack the Lantern. Entah ini kisah nyata di balik jack-o'-lantern atau bukan, masih belum pasti karena ada banyak versi yang berbeda. Namun, orang Irlandia mengakuinya sebagai cerita rakyat, termasuk bagian tentang lobak. Tradisi ini kemudian berkembang dan orang-orang mulai mengukir sayuran akar untuk mengusir roh jahat seperti Stingy Jack. Kenyataannya, labu lebih lembut dan lebih mudah diukir.

4. Kucing Hitam Dikorbankan pada Halloween

Dalam budaya Barat, kucing hitam sering kali dianggap sebagai simbol pertanda buruk atau nasib buruk. Salem, seorang penyihir berusia 500 tahun yang terperangkap di dalam seekor kucing hitam yang dapat berbicara dalam acara TV Amerika tahun 90-an Sabrina The Teenage Witch, menyebarluaskan ide ini. 

Intinya adalah kucing hitam telah lama dikaitkan dengan penyihir, yang tentunya sangat terkait dengan Halloween. Pada zaman kegelapan dikatakan bahwa penyihir dapat mengubah diri mereka menjadi kucing hitam dan kemudian berubah kembali. 

Pada zaman pembakaran penyihir, sering kali kucing hitam mereka akan dibakar bersama mereka. Ritual setan ini telah mengarah pada konsep bahwa kucing hitam, secara tradisional, dikorbankan pada saat Halloween. Hal ini merupakan mitos belaka.

People for the Ethical Treatment of Animals (PETA), sebuah organisasi pembela hak-hak hewan, telah lama menyuarakan hal ini. Mereka mengekspos kekerasan yang mengejutkan dan memilukan yang terjadi pada kucing hitam saat Halloween, sampai-sampai penampungan hewan menangguhkan proses adopsi kucing hitam menjelang akhir Oktober.


5. Tato Halloween Mengandung LSD

Ilustrasi narkoba, obat-obat terlarang. (Pexels/MART PRODUCTION)

Halloween cenderung memunculkan ketakutan tergila kita, dan karenanya banyak cerita media yang mengulas tentang kisah-kisah yang aneh dan mengerikan. Salah satu yang terjadi beberapa tahun lalu adalah cerita bahwa para pengedar narkoba membagikan tato kepada anak-anak yang dicampur dengan LSD. Suatu tindakan yang hanya bisa kita asumsikan sebagai taktik terselubung dan ambisius untuk membuat para anak muda ketagihan. Meskipun LSD tidak membuat ketagihan.

Cerita ini beredar luas, seiring dengan meningkatnya popularitas tato dan bertambahnya penggunaan tato temporer atau tato tempel pada hari Halloween. Snopes menyelidiki rumor ini dan menemukan bahwa hal itu tidak dapat diverifikasi sama sekali. Tidak ada kasus tato mengandung LSD yang ditemukan di tas permen atau hadiah Halloween.

6. Asal Usul Mengenakan Kostum

Kostum Halloween selalu menyenangkan dan semakin lama semakin rumit dan beragam. Saat ini, orang-orang sering berdandan seperti pahlawan super atau karakter Hollywood, menjauh dari asal-usul hantu, penyihir, dan zombie, atau makhluk-makhluk mistis lain.

Kebiasaan berdandan atau mengenakan kostum di hari Halloween berasal dari penyamaran atau guising di masa Celtic, ketika orang-orang pergi dari rumah ke rumah untuk menyamar dalam sebuah bentuk paling awal dari trick-or-treat, yang dikenal dengan sebutan souling

Orang-orang sering mengenakan topeng atau wajah palsu pada masa itu. Mereka melakukan itu karena orang yang masih hidup merasa takut dengan roh-roh jahat yang berkeliaran di sekitar mereka, sehingga mereka akan berdandan atau menyamar menjadi orang mati untuk menipu mereka. Jika Anda bertemu dengan roh jahat atau setan, mereka akan mengira Anda adalah salah satu dari mereka karena penyamaran Anda dan meninggalkan Anda sendirian hingga tahun depan.

7. Kenapa Makanan Manis Identik dengan Halloween?

Kembali ke akar Halloween yang berasal dari Kristen Barat, ada anjuran untuk tidak makan daging pada malam Old Hallows. Tanggal 1 November atau Hari Raya Semua Orang Kudus adalah hari raya. Akibatnya, makanan vegetarian sering dikonsumsi pada hari itu, sehingga memunculkan hal-hal seperti permen apel pada masa Halloween modern. 

Hal ini juga terkait dengan waktu akhir panen, ketika buah-buahan dan sayuran berlimpah, maka dari itu, Halloween juga dikaitkan dengan labu atau lobak. 

Ada juga makanan manis tradisional lainnya seperti panekuk kentang dan soul cakes, makanan yang mirip dengan roti salib. Namun seiring berjalannya waktu dan pengaruh Amerika, makanan pada Halloween berevolusi menjadi kudapan manis, cokelat dan permen. Perkembangan ini tidak mengherankan karena anak-anak menyukai hal-hal tersebut dan trick-or-treat biasanya hanya dilakukan oleh anak-anak saat ini.


8. Legenda Sleepy Hollow adalah sebuah cerita Halloween

Ilustrasi Halloween. (Pexels/Toni Cuenca)

Jack-o'-lantern, hantu, dan rumah berhantu adalah beberapa contoh dari tradisi dan kisah Halloween. Tapi “Legenda Sleepy Hollow” sering kali termasuk di antaranya, terutama karakter Penunggang Kuda Tanpa Kepala, yang sering terlihat dengan lentera jack-o'-lantern. Namun, cerita gotik Washington Irving tahun 1820 sama sekali tidak menyebutkan Halloween.

Kisah fiksi asal Amerika yang terkenal ini telah memiliki banyak versi yang dipopulerkan selama bertahun-tahun, termasuk film Tim Burton tahun 1999 dan serial TV Amerika yang berjalan selama empat musim pada tahun 2010-an. Kisah ini telah berkembang seiring berjalannya waktu. 

Irving membuat cerita ini di Tarrytown, New York, di sepanjang Sungai Hudson. Bagian utara kota ini berganti nama menjadi Sleepy Hollow pada tahun 1990-an untuk mengambil keuntungan dari cerita dan tradisi Halloween lewat pariwisata.

Versi aslinya mungkin merupakan horor gotik yang gelap, yang sesuai dengan tema Halloween, tetapi tidak ada hubungan tertulis dari karya asli Irving dan perayaan 31 Oktober tersebut.

9. Halloween Hanya Populer di Amerika Utara

Halloween sangat terkenal di Amerika Serikat dan Kanada. Banyaknya referensi budaya pop Amerika yang merujuk pada acara tersebut menunjukkan hal itu. 

Namun, sering kali diyakini bahwa di luar Amerika Utara, tidak ada yang benar-benar peduli dengan Halloween. Walau memang benar bahwa jauh lebih sedikit anak-anak yang melakukan trick-or-treat di tempat lain di dunia, acara ini dirayakan di tempat lain, meskipun dengan cara yang berbeda. 

Sebagai contoh, di Filipina yang memiliki pengaruh Katolik yang kuat, Halloween adalah hari libur besar, tetapi perayaannya terjadi pada minggu menjelang 31 Oktober dan berlanjut hingga 2 November, yang merupakan Hari Arwah. Warga Filipina sering pulang ke kampung halaman mereka untuk menyambut hari raya ini, dan merayakannya dengan menyalakan lilin, bunga-bunga yang harum, dan doa-doa yang khusyuk, bukan dengan mengukir labu atau berdandan menyeramkan dengan kostum. 

Demikian pula di Amerika Latin, Meksiko, dan Spanyol yang merayakan Día de los Muertos atau Hari Orang Mati yang diperingati selama tiga hari, mulai dari 31 Oktober hingga 2 November. Di antara kegiatannya adalah membangun altar untuk orang mati, menghiasinya dengan makanan manis, bunga, foto, dan lilin. Para kerabat juga merapikan makam anggota keluarga yang telah meninggal, sebelum berkumpul pada tanggal 2 November untuk merenung dan terkadang minum tequila.

10. Trick-or-Treat Selalu Berkaitan dengan Anak-Anak

Anak-anak, ditemani oleh orang dewasa, mungkin melakukan trick-or-treat pada zaman sekarang, tetapi tidak selalu demikian. Souling, sebuah kegiatan ketika pengemis dan orang miskin mengetuk pintu dan mengunjungi rumah-rumah orang kaya. Mereka menukarkan janji doa mereka untuk jiwa-jiwa kerabat pemilik rumah yang telah meninggal dengan makanan, biasanya berupa soul cake atau kue jiwa. 

Para pengemis akan meminta di bawah jendela: “Ampunilah semua jiwa Kristen untuk sebuah kue jiwa.” Dalam sebuah buku berjudul Europe’s Hidden Heritage (Warisan Tersembunyi Eropa), S.V. Peddle juga mengklaim bahwa, sebelum itu, pengetuk pintu akan ''mempersonifikasikan roh-roh tua di musim dingin, yang meminta upah sebagai imbalan atas keberuntungan.” 

Diketahui bahwa tradisi berdandan atau menyamar ini diadopsi oleh anak-anak muda dan anak-anak di kemudian hari, yang kemudian menjadi trick-or-treat modern. Souling berevolusi menjadi mumming di mana anak-anak muda menjadi lebih berani dan memutuskan untuk mulai menceritakan lelucon, melakukan pertunjukan di depan pintu rumah atau melakukan trik dengan imbalan makanan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya