KPK Tetapkan 1 Orang Tersangka dari Pihak Swasta Terkait Kasus Korupsi APD di Kemenkes

Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik (AT) tersangka kasus korupsi Alat Pelindung Diri (APD) di Kementrian Kesehatan (Kemenkes) tahun anggaran 2020 hingga mencapai Rp319 Miliar.

oleh Tim News diperbarui 01 Nov 2024, 20:30 WIB
Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik (AT) tersangka kasus korupsi Alat Pelindung Diri (APD) di Kementrian Kesehatan (Kemenkes) tahun anggaran 2020 hingga mencapai Rp319 Miliar. (Foto: Istimewa).

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik (AT) tersangka kasus korupsi Alat Pelindung Diri (APD) di Kementrian Kesehatan (Kemenkes) tahun anggaran 2020 hingga mencapai Rp319 Miliar.

Usai ditetapkan menjadi tersangka, yang bersangkutan langsung ditahan pada Rutan cabang kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK Gedung ACLC atau C1.

"KPK akan melakukan penahanan terhadap Tersangka AT, untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 1 sampai dengan 20 November 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK gedung ACLC atau C1," kata Wakil ketua KPK, Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

"Audit BPKP menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp319 Miliar," sambung Ghufron.

Ghufron mengatakan korupsi pengadaan APD Kemenkes itu semula terjadi pada Maret 2020 dimana PT PPM ditunjuk sebagai sebagai distributor resmi Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan.

Pada awal pemesanan, Kemenkes memesan 10.000 buah APD milik PPM seharga Rp 379.500/set. Pada saat pengambilan APD tersebut, rupanya tidak dilengkapi dengan dokumentasi, bukti pendukung, dan surat pemesanan.

Di satu sisi PT PPM juga telah meneken kontrak kerjasama dengan PT Energi Kita Indonesia (EKI) tentang pendistribusian APD dengan margin 18,5% diberikan kepada PT PPM.

 


Proses Tawar Menawar

Ghufron kemudian menyebut ada proses tawar-menawar antara PT EKI dengan pihak KPA BNPB di mana harga ketentuan harga tersebut tidak berdasarkan harga APD yang sama seperti yang lebih dahulu Kemenkes beli dengan harga Rp370.000

"KPA BNPB melakukan negosiasi harga APD dengan SW (Direktur PT AKI), agar diturunkan dari harga USD 60 menjadi USD 50. Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD (merk yang sama) yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu sebesar Rp 370.000. Dalam rapat juga disimpulkan PT PPM akan menagih pembayaran atas 170.000 set APD yang didistribusikan TNI dengan harga USD 50/set (sekitar Rp700.000)," ujar Ghufron.

Singkat cerita kesepakatan pun terjadi di mana PPM akan menagih pembayaran atas 170 ribu set APD yang sudah didistribusikan TNI dengan harga USD50 perset. Lalu untuk pembayarannya dilaksanakan secara dicicil.

"Pembayaran pertama sebesar Rp10 Milyar dilakukan pada 27 Maret 2020 dari Bendahara BNPB kepada Rekening BNI PT PPM. Pembayaran kedua sebesar Rp109 Miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kemenkes kepada Rekening BNI PT PPM," ujar Ghufron.

 


Sangkaan Pasal

Meskipun PT PPM baru mengirim 790.000 set APD dari 5.000.000 yang telah diterima oleh Kemenkes, telah terjadi negosiasi ulang pada bulan Mei 2020.

Padahal nyatanya pada 18 Mei 2020 Kemenkes baru hanya menerima APD sebanyak 3.140.000 hingga akhirnya negara mengalami kerugian hingga Rp319.691.374.183,06.

Atas perbuatannya AT disangkakan pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

 

Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya