Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang diajukan Partai Buruh dan serikat buruh lainnya pada Jumat,1 November 2024.
Pada amar putusannya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan pengujian isu konstitusionalitas 21 norma pasal dalam UU Ciptaker yang berkaitan dengan tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pekerjaan alih daya (outsourcing), cuti, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pesangon.
Advertisement
Selain itu, MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang untuk membentuk UU ketenagakerjaan yang baru dan memisahkannya dari UU Ciptaker. MK memberi waktu paling lambat dua tahun.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan bahwa keputusan MK terkait UU Cipta Kerja menjadi angin segar bagi buruh, karena beberapa isu krusial yang menjadi hambatan mereka untuk hidup layak kembali menjadi perhatian
"Keputusan ini juga memungkinkan adanya pemberian upah yang lebih besar, terutama sektoral," kata Nailul Huda kepada Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (2/11/2024).
"Jika upah di sektoral meningkat maka kesejahteraan mereka juga ikut meningkat," sambungnya.
Tetapi di sisi lain, kenaikan upah akan memberatkan sektor-sektor usaha yang sedang tidak prospektif.
"Konsekuensinya akan membuat para pelaku usaha gamang/khawatir untuk menentukan kebijakan turunannya. Misalnya soal upah, harus memastikan unsur hidup layak pada buruh," jelasnya.
Nailul Huda menyebut, kenaikan upah sering kali lebih tinggi dari kemampuan/khawatir.
"Kemudian terkait durasi, kalau kita lihat tentu saja dalam kontrak kerja ada pembatasan. Maksimum 5 tahun kan bagus bagi para buruh, tetapi bagi para pelaku usaha mereka jadi tidak punya ruang gerak untuk fleksibilitas," lanjut Nailul.
Maka dari itu, ia menyarankan, diperlukan adanya musyawarah lebih lanjut antara pembuat kebijakan dengan pelaku usaha terkait revisi UU Cipta Kerja. Hal ini guna menemukan jalan tengah yang terbaik antara pembuat kebijakan dan pengusaha terkait kesejahteraan buruh.
"Saya kira perlu ada, karena konsekuensinya UU Cipta Kerja harus direvisi, sesuai dengan keputusan dari MK. Jadi memang perlu ada komunikasi antara berbagai pihak," imbuhnya.
MK Kabulkan Gugatan UU Cipta Kerja, Kemnaker Rapatkan Barisan
Pemerintah menyatakan komitmennya untuk menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, yang menetapkan Perppu Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja sebagai undang-undang.
"Sebagai negara hukum, pemerintah tunduk dan patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. Kami akan segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menindaklanjuti keputusan tersebut," ujar Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, dikutip dari Antara, Jumat (1/11/2024).
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan mengambil langkah inisiatif dengan melakukan koordinasi bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya.
Kemnaker juga akan mengajak serikat pekerja, serikat buruh, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Kadin, serta para pemangku kepentingan lain untuk berdialog terkait tindak lanjut pasca-putusan MK.
"Kemnaker akan menggunakan forum dialog yang ada, seperti Lembaga Kerja Sama Tripartit, Dewan Pengupahan Nasional, dan forum dialog lainnya," tambah Yassierli.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen meningkatkan kesejahteraan pekerja dan buruh sambil memastikan keberlangsungan usaha.
Advertisement
Penciptaan Lapangan Kerja Baru
Menteri Yassierli juga mengajak seluruh pemangku kepentingan ketenagakerjaan untuk aktif berpartisipasi dalam penyelesaian isu ketenagakerjaan yang dihadapi saat ini.
Persoalan ketenagakerjaan, menurutnya, tidak hanya berkaitan dengan kesejahteraan pekerja aktif tetapi juga mencakup tantangan besar seperti penciptaan lapangan kerja baru untuk angkatan kerja dan perlindungan bagi pekerja yang rentan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).