Liputan6.com, Jakarta- Musim 2024/2025 menjadi babak baru bagi Juventus, salah satu klub paling bergengsi di Italia dan Eropa. Setelah beberapa musim yang penuh tantangan bersama Massimiliano Allegri, Juventus berharap menemukan stabilitas dan kesuksesan baru di bawah kepemimpinan Thiago Motta, pelatih yang dikenal dengan pendekatan taktik inovatif dan filosofi permainan menyerang.
Thiago Motta, yang sebelumnya sukses menangani beberapa klub di Serie A, dikenal dengan filosofi permainan yang menekankan penguasaan bola dan transisi cepat. Sebagai mantan gelandang yang pernah bermain untuk klub-klub besar seperti Barcelona, Inter Milan, dan Paris Saint-Germain, Motta membawa pengalaman dan wawasan yang mendalam tentang permainan di level tertinggi.
Advertisement
Di Juventus, Motta diharapkan mampu mengembalikan identitas klub sebagai penguasa Serie A, setelah beberapa musim terakhir yang kurang memuaskan. Kehadirannya juga diharapkan dapat mengembangkan bakat-bakat muda yang dimiliki Juventus, sekaligus memaksimalkan potensi para pemain bintang yang ada.
Juventus memulai musim 2024/2025 dengan performa yang menjanjikan. Di bawah arahan Motta, tim menunjukkan peningkatan dalam hal penguasaan bola, kreativitas di lini tengah, dan produktivitas di depan gawang. Formasi fleksibel yang diterapkan Motta memungkinkan para pemain untuk lebih mengekspresikan diri di lapangan, menghasilkan permainan yang lebih dinamis dan menghibur.
Namun memasuki bulan Oktober permainan Juventus bersama Motta mulai menemui hambatan hebat. Juve tak konsisten bersama eks pelatih Bologna itu. Mereka memang belum terkalahkan di Liga Italia, tapi sudah enam kali imbang dari 10 laga awal.
Ada tiga faktor yang menyebabkan inkonsitensi Juventus bersama Motta musim ini menurut Football Italia:
Cedera Bremer
Juventus kebobolan sepuluh gol dalam enam pertandingan terakhir di berbagai kompetisi yang dijalani, dan jelas bukan kebetulan bahwa masalah ini muncul setelah bek bintang mereka, Gleison Bremer, mengalami cedera ligamen krusial saat melawan RB Salzburg di ajang Liga Champions.
Sebelum cedera yang mengakhiri musim pemain asal Brasil itu, Si Nyonya Tua hanya kebobolan satu gol dalam tujuh pertandingan. Perbandingan ini sungguh mencolok. Ini jelas menjadi masalah utama yang harus diatasi oleh Motta, namun masih harus dilihat apakah dia dapat melakukannya sebelum jendela transfer Januari dibuka, ketika Cristiano Giuntoli pasti akan mencari bek tengah baru.
Danilo, pemain veteran asal Brasil, menjadi starter dalam tiga pertandingan terakhir, tapi ia menyebabkan dua penalti dan menerima kartu merah. Federico Gatti, yang merupakan starter reguler dan kapten Juventus di awal musim, harus turun peringkat setelah mengalami cedera ringan.
Sementara itu, Pierre Kalulu, yang bisa dibilang bek terbaik Juventus saat Bremer absen, tampil kurang meyakinkan saat melawan Stuttgart dan Inter, dan diistirahatkan saat melawan Parma pada hari Rabu.
Motta kini harus berpikir keras mengatasi masalah di lini belakang ini sebelum jendela transfer Januari dimulai.
Advertisement
Motta Belum Bisa Maksimalkan Potensi Lini Tengah
Di lini tengah Si Nyonya Tua, tampaknya hanya ada tiga pemain yang dianggap 'tak tersentuh': Teun Koopmeiners, Weston McKennie, dan Manuel Locatelli. Locatelli telah membuktikan dirinya sebagai gelandang bertahan yang ideal bagi Motta, mengisi peran yang sebelumnya dipegang oleh Remo Freuler di Bologna musim lalu.
Meskipun kontribusi Locatelli dalam membangun serangan telah meningkat dibandingkan musim lalu, ia masih memerlukan dukungan berkualitas di sekitarnya, dan di sinilah masalah mulai muncul.
Douglas Luiz, mantan bintang Aston Villa yang menjadi salah satu rekrutan terbesar Juventus musim panas lalu, kesulitan mendapatkan waktu bermain dan baru-baru ini mengalami cedera otot yang akan membuatnya absen selama beberapa minggu.
Nicolò Fagioli lebih sering dipandang sebagai cadangan bagi Locatelli, sementara Teun Koopmeiners, rekrutan termahal Juventus musim panas ini, hanya mampu memberikan satu assist dalam delapan penampilan. Pemain asal Belanda ini juga menghadapi masalah kebugaran dan bermain dalam pertandingan terakhir melawan Parma dengan perlindungan untuk tulang rusuknya yang patah.
Namun, bahkan ketika ia dalam kondisi bugar, ia kesulitan menemukan jalur umpan yang sebelumnya tampak alami beberapa bulan lalu di Atalanta. Koopmeiners sering kali bertukar posisi dengan Kenan Yildiz, kadang-kadang berpindah ke sayap kiri, tetapi kontribusi golnya yang minim menunjukkan bahwa Motta masih belum menemukan cara terbaik untuk memanfaatkan bakat pemain internasional Belanda ini di Allianz Stadium.
Tak Punya Pelapis Vlahovic
Juventus cuma punya satu striker murni di awal musim ini yakni Dusan Vlahovic. Penyerang asal Serbia ini memang kerap mendapatkan kritik lebih dari yang seharusnya dari para penggemar dan media. Pada usia 24 tahun, ia telah mencetak delapan gol dalam 13 pertandingan di semua kompetisi. Namun, setiap kali Juventus gagal meraih kemenangan atau dia tidak mencetak gol (terlebih lagi jika kedua hal tersebut terjadi bersamaan, seperti melawan Parma), Vlahovic menjadi salah satu yang paling banyak dikritik.
Memang, terkadang ia melewatkan peluang emas dan kesempatan yang seharusnya mudah bagi seorang penyerang yang digadang-gadang menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Namun, di sisi lain, Vlahovic adalah satu-satunya pilihan Juventus di lini serang, mengingat Arkadiusz Milik harus absen selama beberapa minggu setelah menjalani operasi baru awal bulan ini.
Pemain internasional Polandia tersebut belum menjalani debutnya di bawah arahan Motta dan tentunya, mencari penyerang tengah baru juga menjadi agenda Bianconeri pada bulan Januari.
Akibatnya Vlahovic kerap kelelahan. Motta juga belum bisa menemukan taktik cadangan yang tepat bila Vlahovic mandul.
Advertisement