Usai Putusan MK, Buruh Ngotot Minta UMP 2025 Naik 10%

Variabel penghitungan kenaikan upah diantaranya besaran inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 soal pengupahan diatur indeks tertentu berada pada rentang 0,1-0,3.

oleh Arief Rahman H diperbarui 02 Nov 2024, 16:30 WIB
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok buruh tengah merayakan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian gugatannya terkait sektor ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Setelah itu, ada peluang upah buruh bisa naik 8-10 persen untuk 2025, tahun depan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta pemerintah menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 8-10 persen. Hitungannya adalah besaran inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.

"8 persen sampai 10 persen, kan (ada variabel) inflasi, pertumbuhan ekonomi. Inflasi kan sekitar 2,5 persen, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen. Berarti 7,6 persen. Kita udah nombok kemarin 1,3 persen. Berarti kan hampir 8,9 persen. Itu logis loh itu," ujar Iqbal, ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024).

Seperti diketahui, variabel penghitungan kenaikan upah diantaranya besaran inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 soal pengupahan diatur indeks tertentu berada pada rentang 0,1-0,3.

Namun, kata Iqbal, pasca putusan MK, variabel tersebut ditambahkan dengan perlunya hitungan yang proporsional dan memuat kebutuhan hidup layak. Pada bagian ini, Iqbal optimistis pernghitungan kenaikan upah bisa lebih besar dengan adanya rundingan antara pemberi kerja dan pekerja

"Yang sekarang berlaku, ya 0,1 sampai 0,3. Tapi dengan ada keputusan MK, gugur. Dia harus berunding katanya," kata dia.

Di sisi lain, Iqbal mengancam akan melakukan mogok nasional jika pemerintah tidak mengindahkan putusan MK. Namun, dia masih menunggu keputusan kenaikan upah minimum pada 21 November 2024 nanti.

Meski begitu, Iqbal menyebut kelompok buruh tak langsung menyetop produksi. Ada aspek lain dalam penentuan kenaikan upah, yakni upah minimum sektoral.

"Kalau itu tidak terpenuhi, kita akan lihat. Kan bisa komprominya masih ada upah minimum sektoral. Nanti kita diskusi. Tapi kata mahkamah, tetap harus memasukkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentunya, itu tergantung rundingan. Bisa beda-beda loh tiap daerah," bebernya.

 


Upah Sektoral

Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Ditemui di tempat yang sama, Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono mengatakan ada 3 sektor industri yang upah minimumnya bisa lebih tinggi. Misalnya, industri otomotif atau kimia yang bisa memiliki upah 15 persen lebih tinggi dari upah minimum kabupaten/kota.

"Di sektor 2 ada beberapa industri yang lain, misalnya di sana ada industri farmasi, misalnya ada beberapa industri elektrik gitu. Itu nilainya 10 persen lebih besar dari upah minimum kabupaten, kota. Dan kemudian ada sektor 3 gitu yang nilainya adalah 5 persen lebih besar dari upah minimum kabupaten, kota. Begitu juga di beberapa daerah yang lain," terangnya.

Sama halnya di DKI Jakarta, upah pekerja di sektor perbankan bisa lebih tinggi dari upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta.

"Sehingga semua sektor industri yang tadinya masuk dalam sektor jenis industri yang ada upah minimum sektornya, dia tidak boleh membayar upah sesuai dengan upah minimum kabupaten, kota atau upah minimum provinsi. Jadi harus sesuai dengan upah minimum jenis industri itu," tutur Kahar.

 


Ancam Mogok Nasional

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan akan menggelar mogok nasional jika pemerintah tak ikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satunya terkait dengan penetapan upah minimum tahun 2025.

Iqbal mengatakan, ada 21 poin putusan MK yang membatalkan pasal-pasal di Undang-Undang Cipta Kerja. Salah satu yang terdekat adalah tentang penetapan upah minimum provinsi (UMP).

"Tentang Mogok Nasional, maka kami akan melihat dulu sampai tanggal 21 November dulu. Apakah konstitusi dilanggar atau tidak? Atau keputusan MK dilanggar atau tidak? Bila mana itu dilanggar, kami akan melakukan Mogok Nasional. Stop produksi," ungkap Iqbal, ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024).

Mengacu pada putusan MK, kata dia, penetapan upah tidak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pada putusan MK, dimuat mengenai hitungan yang proporsional dan acuan kebutuhan hidup layak yang wajar.

"Karena norma hukum tentang upah sudah dicabut di Pasal 81 Angka 27, Pasal 81 Angka 28, kata MK dicabut, nggak berlaku lagi, tidak punya kekuatan hukum, maka PP No. 51 batal demi hukum," jelas dia.

 


Tagih Janji

Dia mengatakan, kelompok buruh belum akan melakukan mogok nasional hingga pengumuman UMP pada 21 November 2024 mendatang. Menuju waktu tersebut, Iqbal berencana menemui Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dan Presiden Prabowo Subianto.

"Ya, 21, kan janjinya Menteri, 21 November akan ditetapkan upah. Kita mau lihat. Nah, sebelum menuju 21 November, tentu kami langkah-langkahnya kan berdialog," ungkapnya.

"Saya akan coba meminta waktu bertemu Menteri Tenaga Kerja, dan saya nggak ada urusannya dengan Menko Perekonomian. Bahkan tadi kami berharap bisa menghadap Bapak Presiden Prabowo untuk menjelaskan posisi Serikat Buruh, Partai Buruh, dan elemen-elemen lainnya," sambung Said Iqbal.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya