Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong implementasi efisiensi energi dan energi terbarukan untuk properti milik pemerintah daerah (pemda) dan korporasi, baik BUMN, swasta, maupun real estate.
Koordinator Pengembangan Usaha Konservasi Energi Kementerian ESDM Devi Laksmi mengatakan, implementasi energi terbarukan ini untuk mendukung upaya pemerintah sekaligus menguntungkan bagi pemilik properti. Alasannya, bangunan gedung hijau bisa menghemat energi sekaligus biayanya, dan memangkas emisi karbon.
Advertisement
Pemerintah telah memiliki Peta Jalan untuk Penyelenggaraan dan Pembinaan Bangunan Gedung Hijau yang menargetkan penurunan emisi di gedung pemerintah, gedung komersial, dan rumah tinggal.
“Per Juni 2024, sebanyak 12 gedung komersial telah melaporkan implementasi manajemen energi secara voluntary karena mengikuti Penghargaan Efisiensi Energi Nasional (PEEN) yang dulu disebut Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi (PSBE), dengan total penghematan energi 6.334 MWh dan 1.380 tCO2e penurunan emisi,” kata Devi dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/11/2024).
Sebagai perbandingan, jumlah bangunan yang sudah melaporkan juga secara voluntary karena mengikuti PSBE tahun 2023 sebanyak 38 gedung komersial dan 41 gedung pemerintah dengan konsumsi energi 292 ribu SBM, penghematan energi 17 ribu SBM, dan penurunan emisi 23 ribu tCO2e.
Implementasi EE dan ET di sektor bangunan sudah dilakukan oleh beberapa instansi, di antaranya PT Gedung Bank Eksim, pemerintah Kabupaten Sukoharjo, dan Rumah Sakit Islam Surabaya Jemursari. Ketiganya merupakan pemenang Subroto Awards kategori bangunan pada tahun 2023 dan 2024.
Penghematan
PT Gedung Bank Eksim melalui bangunan Plaza Mandiri menghemat energi 11.735.360 kWh. Pada tahun 2023, Gedung Plaza Mandiri berkontribusi mengurangi emisi karbon sebanyak 10.327,12 tCO2e.
Gedung Menara Wijaya yang berada di bawah pengelolaan pemerintah Kabupaten Sukoharjo menghemat energi 28.822 kWH pada 2023 yang setara dengan penghematan biaya Rp60,84 juta. Emisi gas rumah kaca yang diturunkan sebanyak 25,07 tCO2e di tahun yang sama.
Implementasi ET berupa PLTS atap di RSI Surabaya Jemursari telah berhasil menghasilkan penghematan energi sebanyak 918.964 kWh atau setara Rp1.378.446.000 pada tahun 2019.
Selanjutnya, berdasarkan hasil studi Climate Policy Initiative (CPI), beberapa temuan kunci dibahas.
Pertama, regulasi bangunan gedung hijau belum mewajibkan bangunan residensial yang sebenarnya memiliki luasan lantai terbanyak di Indonesia.
Kedua, pemerintah daerah kurang mengimplementasikan regulasi bangunan gedung hijau.
Ketiga, instrumen khusus untuk mendanai bangunan gedung hijau terbatas.
Keempat, pada bangunan gedung di Indonesia, pendinginan merupakan faktor konsumsi energi tertinggi.
Advertisement
Investasi Lebih Tinggi
“Temuan kelima, berdasarkan referensi dari contoh eksisting, bangunan gedung hijau baru bisa memiliki biaya investasi 10-15% lebih tinggi daripada bangunan konvensional. Namun, studi kasus kami di Semarang menunjukkan bahwa biaya operasional 32-44% lebih rendah, sehingga menghasilkan penghematan yang signifikan dari tagihan listrik dan membuat investasi bangunan gedung hijau lebih hemat biaya dalam jangka panjang,” kata Ira Purnomo, analis CPI.
“Implementasi EE dan ET pada bangunan masih menghadapi sejumlah tantangan. Namun, potensi implementasi bangunan gedung hijau oleh pemerintah daerah dan korporasi saat ini mulai terbuka. SETI mendukung replikasi langkah ini yang terbukti mendatangkan keuntungan penghematan energi, finansial, dan pengurangan emisi,” ucap Malindo Wardana, perwakilan Konsorsium SETI.