Liputan6.com, Tel Aviv - Dugaan kebocoran dokumen rahasia terkait Jalur Gaza yang melibatkan seorang ajudan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah mengguncang politik Israel dan membuat marah keluarga sandera yang ditawan Hamas, yang mendesak tercapainya kesepakatan untuk memulangkan orang-orang yang mereka cintai.
Rincian kasus kebocoran ini telah terungkap perlahan karena adanya perintah untuk bungkam. Namun, putusan hakim yang mencabut sebagian perintah tersebut telah memberikan gambaran awal tentang kasus yang menurut pengadilan membahayakan sumber keamanan dan mungkin telah merugikan upaya Israel untuk membebaskan para sandera.
Advertisement
"Informasi intelijen rahasia dan sensitif diambil dari sistem IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dan dibawa keluar secara ilegal," kata putusan Pengadilan Magistrat Rishon Le-Zion pada hari Minggu (3/11/2024), seperti dilansir CNA, Senin (4/11).
Netanyahu telah membantah adanya kesalahan yang dilakukan oleh staf kantornya dan mengatakan pada hari Sabtu (2/11) bahwa dia baru mengetahui dokumen yang bocor tersebut dari media.
Rincian dari dokumen yang dimaksud dipublikasikan oleh surat kabar Jerman Bild pada tanggal 6 September, menurut surat kabar Israel Haaretz, salah satu media yang telah mengajukan banding ke pengadilan untuk mencabut perintah pembungkaman.
Artikel, yang diberi label eksklusif, konon menguraikan strategi negosiasi Hamas.
Sekitar waktu itu, Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir memediasi pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang akan mencakup kesepakatan untuk membebaskan sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza.
Namun, pembicaraan gagal karena Israel dan Hamas saling menyalahkan atas kebuntuan negosiasi. Artikel yang dimaksud sebagian besar sesuai dengan tuduhan Netanyahu terhadap Hamas atas kebuntuan tersebut.
Artikel itu diterbitkan beberapa hari setelah enam sandera Israel ditemukan dieksekusi di terowongan di Gaza Selatan. Pembunuhan mereka memicu protes massal di Israel dan membuat marah keluarga sandera, yang menuduh Netanyahu menggagalkan perundingan gencatan senjata karena alasan politik.
Pada hari Sabtu, beberapa keluarga bergabung dengan seruan jurnalis Israel dan mendesak pengadilan mencabut perintah pembungkaman.
"Orang-orang ini telah hidup dalam pusaran rumor dan setengah kebenaran," kata pengacara keluarga sandera Dana Pugach.
"Selama setahun terakhir, mereka telah menunggu untuk mendengar informasi intelijen atau informasi apa pun tentang negosiasi pembebasan para sandera. Jika sebagian informasi itu telah dicuri dari sumber militer maka kami pikir keluarga berhak untuk mengetahui detail yang relevan."
Ketika ditanya lebih lanjut, Bild mengatakan mereka tidak mengomentari sumbernya.
"Keaslian dokumen yang kami ketahui dikonfirmasi oleh IDF segera setelah dipublikasikan," sebut Bild.
Perang di Jalur Gaza meletus setelah militan yang dipimpin Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023. Israel mengklaim serangan itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 251 orang.
Serangan balasan Israel pada hari yang sama telah menewaskan lebih dari 43.000 orang di Jalur Gaza dan menghancurkan wilayah kantong Palestina itu.