Liputan6.com, Jakarta - Sebagian masyarakat belum mengenal istilah tumor hipofisis. Tak heran, tumor hipofisis dinilai sebagai salah satu jenis tumor yang sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup.
Menurut ahli bedah saraf, Prof. Julius July, tumor hipofisis adalah pertumbuhan abnormal yang terjadi pada kelenjar hipofisis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berperan penting dalam mengatur berbagai hormon yang memengaruhi banyak fungsi tubuh, mulai dari pertumbuhan hingga metabolisme.
Advertisement
“Tumor ini bisa bersifat jinak atau ganas, tetapi sebagian besar kasus adalah tumor jinak yang tidak menyebar ke bagian lain dari tubuh,” jelas dokter dari RS Siloam Lippo Village Karawaci itu dalam keterangan pers, Senin (4/11/2024).
Julius menambahkan, faktor risiko yang dapat berkontribusi pada perkembangan tumor hipofisis meliputi usia dan jenis kelamin. Tumor ini lebih sering terjadi pada orang dewasa berusia antara 30 hingga 50 tahun, yang merupakan kelompok usia paling rentan. Terdapat faktor-faktor hormonal yang berperan dalam meningkatkan risiko pada kelompok usia ini.
Selain itu, wanita cenderung lebih rentan terhadap tumor hipofisis dibandingkan pria. Meskipun kondisi ini dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, perbedaan ini menandakan adanya pengaruh hormonal yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan tumor. Memahami faktor risiko ini dapat membantu dalam deteksi dan penanganan yang lebih baik.
Apa Saja Gejala Tumor Hipofisis?
Gejala yang dialami pasien dengan tumor hipofisis bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi tumor. Salah satu gejala yang paling umum adalah gangguan penglihatan, terutama kebutaan periferal, yang terjadi akibat tekanan tumor pada saraf optik.
Sakit kepala juga merupakan keluhan yang sering disampaikan dan sering kali menjadi gejala awal yang dihadapi pasien.
Selain itu, pasien sering melaporkan perubahan hormonal yang dapat menyebabkan gejala seperti menstruasi yang tidak teratur pada wanita dan penambahan berat badan.
Keseimbangan hormonal tubuh yang terpengaruh bisa berdampak serius pada kesehatan. Misalnya, kelebihan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan kondisi akromegali, sedangkan kekurangan hormon tertentu dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh yang vital, seperti metabolisme dan pertumbuhan.
Advertisement
Berapa Prevalensi Tumor Hipofisis?
Tumor hipofisis cukup umum, mewakili sekitar 10-15 persen dari semua tumor otak. Meskipun dapat memengaruhi pria dan wanita, prevalensi lebih tinggi ditemukan pada wanita, khususnya dalam kelompok usia dewasa.
Pengetahuan tentang prevalensi ini dapat membantu dalam diagnosis lebih awal dan pengobatan yang tepat.
Proses diagnosis tumor hipofisis melibatkan beberapa langkah penting. Pertama, dokter akan melakukan tes darah untuk mengukur kadar hormon, yang dapat menunjukkan adanya ketidakseimbangan hormonal.
Selanjutnya, pencitraan otak seperti MRI atau CT scan dilakukan untuk menilai keberadaan dan ukuran tumor.
Evaluasi penglihatan juga penting untuk menentukan dampak tumor pada saraf optik. Proses ini memastikan diagnosis yang akurat dan pemilihan metode penanganan yang tepat.
Apa Bedanya Tumor Hipofisis dengan Tumor Lain di Otak?
Membedakan tumor hipofisis dari tumor lain di otak dilakukan melalui pencitraan dan analisis histopatologis.
Dokter akan memerhatikan lokasi, ukuran, dan karakteristik tumor dalam gambar MRI atau CT scan, yang biasanya memiliki ciri khas tertentu. Analisis jaringan juga diperlukan untuk memastikan diagnosis yang tepat.
Bagaimana Tatalaksana Tumor Hipofisis?
Tatalaksana tumor hipofisis dapat dilakukan melalui pendekatan pembedahan dan non-pembedahan.
Pembedahan sering kali diperlukan untuk mengangkat tumor, terutama jika tumor menyebabkan gejala yang signifikan atau memiliki potensi untuk menjadi ganas.
Pendekatan non-pembedahan, seperti terapi hormon dan radiasi, juga dapat dipertimbangkan, tergantung pada kondisi spesifik pasien dan sifat tumor.
Advertisement
Inovasi Penanganan Tumor Hipofisis
Dalam keterangan yang sama, dokter spesialis telinga hidung dan tenggorokan (THT) RS Siloam Lippo Village Karawaci, Michael mengatakan, salah satu inovasi terbaru dalam penanganan tumor hipofisis adalah Endoscopic Endonasal Transphenoidal Surgery (EETS).
Ini adalah pembedahan minimal invasif yang dilakukan melalui hidung dan sinus. Metode ini memungkinkan akses yang lebih mudah ke tumor dengan risiko yang lebih rendah dan waktu pemulihan yang lebih cepat.
Prosedur ini mengurangi trauma pada jaringan sekitarnya dan sering kali memberikan hasil yang lebih baik bagi pasien.
Dalam prosedur EETS, dokter spesialis THT memegang peran krusial. Mereka bertanggung jawab untuk mempersiapkan jalur akses melalui hidung dan sinus serta membantu dalam visualisasi area tumor. “Kolaborasi antara dokter spesialis bedah saraf dan THT sangat penting untuk keberhasilan prosedur ini, memastikan bahwa tumor dapat diangkat dengan risiko minimal bagi pasien,” jelas Michael.
“Kolaborasi antara tim dokter multidisiplin, termasuk spesialis neurologi, endokrinologi, bedah saraf, dan THT, sangat penting dalam manajemen pasien tumor hipofisis. Setiap spesialis membawa keahlian unik yang mendukung diagnosis dan perawatan menyeluruh, memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan terbaik yang dapat meningkatkan hasil kesehatan mereka,” tambahnya.
EETS memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pembedahan konvensional. Salah satu keunggulan utamanya adalah risiko yang lebih rendah.
Dengan metode minimal invasif ini, kemungkinan kerusakan pada jaringan di sekitar tumor lebih kecil, yang pada gilirannya mengurangi komplikasi pasca operasi. Selain itu, waktu pemulihan pasien juga lebih cepat, memungkinkan mereka kembali ke aktivitas normal dalam waktu yang lebih singkat. Nyeri pasca operasi juga umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan prosedur konvensional.