Liputan6.com, Jakarta Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI (sebelumnya Satgas Waspada Investasi) pada periode Agustus s.d. September 2024 menemukan 400 entitas pinjaman online ilegal di sejumlah situs dan aplikasi serta 30 konten penawaran pinjaman pribadi (pinpri) yang berpotensi merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan penyebaran data pribadi.
Satgas PASTI juga memblokir 68 tawaran investasi ilegal terkait penipuan yang dilakukan oleh oknum dengan modus meniru atau menduplikasi nama produk, situs, maupun sosial media milik entitas berizin dengan tujuan untuk melakukan penipuan (impersonation).
Advertisement
Sekretariat Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal – Hudiyanto, mengatakan berkaitan dengan temuan tersebut dan setelah melakukan koordinasi antaranggota, Satgas PASTI telah melakukan pemblokiran dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
"Sejak 2017 s.d. 30 September 2024, Satgas telah menghentikan 11.389 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 1.528 entitas investasi ilegal, 9.610 entitas pinjaman online ilegal/pinpri, dan 251 entitas gadai ilegal," ujar Hudiyanto, Selasa (5/11/2024).
Oleh karena itu, Satgas PASTI mengingatkan kembali agar masyarakat untuk selalu berhati-hati, waspada, dan tidak menggunakan pinjaman online ilegal maupun pinjaman pribadi karena berpotensi merugikan masyarakat, termasuk risiko penyalahgunaan data pribadi peminjam. Masyarakat juga diminta untuk mewaspadai penawaran aktivitas atau investasi dengan modus impersonation di kanal-kanal media sosial, khususnya Telegram.
Pemblokiran Kontak Debt Collector
Selain itu, Satgas PASTI menemukan nomor whatsapp pihak penagih (debt collector) terkait pinjaman online ilegal yang dilaporkan telah melakukan ancaman, intimidasi maupun tindakan lain yang bertentangan dengan ketentuan. Menindaklanjuti hal tersebut, Satgas PASTI telah mengajukan pemblokiran terhadap 226 nomor kontak kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
"Pemblokiran tersebut akan terus dilakukan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI untuk menekan ekosistem pinjaman online ilegal yang masih meresahkan masyarakat," pungkasnya.
Pinjol hingga Judol Ilegal Masih Marak, OJK Beberkan Alasannya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwa pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) ilegal masih marak di Indonesia. Hal itu dikarenakan literasi keuangan digitalnya masih rendah.
Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Djoko Kurnijanto, menjelaskan walaupun berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan adanya peningkatan, namun tetap saja masih terhitung rendah.
Tercatat hasil SNLIK 2024, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia baru mencapai 65,43 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.
“Sumber dari sekarang ini yang muncul permasalahan di media karena rendahnya digital financial literacy. Apakah itu penggunaan aplikasi judol, banyak yang kena pinjol ilegal misalnya dan juga aplikasi aplikasi lain. Kenapa ini terjadi? Karena digital financial literasi yang masih rendah dan perlu ditingkatkan," kata Djoko dalam acara Pre-Event Media Gathering Bulan Fintech Nasional, di Jakarta, Senin (4/11/2024).
Pesatnya teknologi digital saat ini membuat masyarakat dapat dengan mudah melakukan aktivitas keuangan hanya melalui smartphone saja. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan pemahaman risiko yang akan ditimbulkan jika asal melakukan transaksi, baik itu pinjol maupun hal lainnya.
"Cuma permasalahnnya apakah mereka-mereka yang provide layanan di dalam HP ini bertanggung jawab? Dan sebaliknya apakah kita-kita yang gunakan ini regardless umurnya, regardless gendernya, sudah memahami dampak risiko yang kita lakukan dengan HP kita?,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan kembali bahwa di era digital saat ini, kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan melalui teknologi seperti AI, blockchain, dan cryptocurrency menawarkan potensi besar. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat risiko yang harus diwaspadai. Untuk itu, meningkatkan literasi keuangan digital menjadi sangat penting.
"Bagaimana kita bisa meningkatkan digital financial literacy. Ini yang terpenting. Ketika kita ngomongin digital di situlah potensi untuk orang menggunakan atau digunakan orang-orang tidak bertanggung jawab itu tinggi potensinya. Jadi, digital financial ini yang kurang. Kita ingin kejar selama BFN ini untuk bisa kita saling mengingatkan kembali bahwa di balik kemudahan adanya kehadiran AI, blockchain, kripto, dan lain-lain. Di balik itu semua, masih ada potensi risiko yang harus diketahui bersama. Inilah yang kita bangkitkan, kita tingkatkan," pungkasnya.
Advertisement
Puluhan Mahasiswa Gunadarma Depok Terjerat Pinjol
Sejumlah mahasiswa Universitas Gunadarma, terjerat hutang pinjaman online (Pinjol). Kasus tersebut terungkap saat para korban mengadukan nasibnya akibat ulah tersangka berinisial IM, yang merupakan sesama teman di kampus Gunadarma, Depok.
Salah seorang korban, Farikh mengatakan, awalnya korban mengenal IM merupakan teman sekelasnya yang merupakan mahasiswa berprestasi. IM sempat meminta bantuan korban memberikan data korban dengan alasan kerjasama dengan platform digital.
“Saya ngasih data karena percaya, dia dulu sering bantu saya ngerjain soal kuliah, akhirnya saya tanpa pamrih bantu dia,” ujar Farikh, Senin (28/10/2024).
Kebaikan korban ternyata disalahgunakan tersangka dengan memanfaatkan data korban untuk pinjol. Korban sempat disuruh tersangka untuk mendownload dan mengajukan limit pinjaman Rp2 juta.
“Jadi modusnya tuh dia ngaku ada proyek, terus butuh data baru untuk survei. Dia kan dulu teman saya, jadi saya bantuin,” ucap Farikh.
Korban sempat mempertanyakan terkait uang tersebut dan ternyata merupakan pinjol. Tersangka berjanji akan membayar cicilan pinjol tiap bulannya, namun sampai batas waktu yang ditentukan tidak dipenuhi.
“Terpaksa saya menutupi tagihan tersebut, saya masih meminta pertanggungjawaban dia,” terang Farikh.