IKP Alami Tren Penurunan, Kebebasan Pers Indonesia Sedang Tidak Baik-baik Saja

Dewan Pers mengumumkan hasil survei Indeks Kemerdakaan Pers (IKP) nasional untuk tahun 2024.

oleh Edu Krisnadefa diperbarui 06 Nov 2024, 08:05 WIB
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria (kedua dari kiri) dalam acara Peluncuran Hasil Survei IKP 2024 Dewan Pers, Selasa (5/11) di Jakarta. (Liputan6.com/Edu Krisnadefa)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pers mengumumkan hasil survei Indeks Kemerdakaan Pers (IKP) nasional untuk tahun 2024, dalam acara Peluncuran Hasil Survei IKP 2024 Dewan Pers, Selasa (5/11) di Jakarta.

Seperti diumumkan Atmaji Sapto Anggoro, anggota Dewan Pers yang juga Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi, IKP nasional untuk tahun 2024 adalah 69,36.

Angka ini mengindikasikan bahwa pers nasional dalam kondisi atau kategori “cukup bebas”. Namun begitu, angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan capaian tahun lalu di mana IKP mencapai 71,57. Bahkan, pada tahun 2022, Indeks Kemerdekaan Pers mencapai 77,88.

“Ini memperlihatkan kondisi pers nasional sedang tidak baik-baik saja,” ujar Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, saat  membuka acara.

Menurut Ninik, angka IKP nasional  ini dipengaruhi kondisi lingkungan ekonomi, hukum, maupun politik yang berkaitan dengan media. Maka itu, kondisi ini perlu dibenahi sehingga kembali memunculkan IKP nasional yang lebih baik.

Ninik menyebut, terbentuknya lingkungan ekonomi, politik, dan hukum tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Pihak swasta dan instansi lain yang terkait dengan pers juga punya peran penting.

Saat ini, dalam lingkungan ekonomi, masih banyak media yang menggantungkan diri pada kerja sama dengan pemerintah daerah. Kondisi bisa berpengaruh terhadap indepensi pers dalam menjalankan perannya sebagai alat kontrol sosial terhadap pemerintahan.

“Hormati kerja pers kita yang ingin bekerja secara profesional,” ujar Ninik.

 


Tata Kelola Perusahaan Pers

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, saat membuka acara Peluncuran Hasil Survei IKP 2024 Dewan Pers, Selasa (5/11) di Jakarta. (Liputan6.com/Edu Krisnadefa)

Sementara itu, Sapto menjelaskan, angka IKP 69,36 diperoleh dari rerata variabel lingkungan fisik politik sebesar 70,06, lingkungan ekonomi 67,74, serta lingkungan hukum sebesar 69,44.

Khusus pada variabel ekonomi, skor rendah dipengaruhi oleh indikator independensi kelompok kepentingan yang kuat dan soal tata kelola perusahaan pers yang baik.

Dalam kaitan ekonomi ini , diungkapkan Sapto, perkembangan teknologi digital menciptakan disrupsi yang mendorong lahirnya media-meia baru berbasis internet yang menjadi pesaing berat media pers konvensional. “Akibat dari itu media konvesional kehilangan pasar dan terus merosot jumlah pembacanya sehingga kesulitan mencari iklan,” ujarnya.


Kembangkan Model Bisnis

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, meminta agar Dewan Pers dan semua pihak tidak berkecil hati lantaran angka IKP yang kembali turun. “Perlu kita cari langkah untuk mengembangkan model bisnis pers di masa depan dengan melakukan intervensi dalam arti positif dari ekosistem yang ada,” paparnya.

Ia juga menyarankan pendanaan melalui berbagai cara. Hal itu untuk mengatasi hambatan insentif dan mempercepat proses terciptanya iklim dan ekosistem pers yang kondusif.

  

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2016 lebih buruk daripada 2015 (liputan6/abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya