Pemerintah Ingin Selamatkan Sritex, Bisakah Lolos dari Potensi Delisting?

Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Jeffrey Hendrik memberikan tanggapan mengenai nasib saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau disebut Sritex.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Nov 2024, 18:47 WIB
Pemerintah berencana menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang kini dalam status pailit. (Dok Sritex) 

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang kini dalam status pailit. Upaya tersebut menimbulkan tanya di kalangan pelaku pasar apakah saham SRIL akan selamat dari potensi delisting.

Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya telah menghentikan sementara atau suspensi saham SRIL sejak 18 Mei 2021. Saat itu, suspensi dilakukan lantaran perseroan tersanding persoalan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Belakangan, Bursa kembali mempertegas adanya suspensi saham SRIL, sesuai dengan putusan dari Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024 yang menyatakan Perseroan selaku pihak termohon pembatalan homologasi berada dalam keadaan pailit.

Sehubungan dengan putusan pailit, adanya ketidakpastian atas kelangsungan usaha dan informasi material yang belum dipublikasikan secara merata, maka Bursa memutuskan untuk melanjutkan penghentian sementara (suspensi) perdagangan efek PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) di seluruh pasar hingga pengumuman Bursa lebih lanjut.

"Saya kira tim kita tetap akan melakukan reviu terkait itu. Tetapi pertanyaan di market adalah deteksinya itu, Sritex disuspen. Karena sebelumnya sudah disuspen pada 2021 karena gagal bayar. Lalu ada penyebab baru, ada putusan pailit, itu disuspen lagi. Jadi istilahnya gemboknya ditambah. Dari satu, sekarang dua gembok. Jadi buka suspensinya harus punya dua kunci," jelas Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Jeffrey Hendrik kepada wartawan, Selasa (5/11/2024).

Mengingat akumulasi waktu suspensi yang sudah melebihi 24 bulan, saham SRIL berpotensi terdepak dari Bursa atau delisting. Perseroan sendiri telah mengajukan kasasi atas putusan pailit.

Upaya tersebut merupakan bentuk tanggung jawab perseroan kepada para kreditur, pelanggan, karyawan dan pemasok yang telah bersama-sama mendukung Sritex selama lebih dari setengah abad.

"Kalau nanti putusan hasil kasasi atau apapun upaya hukum yang dilakukan Sritex itu membuat tidak terpenuhinya unsur suspensi termasuk pailit, tentu (suspensi) kita buka. Tetapi masih ada satu lagi, yang surat utang itu," ujar Jeffrey.

 


Dua Opsi Penyelamatan

Ilustrasi PT Sri Rejeki Isman Tbk/Sritex (SRIL) (Dok: PT Sri Rejeki Isman Tbk)

Pemerintah mempersiapkan dua opsi penyelamatan, tergantung pada hasil kasasi yang diajukan oleh Sritex. Dua skenario tersebut mencakup langkah pemerintah jika kasasi Sritex dikabulkan dan rencana yang akan diambil jika kasasi ditolak.

"Dalam kedua skenario tersebut, komitmen pemerintah tetap sama, yakni memastikan kelangsungan operasional perusahaan dan melindungi tenaga kerja. Kami berupaya agar tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan produksi tetap berjalan. Meski langkahnya akan berbeda sesuai hasil kasasi, tujuan akhirnya tetap menjaga stabilitas perusahaan dan pekerja,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam pemberitaan Liputan6.com sebelumnya.

Menurut Menperin, langkah pertama yang harus dilakukan saat ini adalah memastikan bahwa Sritex tetap dapat berproduksi dan mengekspor barang-barang mereka ke luar negeri. Kendala utama saat ini adalah barang produksi Sritex yang tidak bisa keluar dari kawasan berikat.

Agus juga berharap kasus kepailitan ini dapat segera mencapai kesepakatan homologasi dengan para kreditur. Menurut dia, Sritex menunjukkan komitmen yang kuat untuk menyelesaikan permasalahan finansial mereka dan menjalankan kesepakatan yang telah disusun dalam proses homologasi.


BEI Sebut Saham Sritex SRIL Masuk Kriteria Delisting, Bagaimana Nasib Investor?

Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Sritex)

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengatakan saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex memenuhi kriteria delisting. Berdasarkan ketentuan III.1 Peraturan Bursa I-N disebutkan bahwa delisting atas suatu saham dapat terjadi karena beberapa hal.

Dalam ketentuan III.1.3.1, disebutkan delisting suatu saham bisa terjadi apabila perusahaan tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat. Baik secara finansial atau secara hukum, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Atau, berdasarkan ketentuan III.1.3.3, delisting bisa terjadi apabila saham perusahaan tercatat telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler dan pasar tunai, dan atau di seluruh pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, Bursa telah melakukan penghentian sementara perdagangan efek SRIL di seluruh pasar sejak tanggal 18 Mei 2021 hingga sampai saat ini. Hal itu dilakukan lantaran adanya penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6.

"Dengan demikian SRIL telah memenuhi kriteria untuk dilakukan Delisting karena suspensi atas efek SRIL telah mencapai 42 bulan," kata Nyoman kepada wartawan, Jumat (25/10/2024).

Sehubungan dengan pemberitaan mengenai putusan pailit SRIL, Bursa telah menyampaikan permintaan penjelasan dan reminder kepada SRIL untuk menyampaikan Keterbukaan Informasi kepada Publik mengenai tindak lanjut dan rencana Perseroan terhadap putusan pailit. Termasuk upaya SRIL untuk mempertahankan going concern-nya.

 


Hal Lain

Pekerja Sritex

Dalam melakukan pemantauan atas Perusahaan Tercatat, Bursa juga melakukan beberapa upaya perlindungan investor ritel, salah satunya melalui pengenaan notasi khusus dan penempatan pada Papan Pemantauan Khusus apabila Perusahaan Tercatat memenuhi kriteria-kriteria tertentu.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Bursa I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus.

"Hal ini diharapkan bisa menjadi awareness awal bagi investor atas potensi adanya permasalahan pada Perusahaan Tercatat," imbuh Nyoman.

Sedangkan pada Perusahaan Tercatat yang dilakukan suspensi, baik karena sanksi maupun suspensi karena penyebab lainnya, maka upaya perlindungan investor ritel dilakukan melalui beberapa hal.

Antara lain dengan menyampaikan reminder delisting kepada Perusahaan Tercatat yang telah dilakukan suspensi atas efeknya selama 6 bulan, menyampaikan undangan hearing, permintaan penjelasan mengenai upaya perbaikan penyebab suspensi serta rencana bisnis ke depan.

Selanjutnya, Perusahaan Tercatat wajib menyampaikan update progress rencana perbaikan tersebut setiap bulan Juni dan Desember. Bursa juga akan melakukan pengumuman potensial delisting setiap 6 bulan, yang di dalamnya mencantumkan informasi mengenai masa suspensi, susunan manajemen dan pemegang saham terakhir, serta kontak yang bisa dihubungi.

 


Pengumuman Delisting

Pengunjung mengabadikan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dalam melakukan pemantauan terhadap SRIL, Bursa telah melakukan pengumuman potensi delisting setiap 6 bulan dengan rincian:1.⁠ ⁠Pengumuman Bursa nomor Peng-00050/BEI.PP3/11-2021 tanggal 18 November 2021;2.⁠ ⁠Pengumuman Bursa nomor Peng-00022/BEI.PP3/05-2022 tanggal 18 Mei 2022;3.⁠

⁠Pengumuman Bursa nomor Peng-00060/BEI.PP3/11-2022 tanggal 18 November 2022;4.⁠ ⁠Pengumuman Bursa nomor Peng-00027/BEI.PP3/05-2023 tanggal 17 Mei 2023;5.⁠ ⁠Pengumuman Bursa nomor Peng-00093/BEI.PP3/11-2023 tanggal 20 November 2023; dan6.⁠ ⁠Pengumuman Bursa nomor Peng-00020/BEI.PP3/06-2024 tanggal 28 Juni 2024.

Berdasarkan POJK 3/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham Perusahaan Terbuka sebagai Akibat Dibatalkannya Pencatatan Efek oleh Bursa Efek karena Kondisi atau Peristiwa yang Signifikan Berpengaruh Negatif terhadap Kelangsungan Usaha disebutkan bahwa, apabila delisting dilakukan atas Perusahaan terbuka karena kondisi yang berpengaruh pada kelangsungan usaha, maka Perusahaan terbuka wajib mengubah status menjadi Perusahaan Tertutup dan diwajibkan melakukan buyback atas saham publik dengan ketentuan dan harga sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021 dan SE OJK tersebut.

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya