Liputan6.com, Jakarta - Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus dan Kesitimewaan Ditjen Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jaka Sucipta mengajak pemerintah desa aktif menanggulangi perubahan iklim di wilayahnya masing-masing.
Ini karena kerugian yang terjadi akibat bencana alam setiap tahunnya mencapai anggaran Rp 20-50 Triliun.
Advertisement
“Di Indonesia bencana alam menimbulkan dampak terhadap tingkat kemiskinan. Satu dari 10 penduduk Indonesia rentan jatuh miskin akibat bencana,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (5/11/2024).
Sejauh ini, pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp8-12 juta per desa untuk mendukung penanganan perubahan iklim. Anggaran ini dipakai untuk berbagai macam kegiatan, seperti normalisasi sungai, irigasi dan pembangunan saluran air, pembangunan energi alternatif dan terbarukan serta pengelolaan sampah dan limbah.
Namun, Jaka mengakui, saat ini masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam mengintervensi dana desa khusus untuk mengatasi perubahan iklim.
Di antaranya, belum dimasukkannya tingkat resiko dampak perubahan iklim sampai ke level desa-desa, data keberpihakan desa terhadap aksi mitigasi dan adaptasi iklim belum ada, kodefisikasi dari kementerian dalam negeri untuk kepentingan forması pengalokasian dana desa dan minimnya data administrasi wilayah pedesaan juga belum lengkap.
Untuk itu, Jaka mengatakan bila kementerian keuangan saat ini memantau pemetaan dana desa yang diterima oleh aparat.
Diketahui, perubahan iklim telah menjadi keprihatinan dan isu global karena dampaknya yang sangat luar biasa bagi kehidupan umat manusia di muka bumi. Oleh karena itu, Jaka menyebut perlu upaya penanggulangan perubahan iklim bersama, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah saja, tetapi juga pemerintahan desa.
Indonesia Berisiko Hadapi Dampak Perubahan Iklim
Indonesia menghadapi ancaman serius dari perubahan iklim, sebagaimana ditunjukkan oleh data dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Sejak 1981 hingga 2018, terjadi peningkatan suhu sebesar 0,03 derajat C per tahun. Disertai kenaikan permukaan air laut sebesar 0,8-1,2 cm per tahun. Catatan ini disinyalir hadi ancaman signifikan, mengingat 65 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir.
Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Gunawan mengatakan, data-data tersebut menegaskan perubahan iklim bukan lagi ancaman di masa depan. Melainkan tantangan yang sudah terjadi dan akan terus memburuk tanpa langkah mitigasi yang tepat.
"Kalau kita lihat dari Global Climate Risk Index, ini indeks kerentanan suatu negara terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia menduduki peringkat ke-14. Jadi negara kita cukup rentan terhadap perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memang sangat rentan terhadap risiko dan dampak perubahan iklim," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/9/2024).
Hendra juga mengungkit catatan World Energy Council, Indonesia memiliki lima variasi sumber energi. Untuk menghadapi tantangan ini, Indonesia harus seimbang dalam menjaga energy security, energy equity, dan keberlanjutan lingkungan.
"Saat ini, kita berada di peringkat 58 dari 126 negara. Ini menunjukkan bahwa kita masih berada di papan tengah, sehingga perlu ada upaya untuk memperbaiki posisi ini agar indeks kita semakin baik," lanjut Hendra.
Advertisement