Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto akan meninjau ulang seluruh undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan presiden (perpres).
Kaji ulang tersebut, kata Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, agar tidak ada undang-undang dan peraturan pemerintah yang bertabrakan dan saling bertentangan.
Advertisement
"Kita harus sisir mana UU yang bertabrakan satu sama lain dan mana aturan yang bertentangan dengan aturan yang di atasnya itukan harus dilakukan," kata Hasan kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, (6/11/2024).
Menurut Hasan, aturan harus saling bersinergi dan tidak membatalkan satu sama lain. "Apalagi kalau ada aturan di bawah yang bertentangan dengan atasnya, jadi ini perlu disisir saja. Tapi soal detilnya aturan apa saja? Tanyakan langsung ke Pak Supratman Menteri Hukum," katanya.
"Ini memang sudah seharusnya dan perintah presiden itu bukan sesuatu yang projek besar," lanjutnya.
Apa prioritasnya?
Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, review ulang RUU tersebut agar tak ada undang-undang atau peraturan lain yang menghambat program strategis pemerintah.
Adapun program strategis yakni, program swasembada pangan, kemandirian energi, hilirisasi, dan soal lahan. Prabowo, kata Supratman, ingin agar semua status lahan berkeadilan untuk masyarakat.
"Jadi program-program inilah yang akan kita kawal menjadi prioritas untuk kami jadikan rujukan dalam penataan regulasi di Kementerian Hukum," katanya.
Adapun terkait penguasaan lahan, Supratman menegaskan, Prabowo menginginkan agar semua penguasaan, baik dalam bentuk hak guna usaha (HGU) maupun hak guna bangunan (HGB) harus berkeadilan.
"Pak Prabowo menginginkan presiden kita menginginkan supaya penguasaan lahan, entah itu statusnya HGB entah itu statusnya HGU, harus berkeadilan," kata dia.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menganggap arahan Prabowo yang disampaikan Supratman masih abstrak. Sebab, ia menduga Menkum tak akan mampu untuk mengkaji seluruh UU dan aturan turunan yang ada, tanpa spesifikasi jelas.
"Kalau Prabowo minta semuanya, impossible itu. Harus jelas dulu undang-undang yang mana. Mau ratusan, ribuan undang-undang dicek? Memang kerjanya Menkum cuman itu doang? Jadi pastikan dulu undang-undang mana yang mau di-review," ucap Agus kepada Liputan6.com.
"Yang penting Presiden musti jelas ngomongnya, yang mana yang disuruh. Kalau disuruh semuanya, mati itu Menteri Hukum. Begitu banyak (aturan)," lanjutnya Agus.
Sementara menurut Agus, peninjauan kembali seluruh UU hingga perpres ini dilakukan Prabowo agar segala program prioritasnya tetap sesuai dengan payung hukum yang ada.
"Mungkin apa yang dia rencanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan enggak, kan gitu," ujarnya.
Agus mencontohkan program swasembada pangan, dimana beberapa kementerian/lembaga punya aturan yang berkaitan dengan itu. Menurut dia, Prabowo tampaknya tak ingin regulasi di tiap instansi yang ada saling bertentangan.
"Swasembada pangan, kita harus baca UU pangan. Cari aja yang terbaru. Kemudian itu tentu ada kaitannya dengan Kementerian Pertanian, Perdagangan, Perindustrian, dicari tuh, dicocokan, dibikin tabel, dicek mana sisi atau pasal mana yang bertentangan," urainya.
"Lalu untuk program kemandirian pangan, bagaimana tanahnya. Harus dilihat UU pertanahan. Lalu soal industrialisasi, harus lihat UU perindustrian, memungkinkan tidak. Kalau dirubah lama, mungkin enggak pakai PP, mungkin enggak pakai permen (peraturan menteri)," bebernya.
Upaya Percepatan Program Prioritas Prabowo
Pengamat Politik Hasyibulloh Mulyawan mengatakan peninjauan ulang sejumlah Undang-Undang dan perpres hingga ke permen merupakan upaya percepatan dalam pengimplementasian program-program prioritas Presiden Prabowo. Khususnya program-program yang menyasar langsung pada masyarakat.
"Karena selama ini kalau kita lihat banyak antara peraturan undang-undang satu akan bertentangan dengan undang-undang yang lainya artinya saling tumpang tindih ketika diimplementasikan menjadi peraturan menteri secara teknis," kata Hasyibulloh kepada Liputan6.com.
Tumpang tindih ini, kata dia juga akan sulitkan birokrasi bergerak secara lentur untuk bisa mengimplementasikan program prioritas presiden ke depannya.
Sementara Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan seorang presiden memang harus menelusuri undang-undang bermasalah yang dibentuk saat pemerintahan sebelumnya.
"Presiden baru yang baik adalah memastikan dia punya sikap berbeda dibandingkan presiden lama yang dianggap memiliki catatan buruk. Terutama dalam khusus Jokowi ya, pembentukan peraturan perundang-undangan yang sangat buruk. Perlu ada upaya menelusuri undang-undang yang bermasalah itu dengan bijaksana ya," ujar Feri kepada Liputan6.com.
Undang-Undang kontroversial yang perlu direvisi misalnya yang berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, kemudian UU Cipta Kerja.
"Bahkan ada perintah segera membentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan yang lebih pro kepada masyarakat sipil terutama kalangan pekerja. Nah itu akan jadi sebuah policy yang luar biasa bijak dari Presiden Prabowo," kata dia.
Hal ini bukan saja menghilangkan produk undang-undang Presiden Jokowi yang buruk saja, tetapi memastikan hak-hak konstitusional warga negara segera kembali yang telah dihilangkan dari undang-undang yang bermasalah.
Selain mereview kembali UU dan aturan yang sudah ada, program legislasi nasional juga harus menjadi target terutama yang berkaitan dengan demokrasi ke depan.
"Salah satu yang paling penting adalah pembahasan RUU Pemilu dan RUU Partai Politik. Kan kalau RUU Partai Politik dan RUU Pemilu dibahas 2 hingga 3 tahun lagi. Itu pasti RUU-nya tidak akan penuh ke ruang fairness dalam pemilu, akan banyak pola-pola kecurangan yang akan dijadikan pasal-pasal," kata dia.
Sebagai Evaluasi Terhadap Pemerintahan Jokowi?
Pengamat Politik Adi Prayitno menilai bahwa gebrakan Presiden Prabowo ini merupakan evaluasi terhadap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
"Dapat dikatakan bahwa Prabowo melakukan evaluasi terhadap pemerintahan sebelumnya," ujar Adi kepada Liputan6.com.
Ia memastikan Prabowo sudah melakukan evaluasi dan kajian bahwa undang-undang, PP dan perpres pemerintahan sebelumnya banyak yang tidak pas dan akurat sehingga perlu tinjau ulang.
"Karena menang UU terlalu banyak dan overlaping," kata Adi.
Publik berharap agar Prabowo melakukan langkah-langkah agresif untuk menghapus UU yang kontroversial dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Misalnya UU Cipta Kerja dan UU KPK.
"Misalnya yang sudah buat kegaduhan UU Ciptaker yang tidak pro buruh, UU KPK yang justru melemahkan KPK," kata Adi.
Untuk mengevaluasi UU dan Perpres ini, kata Adi, Prabowo tak perlu berkomunikasi dengan Jokowi.
"Saya kira Prabowo sebagai presiden tidak perlu komunikasi dengan siapapun termasuk Jokowi terutama untuk melakukan evaluasi maupun manufer untuk menghapus UU atau perpres yang tidak terlampau berguna dan menguntungkan bagi publik," tandasnya.
Sementara Pengamat Politik Ujang Komarudin menilai bahwa beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah harus direvisi. Tapi bukan berarti untuk mengapus legasi Jokowi.
"Harus direvisi bukan untuk hapus legasi Jokowi, tapi untuk melanjutkan yang bagus mengevaluasi yang jelek. Melanjutkan kebijakan Jokowi yang bagus, yang tidak (bagus) kan emang harus dievaluasi, itu pemerintahan yang baik," ujarnya.
Advertisement
Contoh Perpres yang Direvisi: Pangkas Aturan Pupuk Subsidi
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengungkap tengah menggodok peraturan presiden (Perpres) terekait pupuk subsidi. Ia ingin agar birokrasinya dipangkas. Melalui aturan itu, alur pupuk subsidi dinilai lebih mudah sampai ke petani.
"Itu memang perlu kewenangan, perlu semua disederhanakan, oleh karena itu Perpres nanti lagi kita urus agar semua bisa dipotong itu rantai birokrasi," kata Zulkifli Hasan, di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
"Misalnya itu persyaratan-persyaratan, itu kan pak Mentan sudah sederhana, ini punya KTP petani ya kasih, kalau melalui (birokrasi) lagi ini panjang. Oleh karena itu nanti tentu kewenangan perlu diperkuat," sambungnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengusulkan adanya satu komando yang terpusat di Kementerian Pertanian soal pupuk subsidi.
"Pak Menko lapor, kita buka-bukaan makanya kedepan ini harus satu komando, tapi komandonya 7 (kementerian/lembaga). Kami kirim pupuk, itu sejak Januari ya, keputusan (penambahan kuota pupuk subsidi), Januari, sekarang sudah bulan 11 tapi ini tidak sampai," ucapnya.
"Tambahan 100 persen, tapi kalau bupatinya tidak tandatangan pupuk itu tidak ada. Padahal (stok) pupuk numpuk," jelas Mentan Amran di hadapan Zulkifli Hasan.
Infografis Sederet Prioritas Kajian Ulang UU di Era Prabowo
Advertisement