Liputan6.com, Jakarta Dunia tengah mengamati dan menanti hasil pemilihan presiden Amerika Serikat atau Pilpres AS. Hasil pemungutan suara ini sangat penting bagi sejumlah negara yang tengah dilanda konflik dagang hingga geopolitik.
Bagi beberapa negara, pemungutan suara di AS dapat membuat perbedaan antara perang dan perdamaian, stabilitas dan volatilitas, atau kemakmuran atau kelemahan ekonomi.
Advertisement
Melansir CNBC International, Rabu (6/11/2024), berikut adalah daftar negara-negara yang memiliki kemungkinan terbesar menghadapi dampak langsung dari kemenangan salah satu capres AS, baik itu mantan Presiden dari Partai Republik Donald Trump atau Wakil Presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris.
Tiongkok
Tiongkok, tidak diragukan lagi merupakan saingan ekonomi terbesar AS, dan belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda, siapa pun yang akan menjadi presiden AS berikutnya.
Tahun ini, Trump mengatakan bahwa jika ia terpilih kembali, ia akan menaikkan tarif barang-barang impor dari Tiongkok sebesar 60-100%.
Tiongkok pun bukan satu-satunya yang menjadi sasaran, karena Trump juga menyebut akan mengenakan tarif menyeluruh sebesar 10% pada semua impor AS.
Para ekonom menilai bahwa langkah kemungkinan akan membebani rumah tangga di Amerika pada umumnya sekitar USD 1.700 per tahun, dan bahkan lebih besar lagi jika tarif menyeluruh sebesar 20% diberlakukan, seperti yang juga disarankan oleh Trump.
Rusia dan Ukraina
Dengan perang Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung, dan Kyiv sangat bergantung pada bantuan militer asing agar dapat terus berperang, Ukraina akan mengawasi pemilu dengan cermat, seperti halnya Moskow.
Dilaporkan, Trump dan Partai Republik tidak akan secara besar-besaran memberikan Ukraina lebih banyak bantuan militer, yang secara signifikan menghambat kemampuannya dalam perang.
Trump juga sempat menyebutkan bahwa ia dapat mengakhiri perang Rusia-Ukraina dalam 24 jam jika terpilih, yang mengisyaratkan bahwa ia akan menghentikan pendanaan untuk Ukraina guna memaksanya melakukan penyelesaian yang dinegosiasikan dengan Rusia.
"Pemilu AS mungkin akan memaksa Ukraina, karena kemenangan Trump akan segera menyebabkan perubahan dalam orientasi kebijakan Amerika dan tekanan yang jauh lebih langsung bagi Kyiv untuk bernegosiasi. Yang berarti Ukraina mungkin harus segera memutuskan apakah mereka ingin melepaskan diri dari pendukung militer terpenting mereka atau tidak," kata Ian Bremmer, pendiri dan presiden Eurasia Group.
Israel dan Iran
Namun, Timur Tengah merupakan area di mana posisi kebijakan luar negeri Trump dan Harris mungkin lebih selaras, di mana kedua kandidat menyatakan akan terus mendukung Israel saat negara itu mengejar proksi Iran, kelompok militan Hamas dan Hizbullah di Gaza dan Lebanon, sekaligus mendorong agar konflik segera berakhir.
Sebuah jajak pendapat pekan lalu oleh Institut Demokrasi Israel menemukan bahwa hampir 65% merasa bahwa Trump akan lebih baik untuk kepentingan Israel, jauh di atas 13% yang merasa Harris akan lebih baik. Lebih dari 15% mengatakan tidak ada perbedaan antara kedua kandidat.
Mengenai Iran, pejabat regional dan Barat mengatakan bahwa mereka yakin kepresidenan Trump akan menjadi berita buruk bagi Teheran, dengan potensi Trump untuk memberikan lampu hijau kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menyerang situs nuklir Iran, sebuah langkah yang diveto oleh Biden, dan menerapkan kembali "kebijakan tekanan maksimum" melalui lebih banyak sanksi terhadap industri minyaknya.
Sementara itu, Harris diperkirakan akan melanjutkan sikap kebijakan luar negeri Biden jika ia menang dalam Pilpres AS, untuk meredakan ketegangan.
Kamala sendiri mengatakan pada akhir Oktober 2024 bahwa pesannya kepada Iran setelah serangan terbaru Israel adalah, "jangan menanggapi" dan bahwa "harus ada de-eskalasi di kawasan tersebut."
Advertisement