Liputan6.com, Jakarta - Kementrian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terus mengupayakan transformasi digital untuk memperkuat sektor penyiaran di Indonesia.
Berdasarkan studi terbaru Dirjen PPI Kementerian Komdigi, sebanyak 85 persen masyarakat Indonesia masih setia menonton televisi dalam satu tahun terakhir, sedangkan pendengar radio mencapai 21 persen.
Advertisement
Meski angka ini menunjukkan minat yang tinggi, harapan publik terhadap peningkatan kualitas isi siaran kian mengemuka.
Untuk itu, pemerintah menilai digitalisasi bisa menjadi terobosan untuk memperluas akses siaran di berbagai wilayah, termasuk area 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
"Hasil studi ini penting untuk memahami kondisi pengguna media televisi dan radio di Indonesia serta mengembangkan kebijakan yang sesuai," tutur Dirjen PPI Kementerian Komdigo Wayan Supriyanto pada acara Digitalisasi Penyiaran Tahun 2025-2029: Tren Bermedia Penyiaran Teknologi Bisnis dan Respon Kebijakan, Jakarta (6/11/2024).
Langkah penting lain yang telah dilakukan Komdigi adalah migrasi siaran analog ke digital, yang diselesaikan pada periode sebelumnya. Ini merupakan pencapaian yang dianggap sebagai momen penting bagi industri penyiaran nasional.
Selain itu, saat ini, Radio Republik Indonesia (RRI) tengah menguji coba teknologi radio digital DAB (Digital Audio Broadcasting) dan DRM (Digital Radio Mondiale).
Teknologi ini diproyeksikan mampu memberikan kualitas suara lebih baik serta jangkauan yang lebih luas.
Komdigi juga telah merancang Rencana Strategis 2025-2029 untuk menyokong perkembangan industri penyiaran, yang fokus pada tren penyiaran, teknologi mutakhir, kondisi bisnis, serta kebijakan untuk menjawab tantangan baru.
Melalui program Digital Broadcasting System (DBS), Komdigi berencana memperkuat siaran di 139 wilayah dengan dukungan izin siaran khusus di area 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Rancangan Rencana Strategis 2024-2025
Di sisi lain, dalam perkembangan terbaru, industri penyiaran Indonesia diproyeksikan akan terus tumbuh pesat.
Potensi pendapatan industri penyiaran diprediksi mencapai Rp109,6 triliun pada tahun 2027, meningkat dari Rp 90,9 triliun pada 2022.
Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria optimistis kalau pertumbuhan ini tidak hanya akan mendorong sektor penyiaran, tetapi juga memperluas pasar media dan hiburan di Indonesia.
Bahkan, ia menyebut, kondisi ini berpeluang menjadi yang terbesar ketiga di Asia setelah Tiongkok dan India. Namun, Komdigi juga menyadari tantangan serius yang dihadapi industri penyiaran di era digital ini.
Salah satunya berasal dari sisi distribusi konten yang semakin masif. Banyak konten disalin ulang yang menimbulkan kerugian bagi para pembuat konten asli.
"Saat ini, semua orang bisa menjadi penyiar. Contohnya, live streaming di platform seperti TikTok bisa menarik ribuan hingga jutaan penonton, hanya dari satu pembuat konten, bahkan terkadang mengungguli siaran TV nasional yang melibatkan tim produksi dalam skala besar," ungkap Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria.
Advertisement
Komitmen Pemerintah
Fenomena ini menurutnya menjadi bukti bahwa persaingan tidak hanya datang dari stasiun televisi lain, tetapi juga dari media digital yang lebih fleksibel dan cepat.
Pemerintah berkomitmen terus memantau perkembangan ini dan memperkuat regulasi yang melindungi hak cipta, serta mendorong industri penyiaran untuk mengadopsi teknologi digital.
Rencana Strategis 2025-2029 diharapkan dapat menyeimbangkan kebutuhan publik terhadap kualitas siaran dengan potensi besar yang dimiliki teknologi digital.