Vulvitis Adalah Peradangan Vulva, Ini Gejala, Penyebab, dan Penanganannya

Vulvitis adalah peradangan pada vulva yang dapat menyebabkan gatal, nyeri, dan ketidaknyamanan. Kenali gejala, penyebab, dan cara mengatasinya.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Nov 2024, 10:28 WIB
vulvitis adalah ©Ilustrasi dibuat AI

Liputan6.com, Jakarta Vulvitis merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dialami oleh wanita namun jarang dibicarakan secara terbuka. Kondisi ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang vulvitis, mulai dari definisi, gejala, penyebab, hingga cara penanganan dan pencegahannya.


Definisi Vulvitis

Vulvitis adalah peradangan yang terjadi pada vulva, yaitu bagian eksternal dari organ reproduksi wanita. Vulva terdiri dari labia mayora (bibir luar), labia minora (bibir dalam), klitoris, dan bukaan vagina. Peradangan ini dapat menyebabkan rasa gatal, nyeri, dan ketidaknyamanan di area tersebut.

Penting untuk membedakan vulvitis dengan vaginitis. Vaginitis adalah peradangan yang terjadi di dalam vagina, sedangkan vulvitis terjadi di bagian luar. Namun, kedua kondisi ini dapat terjadi bersamaan dan disebut sebagai vulvovaginitis.

Vulvitis bukanlah penyakit yang menular secara seksual, namun beberapa penyebabnya dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi ini dapat dialami oleh wanita dari berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga lansia, namun lebih sering terjadi pada wanita usia reproduktif.


Gejala Vulvitis

Gejala vulvitis dapat bervariasi tergantung pada penyebabnya. Beberapa gejala umum yang sering dialami penderita vulvitis antara lain:

  • Rasa gatal yang intens di area vulva
  • Sensasi terbakar atau perih di vulva
  • Kemerahan dan pembengkakan pada vulva
  • Kulit vulva yang kering, bersisik, atau pecah-pecah
  • Nyeri saat buang air kecil
  • Rasa tidak nyaman saat berhubungan seksual
  • Keluarnya cairan abnormal dari vagina (keputihan)
  • Munculnya bintik-bintik atau lesi di area vulva

Gejala-gejala ini dapat muncul secara tiba-tiba atau berkembang secara perlahan. Intensitas gejala juga dapat bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Beberapa wanita mungkin hanya mengalami satu atau dua gejala, sementara yang lain mungkin mengalami kombinasi dari beberapa gejala tersebut.

Penting untuk diingat bahwa gejala-gejala ini tidak selalu mengindikasikan vulvitis. Beberapa kondisi lain seperti infeksi saluran kemih, herpes genital, atau reaksi alergi juga dapat menimbulkan gejala serupa. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.


Penyebab Vulvitis

Vulvitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Memahami penyebab vulvitis penting untuk menentukan penanganan yang tepat dan mencegah kekambuhan. Berikut adalah beberapa penyebab umum vulvitis:

1. Infeksi

Infeksi merupakan salah satu penyebab utama vulvitis. Beberapa jenis infeksi yang dapat menyebabkan vulvitis antara lain:

  • Infeksi jamur (candidiasis): Jamur Candida albicans yang tumbuh berlebihan dapat menyebabkan vulvitis.
  • Infeksi bakteri: Bakteri seperti Streptococcus atau Staphylococcus dapat menyebabkan peradangan pada vulva.
  • Infeksi virus: Virus herpes simpleks atau human papillomavirus (HPV) dapat menyebabkan vulvitis.
  • Infeksi parasit: Trikomoniasis yang disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis juga dapat menyebabkan vulvitis.

2. Iritasi

Vulva sangat sensitif terhadap iritasi. Beberapa hal yang dapat menyebabkan iritasi pada vulva antara lain:

  • Penggunaan produk kebersihan yang mengandung bahan kimia keras atau pewangi
  • Pakaian dalam yang terlalu ketat atau berbahan sintetis
  • Penggunaan pembalut atau pantyliner yang terlalu lama
  • Sabun, deterjen, atau pelembut pakaian yang mengandung pewangi
  • Douching atau pembilasan vagina
  • Penggunaan spermisida atau kondom yang mengandung nonoxynol-9

3. Alergi

Reaksi alergi terhadap berbagai zat dapat menyebabkan vulvitis. Beberapa alergen yang umum antara lain:

  • Lateks pada kondom atau diafragma
  • Bahan kimia dalam sabun, deterjen, atau produk kebersihan lainnya
  • Pewangi pada produk kebersihan atau pakaian dalam
  • Obat-obatan topikal yang digunakan di area genital

4. Perubahan Hormonal

Perubahan kadar hormon dalam tubuh dapat mempengaruhi kesehatan vulva. Beberapa kondisi yang terkait dengan perubahan hormonal yang dapat menyebabkan vulvitis antara lain:

  • Menopause: Penurunan kadar estrogen dapat menyebabkan penipisan dan kekeringan jaringan vulva.
  • Kehamilan: Perubahan hormonal selama kehamilan dapat meningkatkan risiko infeksi jamur.
  • Penggunaan kontrasepsi hormonal: Beberapa jenis pil KB dapat mempengaruhi keseimbangan flora normal vagina.

5. Penyakit Kulit

Beberapa penyakit kulit dapat mempengaruhi area vulva dan menyebabkan vulvitis. Contohnya antara lain:

  • Dermatitis atopik
  • Psoriasis
  • Lichen sclerosus
  • Lichen planus

6. Faktor Lain

Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko vulvitis antara lain:

  • Diabetes yang tidak terkontrol
  • Obesitas
  • Penggunaan antibiotik jangka panjang
  • Stres dan kelelahan
  • Kurangnya kebersihan diri

Memahami penyebab vulvitis penting untuk menentukan penanganan yang tepat. Dalam beberapa kasus, vulvitis mungkin disebabkan oleh kombinasi dari beberapa faktor di atas. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.


Diagnosis Vulvitis

Diagnosis vulvitis melibatkan beberapa tahapan pemeriksaan untuk memastikan penyebab dan tingkat keparahan kondisi. Berikut adalah langkah-langkah yang biasanya dilakukan dalam proses diagnosis vulvitis:

1. Anamnesis (Wawancara Medis)

Dokter akan menanyakan beberapa hal terkait gejala yang dialami, seperti:

  • Kapan gejala mulai muncul
  • Intensitas dan durasi gejala
  • Faktor yang memperparah atau meringankan gejala
  • Riwayat kesehatan reproduksi
  • Kebiasaan kebersihan diri
  • Penggunaan produk kebersihan atau obat-obatan tertentu
  • Aktivitas seksual

2. Pemeriksaan Fisik

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada area vulva untuk melihat tanda-tanda peradangan seperti:

  • Kemerahan
  • Pembengkakan
  • Lesi atau luka
  • Perubahan warna atau tekstur kulit

3. Pemeriksaan Ginekologis

Pemeriksaan ginekologis mungkin diperlukan untuk memeriksa kondisi vagina dan serviks. Ini dapat melibatkan:

  • Pemeriksaan dengan spekulum
  • Pengambilan sampel cairan vagina untuk pemeriksaan mikroskopis

4. Tes Laboratorium

Beberapa tes laboratorium yang mungkin dilakukan antara lain:

  • Kultur jamur atau bakteri dari sampel cairan vagina
  • Tes pH vagina
  • Tes Pap smear
  • Tes darah untuk memeriksa kadar hormon atau tanda-tanda infeksi

5. Biopsi

Dalam kasus tertentu, dokter mungkin perlu mengambil sampel jaringan kecil dari vulva untuk pemeriksaan mikroskopis. Ini biasanya dilakukan jika:

  • Gejala tidak membaik dengan pengobatan standar
  • Ada kecurigaan terhadap kondisi kulit tertentu atau keganasan

6. Tes Alergi

Jika dicurigai vulvitis disebabkan oleh reaksi alergi, dokter mungkin akan merekomendasikan tes alergi. Ini bisa berupa:

  • Tes tempel (patch test)
  • Tes tusuk kulit (skin prick test)

Proses diagnosis vulvitis dapat bervariasi tergantung pada gejala dan riwayat medis pasien. Penting untuk memberikan informasi yang lengkap dan akurat kepada dokter untuk membantu proses diagnosis yang tepat. Diagnosis yang akurat akan membantu dalam menentukan penanganan yang paling efektif untuk mengatasi vulvitis.


Pengobatan Vulvitis

Pengobatan vulvitis bertujuan untuk mengatasi gejala, mengobati penyebab yang mendasari, dan mencegah kekambuhan. Pendekatan pengobatan akan disesuaikan dengan penyebab dan tingkat keparahan vulvitis. Berikut adalah beberapa metode pengobatan yang umum digunakan:

1. Pengobatan Topikal

Pengobatan topikal merupakan pilihan utama untuk banyak kasus vulvitis. Beberapa jenis obat topikal yang mungkin diresepkan antara lain:

  • Krim atau salep kortikosteroid: Untuk mengurangi peradangan dan gatal. Contohnya hydrocortisone atau betamethasone.
  • Krim antijamur: Untuk mengatasi infeksi jamur. Contohnya miconazole atau clotrimazole.
  • Krim antibiotik: Untuk mengatasi infeksi bakteri. Contohnya mupirocin atau metronidazole.
  • Krim estrogen: Untuk wanita pascamenopause yang mengalami vulvitis akibat atrofi vulva.

2. Pengobatan Oral

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat-obatan oral, seperti:

  • Antibiotik oral: Untuk infeksi bakteri yang lebih serius.
  • Antijamur oral: Seperti fluconazole untuk infeksi jamur yang tidak responsif terhadap pengobatan topikal.
  • Antihistamin: Untuk mengurangi gatal, terutama jika vulvitis disebabkan oleh reaksi alergi.

3. Perawatan Suportif

Selain pengobatan medis, beberapa perawatan suportif dapat membantu meredakan gejala vulvitis:

  • Kompres dingin: Untuk mengurangi rasa gatal dan pembengkakan.
  • Mandi berendam dengan garam Epsom: Dapat membantu meredakan iritasi.
  • Penggunaan pelembab khusus vulva: Untuk mengatasi kekeringan.
  • Menghindari sabun dan produk pembersih yang mengandung bahan iritan.

4. Perubahan Gaya Hidup

Beberapa perubahan gaya hidup dapat membantu proses penyembuhan dan mencegah kekambuhan:

  • Mengenakan pakaian dalam berbahan katun dan longgar.
  • Menghindari penggunaan produk yang mengandung pewangi di area genital.
  • Membersihkan area genital dengan lembut menggunakan air hangat saja.
  • Menghindari douching atau pembilasan vagina.
  • Mengganti pembalut atau pantyliner secara teratur saat menstruasi.

5. Pengobatan Penyebab Mendasar

Jika vulvitis disebabkan oleh kondisi medis tertentu, pengobatan akan difokuskan pada mengatasi kondisi tersebut. Misalnya:

  • Pengobatan diabetes untuk mencegah infeksi berulang.
  • Terapi hormon untuk wanita pascamenopause.
  • Pengobatan penyakit kulit seperti psoriasis atau lichen sclerosus.

6. Terapi Alternatif

Beberapa terapi alternatif mungkin membantu meredakan gejala vulvitis, meskipun efektivitasnya belum sepenuhnya terbukti secara ilmiah:

  • Probiotik: Baik dalam bentuk suplemen oral maupun topikal, untuk menjaga keseimbangan flora normal vagina.
  • Minyak pohon teh: Memiliki sifat antijamur dan antibakteri, namun harus digunakan dengan hati-hati dan diencerkan.
  • Yogurt tanpa gula: Aplikasi topikal yogurt yang mengandung bakteri Lactobacillus mungkin membantu mengatasi infeksi jamur.

Penting untuk diingat bahwa pengobatan vulvitis harus dilakukan di bawah pengawasan dokter. Jangan mencoba mengobati sendiri tanpa diagnosis yang tepat, karena pengobatan yang tidak tepat dapat memperparah kondisi. Selalu ikuti petunjuk penggunaan obat dengan seksama dan laporkan kepada dokter jika gejala tidak membaik atau memburuk setelah pengobatan.


Pencegahan Vulvitis

Mencegah vulvitis adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan organ reproduksi wanita. Meskipun tidak semua kasus vulvitis dapat dicegah, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terjadinya kondisi ini. Berikut adalah beberapa tips pencegahan vulvitis:

1. Menjaga Kebersihan

  • Bersihkan area genital dengan lembut menggunakan air hangat. Hindari penggunaan sabun yang keras atau produk pembersih yang mengandung pewangi.
  • Setelah buang air, bersihkan dari depan ke belakang untuk mencegah bakteri dari anus menyebar ke vulva.
  • Keringkan area genital dengan lembut setelah mandi atau berenang.

2. Pilih Pakaian yang Tepat

  • Kenakan pakaian dalam berbahan katun yang menyerap keringat.
  • Hindari pakaian yang terlalu ketat, terutama di area genital.
  • Ganti pakaian basah atau berkeringat sesegera mungkin.

3. Praktik Seks yang Aman

  • Gunakan kondom untuk mencegah penularan infeksi menular seksual.
  • Hindari penggunaan spermisida jika Anda sensitif terhadapnya.
  • Buang air kecil setelah berhubungan seksual untuk membantu membersihkan bakteri dari uretra.

4. Hindari Iritan

  • Jangan menggunakan produk feminine hygiene spray, douche, atau produk pembersih vagina yang mengandung pewangi.
  • Pilih deterjen dan pelembut pakaian yang bebas pewangi.
  • Hindari penggunaan tampon atau pembalut yang mengandung pewangi.

5. Jaga Keseimbangan pH Vagina

  • Hindari douching yang dapat mengganggu keseimbangan pH vagina.
  • Konsumsi makanan yang kaya probiotik atau pertimbangkan suplemen probiotik untuk menjaga keseimbangan flora vagina.

6. Kontrol Kondisi Medis

  • Jika Anda memiliki diabetes, jaga agar kadar gula darah tetap terkontrol.
  • Atasi masalah hormonal dengan bantuan dokter jika diperlukan.

7. Perhatikan Diet

  • Kurangi konsumsi makanan yang tinggi gula, karena dapat meningkatkan risiko infeksi jamur.
  • Konsumsi makanan yang kaya serat dan air untuk menjaga kesehatan pencernaan.

8. Hindari Stres

  • Stres dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko infeksi. Praktikkan teknik manajemen stres seperti meditasi atau yoga.

9. Rutin Periksa Kesehatan

  • Lakukan pemeriksaan ginekologi rutin sesuai rekomendasi dokter.
  • Segera konsultasikan ke dokter jika mengalami gejala yang tidak biasa di area genital.

10. Edukasi Diri

  • Pelajari tentang kesehatan reproduksi dan tanda-tanda masalah yang mungkin timbul.
  • Jangan ragu untuk bertanya kepada profesional kesehatan jika ada hal yang tidak dipahami.

Ingatlah bahwa setiap wanita memiliki kebutuhan kesehatan yang berbeda. Apa yang efektif untuk satu orang mungkin tidak cocok untuk yang lain. Jika Anda memiliki riwayat vulvitis berulang atau masalah kesehatan lain, konsultasikan dengan dokter Anda untuk mendapatkan saran pencegahan yang lebih spesifik sesuai dengan kondisi Anda.


Komplikasi Vulvitis

Meskipun vulvitis umumnya dapat diobati dengan baik, jika tidak ditangani dengan tepat atau dibiarkan berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Berikut adalah beberapa komplikasi yang mungkin timbul akibat vulvitis:

1. Infeksi Menyebar

Jika vulvitis disebabkan oleh infeksi dan tidak diobati dengan tepat, infeksi dapat menyebar ke bagian lain dari sistem reproduksi, seperti:

  • Vagina (vaginitis)
  • Rahim (endometritis)
  • Saluran telur (salpingitis)
  • Ovarium (ooforitis)

Penyebaran infeksi ini dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PID) yang lebih serius.

2. Perubahan Anatomi

Vulvitis kronis atau berulang dapat menyebabkan perubahan pada anatomi vulva, seperti:

  • Penebalan kulit (likenifikasi)
  • Perubahan warna kulit
  • Penyempitan bukaan vagina

3. Masalah Seksual

Vulvitis dapat menyebabkan beberapa masalah terkait aktivitas seksual, seperti:

  • Dispareunia (nyeri saat berhubungan seksual)
  • Penurunan libido
  • Vaginismus (kontraksi otot vagina yang tidak disengaja)

4. Masalah Psikologis

Rasa tidak nyaman dan gatal yang terus-menerus dapat menyebabkan:

  • Stres
  • Kecemasan
  • Depresi
  • Gangguan citra diri

5. Gangguan Tidur

Rasa gatal yang intens, terutama di malam hari, dapat mengganggu kualitas tidur, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan.

6. Infertilitas

Dalam kasus yang jarang terjadi, jika vulvitis menyebabkan infeksi yang menyebar ke organ reproduksi bagian dalam, hal ini dapat mempengaruhi kesuburan.

7. Peningkatan Risiko Infeksi Lain

Vulvitis dapat meningkatkan risiko terkena infeksi lain, termasuk:

  • Infeksi saluran kemih
  • Infeksi menular seksual

8. Kerusakan Jaringan

Dalam kasus vulvitis yang parah atau kronis, dapat terjadi:

  • Ulserasi (luka terbuka)
  • Pembentukan jaringan parut

9. Komplikasi pada Kehamilan

Jika terjadi pada wanita hamil, vulvitis dapat meningkatkan risiko:

  • Kelahiran prematur
  • Infeksi pada bayi baru lahir

10. Vulva Distrofi

Dalam kasus yang jarang terjadi, vulvitis kronis dapat berkembang menjadi vulva distrofi, suatu kondisi di mana terjadi perubahan pada sel-sel vulva yang dapat meningkatkan risiko kanker vulva.

Penting untuk diingat bahwa sebagian besar komplikasi ini dapat dihindari dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Jika Anda mengalami gejala vulvitis yang persisten atau berulang, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan mencegah komplikasi yang mungkin timbul.


Kapan Harus ke Dokter

Meskipun beberapa kasus vulvitis ringan dapat membaik dengan perawatan di rumah, ada situasi di mana Anda perlu segera berkonsultasi dengan dokter. Berikut adalah beberapa kondisi yang mengindikasikan bahwa Anda harus segera mencari bantuan medis:

1. Gejala yang Persisten atau Memburuk

  • Jika gejala vulvitis seperti gatal, nyeri, atau pembengkakan tidak membaik setelah beberapa hari perawatan di rumah.
  • Jika gejala semakin parah atau menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan.

2. Demam

  • Jika vulvitis disertai dengan demam (suhu tubuh di atas 38°C), ini bisa menjadi tanda infeksi yang lebih serius.

3. Perubahan pada Cairan Vagina

  • Jika Anda mengalami keputihan yang tidak normal, terutama jika berwarna kuning, hijau, atau abu-abu, atau memiliki bau yang tidak biasa.

4. Nyeri yang Parah

  • Jika Anda mengalami nyeri yang intens di area vulva atau perut bagian bawah.

5. Lesi atau Luka

  • Jika Anda melihat adanya luka, lepuh, atau lesi di area vulva.

6. Gejala Sistemik

  • Jika vulvitis disertai dengan gejala sistemik seperti kelelahan yang ekstrem, nyeri otot, atau pembengkakan kelenjar getah bening.

7. Riwayat Vulvitis Berulang

  • Jika Anda sering mengalami episode vulvitis, bahkan jika gejalanya ringan.

8. Kehamilan

  • Jika Anda hamil dan mengalami gejala vulvitis, segera konsultasikan dengan dokter kandungan Anda.

9. Riwayat Penyakit Ter tentu

  • Jika Anda memiliki riwayat penyakit tertentu seperti diabetes, HIV, atau penyakit autoimun, dan mengalami gejala vulvitis.

10. Gejala Setelah Hubungan Seksual

  • Jika gejala vulvitis muncul setelah melakukan hubungan seksual, terutama jika Anda melakukan hubungan seksual yang tidak aman.

11. Penggunaan Obat-obatan Tertentu

  • Jika Anda sedang menggunakan obat-obatan tertentu, seperti antibiotik atau kortikosteroid, dan mengalami gejala vulvitis.

12. Gangguan Aktivitas Sehari-hari

  • Jika gejala vulvitis mengganggu aktivitas sehari-hari Anda, seperti berjalan, duduk, atau tidur.

Penting untuk diingat bahwa vulvitis bisa menjadi tanda dari kondisi medis yang lebih serius. Oleh karena itu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter jika Anda merasa khawatir tentang gejala yang Anda alami. Diagnosis dan pengobatan dini dapat mencegah komplikasi dan membantu Anda mendapatkan kenyamanan lebih cepat.

Saat berkonsultasi dengan dokter, pastikan untuk memberikan informasi yang lengkap dan akurat tentang gejala yang Anda alami, kapan gejala tersebut mulai muncul, faktor-faktor yang mungkin memicu atau memperburuk gejala, serta riwayat kesehatan Anda. Informasi ini akan membantu dokter dalam membuat diagnosis yang tepat dan memberikan pengobatan yang sesuai.


Mitos dan Fakta Seputar Vulvitis

Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan reproduksi wanita, banyak informasi yang beredar tentang vulvitis. Namun, tidak semua informasi tersebut akurat. Berikut adalah beberapa mitos dan fakta seputar vulvitis yang perlu Anda ketahui:

Mitos 1: Vulvitis hanya terjadi pada wanita yang aktif secara seksual

Fakta: Vulvitis dapat terjadi pada wanita dari segala usia, termasuk anak-anak dan wanita yang tidak aktif secara seksual. Meskipun beberapa penyebab vulvitis dapat ditularkan melalui aktivitas seksual, banyak faktor lain seperti iritasi, alergi, atau perubahan hormonal yang dapat menyebabkan vulvitis tanpa adanya aktivitas seksual.

Mitos 2: Vulvitis selalu disebabkan oleh infeksi

Fakta: Meskipun infeksi memang dapat menyebabkan vulvitis, banyak kasus vulvitis yang disebabkan oleh faktor non-infeksi. Iritasi dari produk kebersihan, pakaian ketat, atau bahkan perubahan hormonal dapat menyebabkan vulvitis tanpa adanya infeksi.

Mitos 3: Menggunakan sabun antiseptik dapat mencegah vulvitis

Fakta: Sebaliknya, penggunaan sabun antiseptik atau produk pembersih yang keras justru dapat mengganggu keseimbangan pH alami vulva dan meningkatkan risiko vulvitis. Cara terbaik untuk membersihkan area vulva adalah dengan air hangat saja atau sabun lembut yang khusus dirancang untuk area sensitif.

Mitos 4: Vulvitis akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan

Fakta: Meskipun beberapa kasus vulvitis ringan mungkin membaik tanpa pengobatan, banyak kasus yang memerlukan perawatan medis. Membiarkan vulvitis tanpa pengobatan dapat menyebabkan komplikasi atau menjadi kronis.

Mitos 5: Vulvitis hanya menyebabkan gatal

Fakta: Meskipun gatal adalah gejala umum vulvitis, kondisi ini dapat menyebabkan berbagai gejala lain seperti nyeri, pembengkakan, kemerahan, dan perubahan pada cairan vagina. Setiap wanita mungkin mengalami kombinasi gejala yang berbeda.

Mitos 6: Menggunakan celana dalam yang ketat dapat menyebabkan vulvitis

Fakta: Meskipun celana dalam yang ketat tidak secara langsung menyebabkan vulvitis, pakaian yang terlalu ketat dapat menciptakan lingkungan yang lembab dan hangat yang mendukung pertumbuhan bakteri atau jamur. Mengenakan pakaian dalam yang longgar dan berbahan katun dapat membantu mencegah vulvitis.

Mitos 7: Vulvitis adalah tanda penyakit menular seksual

Fakta: Meskipun beberapa penyakit menular seksual dapat menyebabkan vulvitis, banyak kasus vulvitis yang tidak ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau penyakit menular seksual. Vulvitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk iritasi, alergi, atau perubahan hormonal.

Mitos 8: Douching dapat membantu mencegah atau mengobati vulvitis

Fakta: Douching atau pembilasan vagina sebenarnya dapat meningkatkan risiko vulvitis dengan mengganggu keseimbangan bakteri alami vagina. Vagina memiliki mekanisme pembersihan alami dan tidak memerlukan douching.

Mitos 9: Vulvitis hanya terjadi pada wanita dengan kebersihan yang buruk

Fakta: Meskipun menjaga kebersihan adalah penting, vulvitis dapat terjadi bahkan pada wanita yang sangat menjaga kebersihan diri. Terkadang, membersihkan area vulva secara berlebihan atau menggunakan produk yang terlalu keras justru dapat meningkatkan risiko vulvitis.

Mitos 10: Vulvitis dapat disembuhkan dengan menggunakan yogurt</h3

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya