Liputan6.com, Jakarta Melihat anak balita yang sering memukul bisa menjadi sumber kekhawatiran bagi banyak orangtua. Perilaku ini mungkin terlihat mengkhawatirkan, tetapi penting untuk diingat bahwa tindakan itu tidak serta-merta mencerminkan kegagalan dalam pola asuh. Pada usia ini, anak-anak masih dalam tahap perkembangan di mana mereka belajar mengekspresikan diri dan memahami emosi mereka.
Memukul bisa jadi merupakan cara mereka mengekspresikan frustrasi atau ketidakmampuan untuk mengomunikasikan perasaan mereka dengan kata-kata. Memahami bahwa perilaku ini tidak otomatis mengarah pada sifat agresif di masa depan adalah langkah pertama dalam mengatasinya.
Advertisement
Dengan bimbingan yang tepat, anak-anak dapat belajar mengelola emosi mereka dan mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik. Ini adalah kesempatan bagi orangtua untuk mengajarkan pentingnya empati, komunikasi, dan menyelesaikan konflik dengan cara yang konstruktif, dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (7/11/2024).
1. Jangan Gunakan Tindakan Kasar
Ketika anak mulai menunjukkan perilaku memukul, sangat penting untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menanganinya. Hindarilah tindakan seperti memukul, menampar, atau mencubit, karena anak cenderung meniru perilaku tersebut dari orangtua. Sebagai gantinya, cobalah berbicara dengan anak secara tenang dan jelas. Anak-anak balita biasanya lebih merespons pendekatan yang tenang dan tegas daripada menghadapi teriakan atau kemarahan.
Walaupun situasi tersebut bisa membuat frustrasi, sebaiknya orangtua meluangkan waktu sejenak untuk menenangkan diri sebelum berbicara dengan anak. Dengan demikian, anak dapat melihat orangtua sebagai contoh yang mampu mengendalikan emosi. Ini akan membantu anak memahami dan mempelajari konsep pengendalian diri yang baik.
Advertisement
2. Hindari Anak dari Keadaan Negatif
Ketika seorang anak bertindak agresif dengan memukul orang lain, orangtua harus segera memisahkan anak dari situasi tersebut. Bawa anak ke tempat yang lebih tenang agar emosi negatifnya bisa mereda. Orangtua dapat membawa anak ke dalam mobil, kamar, atau ruangan yang sunyi. Setelah suasana lebih tenang, orangtua bisa mulai berbicara tentang tindakan yang dilakukan oleh anak.
Mengalihkan perhatian anak dari situasi yang memicu kemarahan adalah langkah yang efektif untuk menenangkan mereka. Setelah anak menjadi lebih tenang, orangtua memiliki kesempatan untuk berdialog dan menjelaskan mengapa tindakan memukul tidak dapat diterima. Ini juga merupakan saat yang tepat bagi orangtua untuk mengajarkan anak tentang cara-cara alternatif yang lebih positif dalam mengekspresikan emosi mereka.
3. Beri Bantuan Psikologis
Seringkali, ketika seorang anak memukul orang lain, tindakan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam mengelola dan memahami emosinya sendiri. Karena itu, peran orangtua menjadi sangat krusial dalam memberikan dukungan emosional yang tepat. Dukungan ini dapat diwujudkan melalui pelukan yang menenangkan dan kata-kata yang menghibur. Dengan cara ini, emosi negatif yang dialami anak dapat berkurang, sehingga ia merasa lebih dimengerti dan didukung.
Lebih dari itu, orangtua juga bertanggung jawab dalam membantu anak memahami berbagai jenis emosi yang dialaminya. Bimbinglah anak untuk mengenali dan mengidentifikasi perasaannya dengan menggunakan istilah yang sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Ketika anak semakin mengenal emosinya, ia akan lebih mampu mengendalikan perasaannya dan menghindari perilaku agresif sebagai sarana untuk mengekspresikan diri.
Advertisement
4. Didiklah Bahwa Kekerasan Itu Buruk
Peran orangtua sangat krusial dalam mengajarkan bahwa kekerasan tidak bisa dibenarkan. Setelah anak merasa lebih tenang, penting untuk menjelaskan dengan suara lembut namun tegas bahwa memukul adalah tindakan kekerasan yang tidak seharusnya dilakukan, karena dapat menyakiti orang lain. Dengan cara yang penuh kelembutan ini, anak akan lebih mudah memahami bahwa perilaku tersebut tidak dapat diterima.
Selain itu, orangtua perlu memperkenalkan berbagai cara alternatif kepada anak untuk mengekspresikan kemarahan atau rasa frustrasi. Misalnya, mendorong anak untuk berbicara dengan orangtua atau menggunakan kata-kata untuk menyampaikan perasaannya. Pendekatan ini membantu anak menyadari bahwa ada cara yang lebih baik dan aman untuk mengungkapkan emosi tanpa harus melukai orang lain.
5. Terapkan Akibat dari Tindakan Anak
Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh orangtua dalam menghadapi anak yang memiliki kebiasaan memukul adalah dengan memberikan konsekuensi, bukan hukuman yang bersifat fisik. Ada berbagai metode untuk memberikan konsekuensi yang mendidik, salah satunya adalah dengan mengurangi waktu bermain anak dengan mainan kesayangannya.
Penting untuk diingat bahwa tujuan dari konsekuensi ini adalah untuk mengajarkan anak bahwa perilaku memukul berdampak negatif. Dengan menerapkan konsekuensi yang tepat, anak akan mulai memahami bahwa tindakan agresif seperti memukul tidak dapat diterima dan membawa akibat yang tidak diinginkan.
Konsistensi dalam memberikan konsekuensi sangat penting agar anak dapat belajar dari pengalaman tersebut. Di samping itu, orangtua harus selalu memberikan penjelasan yang jelas dan mudah dipahami kepada anak mengenai alasan di balik konsekuensi yang diberikan, sehingga mereka dapat memahami hubungan antara tindakan dan dampaknya.
Advertisement