Liputan6.com, Jakarta - Para astronom dan ilmuwan astrobiologi telah mempublikasikan hasil serangkaian uji coba dan simulasi untuk mempelajari kemungkinan kehidupan mikroorganisme di Mars, planet yang dikenal memiliki kondisi ekstrem. Penelitian ini bertujuan untuk menilai potensi kehidupan di Mars, baik di masa lalu maupun di masa depan, serta mengeksplorasi bagaimana mikroorganisme dapat bertahan di lingkungan yang keras seperti yang ada di planet merah.
Uji coba ini dilakukan di dua lokasi berbeda yang memiliki kondisi yang mirip dengan Mars, yakni di The Mars Desert Research Station yang terletak di Utah, Amerika Serikat (AS), dan di kawasan Nunavut, Kanada, yang terkenal dengan iklim ekstremnya. Melansir laman Science Tech Daily pada Kamis (07/11/2024), misi penelitian yang diberi nama Mars 160 ini berlangsung selama satu tahun, dari 2016 hingga 2017.
Dalam misi tersebut, sekelompok ilmuwan yang terdiri dari astrobiolog, geolog, dan ahli ekologi melakukan survei tentang keanekaragaman hayati lumut yang ada di lokasi-lokasi simulasi Mars tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan spesies lumut dalam bertahan hidup di lingkungan yang sangat mirip dengan kondisi Mars, termasuk suhu yang sangat rendah, radiasi tinggi, dan ketersediaan air yang terbatas.
Baca Juga
Advertisement
Para peneliti mempelajari, mengeksplorasi, dan mendokumentasikan berbagai kemungkinan kehidupan mikroba yang ada di Mars, khususnya spesies lumut kerak, yang diduga dapat bertahan hidup di Mars. Hasil dari penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Check List yang terbit pada Oktober 2024 lalu.
Lingkungan Esktrem
Dari penelitian tersebut, para ilmuwan mengungkapkan bahwa lumut kerak adalah organisme yang paling mungkin dapat bertahan hidup di Mars. Lumut ini dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang ekstrem maupun terbatasnya sumber daya yang tersedia.
Dalam uji coba tersebut, para peneliti melakukan pengamatan terhadap habitat-habitat mikro di kedua stasiun simulasi Mars tersebut. Mereka menggunakan pakaian antariksa untuk berinteraksi dengan dan mempelajari berbagai habitat mikro yang ada di sekitar kedua stasiun tersebut, yang masing-masing terletak di lingkungan padang pasir dan kutub Arktik yang sangat mirip dengan kondisi Mars.
Selain itu, para peneliti juga mengumpulkan berbagai spesies lumut yang dapat tumbuh di berbagai habitat mikro yang ditemukan di dua lokasi tersebut. Lebih dari 150 spesimen lumut berhasil dikumpulkan, yang kemudian diproses dan dianalisis lebih lanjut di Herbarium Nasional Kanada yang terletak di Museum Alam Kanada.
Dari hasil penelitian ini, para ilmuwan mengidentifikasi sebanyak 35 spesies lumut dari The Mars Desert Research Station dan 13 spesies lainnya dari The Flashline Mars Arctic Research Station. Temuan ini sangat penting karena menunjukkan bahwa lumut kerak dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi yang menyerupai Mars, memberikan bukti kuat bahwa spesies ini bisa menjadi salah satu kandidat utama dalam upaya menemukan kehidupan di Mars.
Dalam beberapa foto yang dipublikasikan, terlihat sekumpulan lumut kerak yang berlimpah tumbuh di padang pasir sekitar The Mars Desert Research Station. Hal ini menunjukkan bahwa organisme ini memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa dan mampu berkembang dalam kondisi yang sangat mirip dengan permukaan Mars.
Hal ini mendukung hipotesis bahwa lumut kerak mungkin dapat menjadi salah satu organisme yang dapat bertahan hidup di Mars. Baik sebagai organisme individu maupun sebagai bagian dari ekosistem yang lebih luas, yang memanfaatkan sedikitnya sumber daya alam yang tersedia.
Melansir dari laman Britannica pada Kamis (07/11/2024), lumut kerak (lichen) adalah salah satu dari 15.000 spesies organisme mirip tumbuhan yang tersebar di seluruh dunia dan dapat hidup dalam berbagai kondisi lingkungan. Sebagai kelompok organisme yang sangat beragam, lumut kerak mampu tumbuh pada berbagai permukaan seperti kulit pohon, batu yang terbuka, dan sebagai bagian dari kerak tanah biologis.
Namun yang unik, lumut kerak bukanlah organisme tunggal, melainkan hasil simbiosis yang sangat stabil antara jamur, alga, atau bahkan sianobakteri. Dalam hubungan simbiotik ini, jamur memberikan struktur dan perlindungan, sementara alga atau sianobakteri menyediakan makanan melalui fotosintesis atau proses lainnya.
Beberapa spesies jamur yang tidak berhubungan, namun sangat berbeda dalam hal genetika, bisa menyatu dan membentuk lumut kerak. Selain peran ekologisnya yang penting, lumut kerak juga telah lama digunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan, mulai dari makanan, obat-obatan, hingga bahan pewarna alami.
Selain itu, lumut kerak juga memiliki peran penting dalam ekosistem, terutama di wilayah utara Bumi, karena organisme ini menyediakan sekitar dua pertiga dari pasokan makanan untuk rusa kutub yang tinggal di wilayah tersebut. Penelitian tentang lumut kerak dan mikroorganisme lainnya yang mungkin dapat bertahan hidup di Mars ini menjadi sangat penting untuk pencarian kehidupan di luar Bumi.
(Tifani)
Advertisement