BG: Kenaikan UMP 2025 Terlalu Tinggi Bisa Ganggu Ekonomi

Budi Gunawan meminta para pemerintah daerah di seluruh negeri untuk membuat kebijakan Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan baik

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 07 Nov 2024, 13:54 WIB
Kepala BIN Budi Gunawan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020). Rapat kerja tertutup ini tersebut membahas isu-isu aktual. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menko Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan meminta para pemerintah daerah di seluruh negeri untuk membuat kebijakan Upah Minimum Provinsi (UMP) dengan baik dan bijak.

Budi Gunawan mengingatkan, agar pimpinan daerah tidak terjebak pada kebijakan populis yang dapat menimbulkan risiko pada pertumbuhan ekonomi.

"Agenda kita yang paling dekat dan membutuhkan perhatian kita semua adalah pelaksanaan pilkada serentak serta penetapan UMP provinsi dan UMP kabupaten kota," kata Budi, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 2024, dikutip Kamis (7/11/2024).

Budi Gunawan menjelaskan, UMP yang terlalu tinggi atau tidak rasional dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Risiko ini juga termasuk penurunan sektor tenaga kerja baru hingga ketidakpatuhan perusahaan terhadap peraturan.

"Terkait penetapan UMP, UMK, keputusan ini perlu dipertimbangkan dengan cermat agar tidak terjebak kepada kebijakan yang populis. UMP yang terlalu tinggi atau tidak rasional ini bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi, menurunkan rekrutmen tenaga kerja baru, mendorong pekerja ke sektor informal, dan ujung-ujungnya menyebabkan ketidakpatuhan terhadap peraturan yang dilakukan oleh setiap perusahaan," jelas dia.

Perintah ke Kepala Daerah

Dalam kesempatan itu, Budi juga menghimbau kepala daerah agar membuat perencanaan detail dalam penyelenggaran Pilkada. Langkah ini guna mengantisipasi risiko yang muncul.

"Terkait dengan pilkada serentak, kita semua berharap agar pesta demokrasi betul-betul bisa berjalan dengan aman, lancar, dan damai. Untuk itu, kami mengusahakan kepada setiap kepala daerah agar melakukan perencanaan dengan detail dan sebaik-baiknya," ucapnya.

"Gunakan kontigensi plan untuk mengantisipasi setiap risiko yang berpotensi muncul, jangan sampai kita terdadak atau panik oleh perkembangan situasi di luar kendali kita," pungkasnya.


Buruh Ngotot Minta UMP 2025 Naik 10%

Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kelompok buruh tengah merayakan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian gugatannya terkait sektor ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Setelah itu, ada peluang upah buruh bisa naik 8-10 persen untuk 2025, tahun depan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta pemerintah menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 8-10 persen. Hitungannya adalah besaran inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi.

"8 persen sampai 10 persen, kan (ada variabel) inflasi, pertumbuhan ekonomi. Inflasi kan sekitar 2,5 persen, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1 persen. Berarti 7,6 persen. Kita udah nombok kemarin 1,3 persen. Berarti kan hampir 8,9 persen. Itu logis loh itu," ujar Iqbal, ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2024).

Seperti diketahui, variabel penghitungan kenaikan upah diantaranya besaran inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 soal pengupahan diatur indeks tertentu berada pada rentang 0,1-0,3.

Namun, kata Iqbal, pasca putusan MK, variabel tersebut ditambahkan dengan perlunya hitungan yang proporsional dan memuat kebutuhan hidup layak. Pada bagian ini, Iqbal optimistis pernghitungan kenaikan upah bisa lebih besar dengan adanya rundingan antara pemberi kerja dan pekerja

"Yang sekarang berlaku, ya 0,1 sampai 0,3. Tapi dengan ada keputusan MK, gugur. Dia harus berunding katanya," kata dia.

Di sisi lain, Iqbal mengancam akan melakukan mogok nasional jika pemerintah tidak mengindahkan putusan MK. Namun, dia masih menunggu keputusan kenaikan upah minimum pada 21 November 2024 nanti.

Meski begitu, Iqbal menyebut kelompok buruh tak langsung menyetop produksi. Ada aspek lain dalam penentuan kenaikan upah, yakni upah minimum sektoral.

"Kalau itu tidak terpenuhi, kita akan lihat. Kan bisa komprominya masih ada upah minimum sektoral. Nanti kita diskusi. Tapi kata mahkamah, tetap harus memasukkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, indeks tertentunya, itu tergantung rundingan. Bisa beda-beda loh tiap daerah," bebernya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya