Bangun Pusat Ekonomi Baru, AHY Usul Transmigrasi Tanpa Pindah Provinsi

Transmigrasi di era Prabowo akan berbeda dengan program transmigrasi di zaman Orde Baru. Dimana setiap perpindahan penduduk nantinya harus ada kesepakatan antar tiap pemerintah daerah.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Nov 2024, 15:45 WIB
Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), melakukan kunjungan kerja pertamanya ke Kementerian Transmigrasi. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), siap mengawal program transmigrasi model baru di era Presiden Prabowo Subianto.

Dalam program ini, AHY menekankan, pemerintah bakal melakukan transformasi di bidang transmigrasi. Sehingga tidak melulu berorientasi bahwa transmigrasi adalah memindahkan penduduk dari Pulau Jawa ke wilayah di bagian timur semisal Papua.

Namun, lebih kepada pemindahan penduduk ke suatu daerah yang tengah membutuhkan pasokan tenaga kerja. Sehingga, program transmigrasi yang dimaksud buka kemungkinan untuk menggeser satu kelompok penduduk ke kabupaten/kota di provinsi yang sama.

"Lebih diarahkan bagaimana mobilisasi masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Tidak harus antar pulau, bahkan di pulau yang sama, bahkan di provinsi yang sama tapi kita bisa mendistribusikan kepadatan," terang AHY di kantornya, Jakarta, dikutip Kamis (7/11/2024).

Dengan tujuan untuk menciptakan pusat ekonomi baru. Sehingga perputaran ekonomi tidak hanya berputar di satu kota saja. "Sekaligus juga harapannya bisa menumbuhkan atau membangun sentra ekonomi baru di suatu daerah," imbuhnya.

"Karena memang ternyata tenaga kerjanya lebih siap, skills yang dibutuhkan juga ada. Sehingga ini juga akan menjadi solusi yang baik ketika kita sedang mengembangkan daerah-daerah baru, termasuk di Papua," sambung AHY.

Menyambung pernyataan tersebut, Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman menjelaskan, program transmigrasi model baru ini tetap akan mengikuti aturan yang sudah ada.

Iftitah menekankan, itu akan berbeda dengan program transmigrasi di zaman Orde Baru. Dimana setiap perpindahan penduduk nantinya harus ada kesepakatan antar tiap pemerintah daerah.

"Jadi harus ada kerjasama antar daerah. Jadi pemerintah daerah setempat yang menyediakan lahannya, kemudian meminta kepada pemerintah daerah yang akan mengirim transmigran," ujar Iftitah.


Pemerintah Diminta Kaji Ulang Program Transmigrasi di Papua

Kongres Nasional Pemuda Katolik (Istimewa)

Sebelumnya, Pemuda Katolik se-Tanah Papua dalam Kongres Nasional Pemuda Katolik meminta pemerintah mengkaji ulang Program Strategis Nasional, termasuk program transmigrasi dan cetak sawah di wilayah Papua.

Para pemuda ini menilai proyek-proyek tersebut merusak ekosistem hutan adat, tatanan sosial, dan mengabaikan hak-hak hidup masyarakat adat di tanah Papua.

“Papua bukan tanah kosong. Ini tanah bertuan dengan masyarakat yang memiliki hak atas lingkungan dan budayanya. Kami, Pemuda Katolik se-Tanah Papua, tidak butuh transmigrasi. Yang dibutuhkan adalah pendidikan, kesehatan, akses air bersih, listrik, dan fasilitas dasar lainnya,” ungkap Melianus Asso, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua.

Ia menegaskan bahwa proyek nasional tersebut seharusnya mempertimbangkan hak dan aspirasi masyarakat lokal yang memiliki kedekatan spiritual dengan alam.

Pada sesi Pleno II, Ketua Pemuda Katolik Komda Papua Tengah, Tino Mote, menyampaikan beberapa pandangan yang mengedepankan pentingnya menjaga lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat lokal.

“Sebagai organisasi Katolik yang berlandaskan nilai-nilai Laudato si’ dari Paus Fransiskus, kami bertanggung jawab untuk melestarikan lingkungan. Pemerintah seharusnya memahami bahwa Papua bukanlah wilayah kosong. Transmigrasi dan proyek cetak sawah di sini tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat setempat dan malah menimbulkan keresahan,” jelas Tino.

Pemuda Katolik se-Tanah Papua juga meminta agar Majelis Rakyat Papua (MRP), DPR Papua, dan Pemerintah Provinsi bekerja sama dalam mengatasi isu ini.

“MRP tidak dapat berjalan sendiri; perlu sinergi dari semua pihak terkait, mulai dari pemerintah provinsi hingga pemerintah pusat,” ujar Vincentius Paulinus Baru, Koordinator Pemuda Katolik Wilayah Papua sekaligus anggota MRP.

Ia menegaskan bahwa regulasi yang jelas dan ketat harus diterapkan untuk memastikan tidak ada eksploitasi ilegal yang mengabaikan kesejahteraan masyarakat adat di Papua.


Dialog

Pemuda Katolik se-Tanah Papua meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan transmigrasi di Papua, melakukan dialog langsung dengan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda, khususnya yang mengawal isu ini, serta memaksimalkan pendekatan yang humanis. Mereka menegaskan agar tidak ada lagi korban di kalangan warga Papua.

“Kami akan membawa aspirasi ini ke Presiden, Wakil Presiden, kementerian terkait, dan Panglima TNI dan Kapolri. Ini adalah langkah penting untuk memastikan aspirasi masyarakat Papua didengar dan direspons oleh pemerintah. Semoga segera ada ruang dialog yang komprehensif," Ketua Umum Pemuda Katolik Terpilih, Stefanus Gusma.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya