Liputan6.com, Jakarta - Saksi Ahli Hukum Keuangan Negara Siswo Suryanto menyebut bahwa kerugian negara harus bersifat nyata yang ada bentuk uangnya.
Hal tersebut disampaikan Siswo saat Hakim Ketua dalam sidang lanjutan dugaan kasus korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada hari ini, Kamis (7/11/2024).
Advertisement
"Mengenai Putusan MK, Dalam Undang-Undang Tipikor ya, bahwa potensi kan sudah dihilangkan. Bagaimana pendapat Ahli bahwa kerugian negara itu harus real dan nyata," tanya Hakim kepada Siswo.
"Dalam Hukum Keuangan Negara yang dianut di kita Itu dinyatakan bahwa kerugian negara itu harus bersifat nyata dan pasti," jawab Saksi Ahli Siswo.
Siswo juga menerangkan, kerugian negara yang dimaksud nyata dan pasti adalah uangnya terlihat dan dapat diukur nilainya, serta tidak boleh ada asumsi.
"Nyata itu artinya ada uangnya, jadi tidak boleh diasumsikan. Kemudian pasti itu terukur," ujar Siswo.
Selain itu, Siswo juga menjelaskan mengenai kerugian perekonomian negara. Di mana, kerugian negara yang sebenarnya adalah keuangan negara yang seharusnya masuk tapi tidak masuk.
"Kerugian perekonomian negara, coba pengertian ahli bagaimana untuk yang kerugian perekonomian negara," tanya Hakim.
"Jadi sebenarnya kerugian perekonomian itu merupakan satu langkah setelah terjadinya kerugian keuangan negara," jawab Siswo.
Dalam penjelasannya, Siswo memberikan gambaran penyeludupan kapal yang melewati batas tetapi tidak membayar bea masuk. Bea masuk ini lah yang menjadi kerugian negara sebenarnya.
"Ketika ditanya berapa kerugian keuangan negara. Kerugian negara sebenarnya yaitu sebesar bea masuk yang tidak dibayar, jadi katakanlah harusnya dibayar bea masuknya Rp100 miliar tidak dibayar, Itu adalah kerugian keuangan negara. Uang yang seharusnya masuk, tapi tidak masuk," ucap Siswo.
Kerugian Negara Akibat Tambang Timah
Sementara itu, sebelumnya, kerugian negara akibat tambang timah di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan dari tahun 2015-2022 sebesar Rp271 triliun diumumkan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo.
"Kalau semua digabungkan kawasan hutan dan nonkawasan hutan total kerugian akibat kerusakan yang harus ditanggung negara adalah Rp271,06 triliun," kata Bambang saat Konferensi Pers di Gedung Kejaksaan Agung, Senin 19 Februari 2024.
Menurut perhitungan dari Bambang, kerugian lingkungan hidup untuk galian yang terdapat dalam kawasan hutan senilai Rp233,26 triliun, hal tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan hidup (ekologis) Rp157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp60,27 triliun dan biaya pemulihan lingkungan Rp5,26 triliun.
Kemudian, lanjut Bambang, kerugian lingkungan hidup untuk galian yang terdapat dalam non kawasan hutan senilai Rp47,70 triliun, hal tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan (ekologis) Rp25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp15,2 triliun dan biaya pemulihan lingkungan hidup Rp6,63 triliun.
"Selain itu, terdapat juga kerugian negara lainnya atas kerja sama penyewaan alat processing pelogaman timah yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp2,28 triliun, pembayaran kerja sama penyewaan alat processing pelogaman timah oleh PT Timah Tbk ke lima smelter swasta sebesar Rp3 triliun, HPP smelter PT Timah Tbk sebesar Rp738 miliar, dan Kerugian Negara atas pembayaran bijih timah dari tambang timah ilegal Rp26,6 triliun," tandas Bambang.
Advertisement