Hati-Hati, Wiridan Tak Didasari Ilmu Bisa jadi Khayalan, Begini yang Benar Menurut Gus Baha

Gus Baha mengatakan, bahwa ngaji bukan hanya sekadar belajar tentang bacaan wiridan, tetapi memahami dasar-dasar aqidah dan tauhid. Dengan demikian, ketika seseorang melafalkan wiridan atau dzikir, ia benar-benar merasakan hubungan yang lebih dekat dengan Allah, bukan sekadar rutinitas.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Nov 2024, 10:30 WIB
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (SS TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan beragama, wiridan atau amalan-amalan tertentu sering kali dilakukan oleh umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengingatkan pentingnya mendasari wiridan dengan ilmu yang diperoleh dari ngaji.

Menurutnya, tanpa didasari pemahaman yang benar, wiridan bisa saja menimbulkan khayalan atau pemahaman yang salah.

Gus Baha menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad adalah umat yang memiliki kemampuan logika yang tinggi, terutama para ulama yang merupakan pewaris ilmu para nabi.

Dalam salah satu ceramahnya, ia mengungkapkan harapannya bahwa ketika umat Nabi Muhammad bertemu dengan Allah, mereka akan merasa nyaman, terutama bagi mereka yang mau belajar dan ngaji.

"Umatnya Nabi Muhammad SAW itu paling nyaman, terutama yang mau ngaji, bukan hanya sekadar wiridan," ujarnya.

Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @ngajisantri93, Gus Baha menegaskan bahwa wiridan tanpa ilmu bisa menjadi masalah. Menurutnya, wiridan yang tidak didasari ngaji bisa menimbulkan anggapan-anggapan yang keliru dan bahkan dapat menjurus pada khayalan.

"Kalau wiridan itu tidak ada ngajinya, kadang malah melahirkan khayalan," tutur Gus Baha.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Ulama Dahulu Ketat Ajarkan Wiridan

ilustrasi dzikir

Gus Baha juga mengingatkan bahwa ulama-ulama terdahulu sangat ketat dalam mengajarkan wiridan kepada para muridnya. Mereka tidak membiarkan murid-muridnya melakukan wiridan sebelum memiliki pemahaman dasar melalui proses ngaji. Hal ini dilakukan agar amalan yang dilakukan memiliki landasan ilmu yang benar dan tidak melenceng dari ajaran Islam.

Menurut Gus Baha, ilmu agama itu dimulai dari proses berpikir. "Ilmu itu dimulai dari berpikir, baru bisa menentukan Tuhan," ungkapnya. Dengan kata lain, memahami agama harus melalui proses berpikir yang mendalam agar tidak hanya mengikuti tradisi tanpa mengerti makna sebenarnya.

Gus Baha mengingatkan bahwa kewajiban pertama manusia adalah berpikir untuk mengenal Allah. Setelah proses berpikir, barulah seseorang dapat mencapai makrifat atau pengenalan terhadap Tuhan. Setelah makrifat, seseorang dapat mendalami ilmu yang benar dan mendasari segala amalannya dengan tauhid yang kokoh.

Dalam pandangannya, Gus Baha menegaskan pentingnya urutan dalam beragama: berpikir, mengenal Tuhan, kemudian beramal. Ia mengutip ayat, "fa'lam annahu Lailahaillallah," yang berarti "ketahuilah bahwa tiada Tuhan selain Allah." Ayat ini menunjukkan pentingnya pemahaman tauhid sebelum melakukan amalan-amalan lainnya, termasuk istighfar.

Gus Baha menekankan bahwa istighfar hanya sah dilakukan setelah seseorang memiliki pemahaman tauhid yang benar. Menurutnya, jika seseorang belum benar-benar memahami keesaan Allah, maka istighfar yang dilakukan tidak memiliki dasar yang kuat. Dengan pemahaman tauhid yang kokoh, istighfar yang diucapkan menjadi lebih bermakna.

Bagi Gus Baha, ngaji atau belajar agama merupakan proses penting yang tidak boleh diabaikan. Ia menyayangkan jika ada yang hanya fokus pada wiridan tanpa memahami ajaran yang melatarbelakangi amalan tersebut. Wiridan yang dilakukan tanpa ilmu, menurutnya, bisa membawa seseorang pada pemahaman yang dangkal dan bahkan berpotensi menyesatkan.

 


Wiridan Harus dengan Pemahaman Mendalam

Seorang umat muslim membaca Alquran di Masjid (merdeka.com/Arie Basuki)

Gus Baha juga mengajak umat Islam untuk tidak hanya berfokus pada amalan-amalan rutin, tetapi juga mengembangkan pemahaman agama melalui ngaji. Ia menegaskan bahwa dengan ngaji, seseorang akan memiliki dasar yang kuat dalam menjalankan ibadah. Ngaji membuka pemahaman tentang hakikat Allah dan tujuan hidup sebagai hamba-Nya.

Bagi para ulama terdahulu, melibatkan ilmu dalam setiap amalan menjadi bagian penting dalam pendidikan spiritual. Mereka mengajarkan bahwa ilmu dan amal harus berjalan beriringan. Dengan dasar ilmu yang benar, amalan seperti wiridan akan memiliki tujuan yang jelas dan membawa manfaat bagi kehidupan spiritual seseorang.

Menurut Gus Baha, salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah ketika seseorang menganggap wiridan cukup tanpa pemahaman. Padahal, wiridan seharusnya menjadi pengingat bagi diri akan kebesaran Allah, yang hanya bisa dirasakan jika seseorang memiliki pemahaman yang benar tentang tauhid.

Dalam ceramahnya, Gus Baha memberikan contoh tentang bagaimana wiridan dapat menimbulkan dampak negatif jika dilakukan tanpa dasar ilmu. Tanpa pemahaman yang benar, wiridan bisa saja membuat seseorang terjebak dalam rutinitas tanpa makna dan tidak merasakan kedekatan dengan Allah.

Ia juga menambahkan bahwa ngaji bukan hanya sekadar belajar tentang bacaan wiridan, tetapi memahami dasar-dasar aqidah dan tauhid. Dengan demikian, ketika seseorang melafalkan wiridan atau dzikir, ia benar-benar merasakan hubungan yang lebih dekat dengan Allah, bukan sekadar rutinitas.

Gus Baha mengingatkan agar umat Islam selalu menjaga keseimbangan antara ilmu dan amal. Menurutnya, dengan dasar ilmu yang kuat, amalan wiridan atau zikir yang dilakukan akan lebih bermakna dan mendalam. Pemahaman yang benar akan menuntun seseorang untuk beribadah dengan penuh kesadaran.

Di akhir ceramahnya, Gus Baha mengajak seluruh umat Islam untuk memperbanyak ngaji agar dapat memahami dasar-dasar agama dengan baik. Dengan begitu, setiap amalan yang dilakukan akan menjadi lebih berarti dan mampu membawa seseorang lebih dekat kepada Allah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya