Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja.
Dalam hal ini, MK mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terkait 21 tuntutan norma dalam UU Cipta Kerja.
Advertisement
Dari tuntutan tersebut, terdapat 71 poin yang terdiri dari tujuh klaster, yaitu mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan upah minimum, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang penggantian hak upah (UPH), dan uang penghargaan masa kerja (UPMK).
Hal ini berdampak pada penghapusan klaster Ketenagakerjaan di Undang-Undang Cipta Kerja yang membuat Pemerintah harus menetapkan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dalam waktu dua tahun.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun buka suara terkait putusan MK tersebut. Apindo selaku asosiasi pengusaha menghormati proses hukum yang berlaku di Indonesia dan berkomitmen mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan ketetapan hukum yang berlaku sejak dikeluarkannya Keputusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut.
"Sebagai warga negara yang baik, kita akan taat hukum. Kita hormati putusan hukum tersebut. Tapi sebagai stakholders, kita ingin sampaikan pandangan kita," ungkap Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, Kamis (7/11/2024).
Menurut Apindo, Putusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut memunculkan perubahan atas Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menjadi salah satu klaster Undang-Undang Cipta Kerja. Perubahan ini merupakan pergantian ke-empat aturan Ketenagakerjaan yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir.
Undang-Undang Ketenagakerjaan seharusnya melindungi pekerja dan dunia usaha serta memberikan jaminan bagi investasi yang menciptakan lapangan pekerjaan baru. Namun dengan kerap bergantinya regulasi, justru menimbulkan ketidakpastian dan bahkan dapat berujung pada hilangnya lapangan pekerjaan.
"Padahal, Indonesia membutuhkan setidaknya 3 juta lapangan pekerjaan baru di setiap tahunnya," jelas dua.
Iklim Usaha
Apindo berpendapat bahwa situasi yang tidak kondusif tersebut akan membuat iklim usaha di Indonesia menjadi semakin sulit. Saat ini perekonomian Indonesia sedang menghadapi sejumlah tantangan, diantaranya pelemahan daya beli masyarakat, lapangan kerja formal yang terbatas, konflik global yang berdampak pada logistik dan pengadaan bahan baku, serta keputusan Pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12% di tahun depan.
Dampak tersebut sangatlah dirasakan khususnya bagi industri padat karya dan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) yang sedang berjuang untuk memulihkan kondisi paska covid-19.
Perubahan aturan ketenagakerjaan yang terjadi setiap tiga tahun dalam sepuluh tahun terakhir ini membuat sektor tersebut kesulitan membuat perencanaan keuangan dan mendapatkan kontrak jangka panjang.
Advertisement
Kesuksesan UU Cipta Kerja
Di sisi lain, sektor padat karya sangat sensitif terhadap kenaikan upah minimum karena memiliki karakteristik biaya tenaga kerja yang lebih tinggi komposisinya dari biaya lain.
Keputusan Pemerintah yang mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja telah berhasil membuat investor menanamkan modalnya dalam pengembangan industri padat karya di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari total realisasi PMA yang meningkat rata-rata sebesar 29,4% pada lima triwulan setelah diterbitkan Undang-Undang Cipta Kerja.
Data tersebut menunjukkan adanya peluang besar untuk terciptanya lapangan kerja baru di Indonesia, khususnya di sektor industri padat karya.