Liputan6.com, Jakarta Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto segera meresmikan Danantara, sebuah inisiatif restrukturisasi bisnis besar yang menggabungkan tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) utama bersama Indonesia Investment Authority (INA).
Ekonom Wijayanto Samirin, menyebut bahwa pembentukan Danantara merupakan langkah besar bagi restrukturisasi BUMN di Indonesia.
Advertisement
“Kehadiran Danantara akan membuat ekosistem BUMN lebih kondusif dan agile, dengan keputusan yang lebih cepat dan lincah baik di dalam maupun luar negeri, tanpa harus terhambat oleh proses birokrasi dan kepentingan politis,” jelasnya.
Pria yang akrab disapa Wija ini juga berharap di tengah berbagai kontroversi mengenai investasi yang dianggap merugikan negara, ia mengingatkan bahwa setiap investasi, terutama yang mengusung inovasi, pasti memiliki risiko.
“High risk high return, no risk no return. Yang penting adalah semua proses investasi dilakukan secara transparan dan sesuai prosedur terbaik,” ungkapnya.
Ia mencontohkan Temasek dari Singapura sebagai model investasi negara yang sukses, meski pernah mengalami keuntungan dan kerugian pada sejumlah portofolio mereka.
Lebih lanjut, ia pun menjelaskan bahwa jika kerugian investasi dianggap sebagai kerugian negara, maka BUMN akan cenderung bermain aman dengan hanya menginvestasikan asetnya pada deposito atau obligasi dengan bunga terbatas. Hal ini tidak sehat bagi perkembangan BUMN dan akan menghambat potensi mereka dalam pasar modal nasional, yang sebenarnya memiliki potensi besar sebagai sumber pendanaan.
“Pasar modal merupakan indikator awal dari kemajuan industri, dan sinergi yang baik antara BUMN dan pasar modal dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi Indonesia secara keseluruhan,” jelasnya.
Pengalaman negara-negara maju, menurutnya, menunjukkan bahwa pasar modal yang kuat dapat menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Danantara Jadi Superholding, Erick Thohir Tetap Fokus Urus BUMN Sakit
Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara) akan menjadi superholding BUMN ke depannya. Menteri BUMN Erick Thohir menyebut akan tetap fokus dalam melakukan restrukturisasi dan penyehatan perusahaan pelat merah.
BP Danantara pada tahap awal akan mengelola setidaknya 7 BUMN berskala besar ditambah Indonesia Investment Authority (INA). Erick bilang, pengelolaan di Danantara dan di Kementerian BUMN bukan soal skala besar atau kecilnya perusahaan negara.
Dia menegaskan, tugasnya di Kementerian BUMN adalah melakukan penyehatan perusahaan. "Saya enggak bisa ngomong kecil dan besar, selama ini saya di BUMN itu memang garis tangannya restrukturisasi, yang tidak sehat jadi pada sehat, ya kan?," kata Erick di Hotel Kempinski, Jakarta, dikutip Jumat (8/11/2024).
Dia menjelaskan berbagai capaian dari penyehatan itu. Misalnya, besarnya dividen yang bisa disetor oleh seluruh BUMN yang bisa mencapai Rp 90 triliun atas kinerja 2024 ini. Dia mencatat, masih ada 7 BUMN sakit dan 40 lainnya sehat.
"Bayangkan yang net profit itu dari Rp 13 triliun, naik ke Rp 327 triliun, sehat enggak? Ini konsolidasi sehat enggak? Sehat. Makanya kalau sehat bisa dividen sampai Rp 90 triliun, berarti sehat. Kalau enggak sehat enggak mungkin dividen," ucapnya.
Menurut dia, pengelolaan BUMN raksasa oleh BP Danantara dan restrukturisasi oleh Kementerian BUMN bukan sebuah masalah. Poin pentingnya adalah mendukung visi Presiden Prabowo Subianto.
"Jadi itu enggak apa-apa, itu kan yang penting kita itu pembantu presiden, kita ini harus loyal kepada beliau," tegasnya.
Advertisement
Erick Thohir: Jangan Dilihat Negatif
Menteri BUMN Erick Thohir mengamini Lembaga Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BP Danantara sebagai superholding BUMN nantinya. Menurtnya itu sudah menjadi pembahasan sejak lama.
Erick menyebutkan, lahirnya BP Danantara sejalan dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN yang sudah digulirkan dalam 2 tahun terakhir. Lahirnya Danantara, kata dia, tidak perlu dipandang negatif.
"Kalau Danantara kan sesuai dengan RUU BUMN yang sudah kita gulirkan hampir 2 tahun sebetulnya kemarin, memang kan roadmap BUMN itu ke arah sana," kata Erick di Hotel Kempinski, Jakarta, dikutip Jumat (8/11/2024).
"Dan saya selalu bilang super holding itu, jadi bukan sesuatu, jangan dilihat yang negatif. Jadi prosesnya sudah berjalan," ia menambahkan.
Dia menuturkan, nama dari superholding BUMN bukan merupakan suatu masalah. Hal itu jadi proses untuk menuju tujuan yang besar tadi.
Erick menyebut, bentuk Danantara nantinya masih akan dikaji, apakah sebagai badan usaha atau sovereign wealth fund (SWF). Termasuk pada sisi regulasi sebagai landasan kerja BP Danantara ke depannya.
"Ya ini yang masih jadi kajian. Yang pasti kami BUMN sudah memberikan tempat, salah satu aset Bank Mandiri. Cuma kalau tadi ditanya sama, Pak ini deal-nya kapan? Nah ini lagi kajian. Nah sama Danantara ini lagi proses kajian, apakah ada PP-nya, ada UU-nya, itu biar yang ahlinya," bebernya.
Bukti Pengakuan BUMN Sehat
Erick menyebut lahirnya BP Danantara yang akan mengelola aset 7 BUMN raksasa membuktikan kalau perusahaan pelat merah semakin sehat.
"Kalau kami di BUMN, senang, kenapa? Artinya apa, kinerja kita yang selama ini diapresiasi, di mana 7 BUMN besar ini dinyatakan sehat," kata dia.
Seperti diketahui, dalam dokumen yang didapat Liputan6.com, BP Danantara akan mengelola 7 BUMN dengan skala terbesar. Diantaranya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia atau MIND ID. Danantara juga mengonsolidasi INA.
Nantinya, BP Danantara dibidik bisa mengelola assets under management (AUM) mencapai USD 600 miliar atau setara Rp 9.502 triliun dari konsolidasian 7 BUMN plus INA tersebut.
"Nah sisanya nanti, kembali, memang garis tangan saya, restrukturisasi. Memang garis tangannya begitu," tegas Erick.
Advertisement