Liputan6.com, Jakarta PT TBS Energi Utama Tbk. (TBS), melalui anak perusahaannya, SBT Investment 2 Pte. Ltd. (SBT Investment), mengumumkan penandatanganan Perjanjian Pembelian Saham dengan Sembcorp Industries Ltd. (Sembcorp) untuk mengakuisisi 100% saham Sembcorp Environment Pte. Ltd. (SembEnviro).
Transaksi strategis ini melanjutkan upaya ekspansi TBS, setelah akuisisi Asia Medical Enviro Services Pte Ltd di Singapura dan ARAH Environmental group di Indonesia pada tahun 2023, yang memperkuat posisinya di sektor pengelolaan limbah dan solusi lingkungan regional. TBS memiliki komitmen berkelanjutan untuk beralih ke bisnis yang hijau dan berkelanjutan sesuai dengan target netralitas karbon TBS2030.
Advertisement
SembEnviro, bersama anak-anak perusahaannya, adalah penyedia layanan pengelolaan limbah terpadu dalam pengolahan, pengumpulan, dan daur ulang limbah padat industri, komersial, dan domestik. Dengan akuisisi ini, TBS semakin maju dalam visinya untuk membangun platform pengelolaan limbah terpadu di tingkat regional dengan operasinya di Indonesia dan Singapura, mencakup pengelolaan limbah medis, industri, dan domestik, yang mendorong solusi pengelolaan limbah yang berkelanjutan bagi kota dan industri.
Pandu Sjahrir, Co-CEO TBS, menyatakan keyakinannya terhadap akuisisi ini. Dirinya mengaku sangat gembira mengakuisisi bisnis dari organisasi yang terkenal dengan keunggulan operasionalnya.
Rekam jejak SembEnviro dalam pengelolaan limbah sejalan dengan tujuan keberlanjutan kami. Kami berkomitmen penuh untuk memastikan bahwa standar tinggi layanan SembEnviro terus terjaga dan semakin kuat saat kami mengintegrasikan operasi kami," tutur dia.
Direktur SBT Investment Lim Hwee Hua menyatakan, skuisisi ini merupakan tonggak penting dalam memperluas jejak pengelolaan limbah berkelanjutan kami di Singapura, setelah akuisisi TBS terhadap Asia Medical Enviro Services pada tahun 2023.
"Kami berkomitmen untuk membangun fondasi dan reputasi kuat SembEnviro, dengan menyediakan solusi pengelolaan limbah yang mampu menyesuaikan kebutuhan komunitas dan industri di Singapura yang terus berkembang," tutup dia.
TBS akan bekerja sama dengan Sembcorp untuk memastikan transisi yang lancar setelah transaksi selesai.
Tersengat Penurunan Suku Bunga dan Kebijakan Trump, Saham-Saham Ini Bisa Diperhatikan
Sebelumnya, Federal Reserve (The Fed) kembali mengumumkan pemangkasan suku bunga 25 basis poin atau 0,25% jadi 4,5-4,75%. Meskipun keputusan tersebut sesuai dengan prediksi pasar, namun penurunan suku bunga akan berdampak positif ke pasar saham dalam negeri. Termasuk emiten yang sensitif suku bunga, seperti perbankan.
Pemangkasan suku bunga AS yang diikuti penurunan imbal hasil (yield) Obligasi Pemerintah Amerika Serikat dan merosotnya indeks dolar telah mengerek rupiah naik jadi Rp 15.500.
Tim Analis Bareksa memprediksi pasar modal RI berpeluang rebound hari ini, karena aksi jual sepekan terakhir berpeluang mencapai level jenuh. Utamanya di saham-saham bank jumbo (big banks) yang kompak melemah pada Kamis (7/11) seiring Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang memerah akibat sentimen kemenangan Trump.
"IHSG turun 1,9% ke posisi 7.243,86 pada Kamis, seiring indeks LQ45 yang berisikan saham-saham unggulan merosot 1,6%. Saham bank jumbo yang memiliki bobot besar di IHSG juga memerah," mengutip laman Bareksa, Jumat (8/11/2024).
Mempertimbangkan kombinasi sentimen kemenangan Donald Trump dan pemangkasan suku bunga AS, Tim Analis Bareksa menyarankan agar investor tetap mencermati saham big banks, karena kinerja fundamentalnya hingga kuartal III 2014 tergolong baik. Karena itu, jika ada penurunan akibat sentimen jangka pendek, justru bisa dipertimbangkan untuk beli bertahap di harga bawah.
"Saham big banks tetap direkomendasikan beli dengan target harga masing-masing BBRI 6.200, BBCA 11.600, BMRI 8.250 dan BBNI 6.700," ulas Tim Riset Bareksa.
Advertisement
Hasil Rapat FOMC
Dalam pengumuman hasil rapat FOMC, Jerome Powell menyatakan pada kesempatan bahwa perekonomian AS saat ini dalam kondisi yang cukup baik. Tingkat pengangguran AS tetap berada pada level yang sehat yaitu 4,1% per Oktober 2024. Ekspektasi inflasi jangka panjang di AS tetap terjaga dengan baik.
"The Fed tidak memberikan arahan apa pun tentang arah suku bunga di masa mendatang, tetapi kami yakin masih ada potensi untuk penurunan FFR lebih lanjut," kata Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto dalam risetnya.
Menurut Rully, The Fed akan tetap bergantung pada data dan terus memantau data ekonomi bulanan yang akan datang. Menurut dia, risiko utama ke depannya adalah potensi kenaikan inflasi dan ekspektasi inflasi yang tinggi karena kebijakan Trump dalam mengenakan tarif dan janjinya untuk mendeportasi sejumlah besar imigran ilegal, yang dapat mengurangi ruang bagi The Fed untuk memangkas suku bunga pada tahun 2025.